Chereads / Everything Will Change / Chapter 7 - EWC 07

Chapter 7 - EWC 07

Terlihat Rian sudah sampai di sebuah rumah yang bisa dikatakan sangat besar dan mempunyai halaman yang sangat luas.

Kalau dilihat lagi, mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke pintu utama mengingat dari gerbang menuju ke pintu utama itu jaraknya lumayan jauh karena halamannya yang sangat luas. Untuk itu, mereka yang ingin sampai ke pintu utama dengan cepat memerlukan kendaraan minimal motor.

Kini mobil Rian sudah terparkir dengan apik di depan pintu utama rumahnya. Setelah mematikan mesin mobilnya, Rian segera turun dari sana dan ia langsung disambut oleh beberapa anak buahnya yang memang tugasnya berjaga-jaga pintu utama dimana mereka menunduk hormat disaat Rian turun dari mobilnya.

"Masukkan mobil ke garasi." Perintah Rian kepada salah satu anak buahnya yang ada di sana seraya memberikan kunci mobil itu kepadanya yang tentu saja diterima langsung oleh orang yang diperintahkan Rian.

"Baik tuan." Jawabnya.

Meninggalkan para bawahannya, Rian masuk ke dalam rumah dan saat itu juga ia mendengar teriakan dari seorang anak kecil.

"DADDY!" Teriaknya yang tampak berlari dengan kaki kecilnya ke arah Rian yang saat itu Rian tengah berjongkok seraya merentangkan kedua tangannya yang saat itu ia siap memeluk sang gadis kecil nan imut itu dengan senyuman yang tercetak di wajahnya.

HAP!

Gadis kecil itu berhasil masuk ke dalam pelukan Rian dimana Rian kembali berdiri setelah berhasil memeluk tuan putrinya. Ia mencium lembut pipi sang anak.

"Apakah Daddy membelikan es krim gang aku pesan tadi?" Tanya gadis kecil itu dengan mata berbinar.

"Beli dong sayang, tadi kan Daddy sudah janji akan membelikannya untukmu." Kata Rian seraya mencubit pelan pipi gadis kecilnya.

"Tapi ingat, sesuai kesepakatan kita di telepon tadi kalau es krimnya hanya boleh dimakan--" Ucapnya tergantung seraya melihat ke arah tuan putrinya yang bernama Gledis, anaknya yang sangat imut.

"Besok!" Pekik Gledis, ia tidak melupakan kesepakatan yang dilakukan antara sang ayah dengan dirinya.

"Huh pintarnya anak Daddy..." Kata Rian menoel hidung si kecil membuatnya terkekeh lucu. "Es krimnya diletakkan di lemari es dulu ya kalau begitu." Katanya lagi yang mendapat anggukan dari Gledis.

Setelahnya Rian memberikan es krim itu kepada orang yang menjaga Gledis saat itu dan memberikan isyarat bahwa orang itu sudah bisa kembali dan membiarkan Gledis bersamanya. Namun, Rian tidak lupa memberitahu kepadanya untuk meletakkan es krim itu ke lemari es sebelum ia pergi dari sana.

Tentu saja orang itu mengangguk patuh dan setelahnya ia pamit undur diri dari sana yang mendapat anggukan kepala dari Rian.

"Tapi besok es krimnya jangan langsung di makan sekaligus, Daddy hanya tidak ingin anak Daddy yang cantik ini jatuh sakit. Mengerti?" Tanya Rian yang mendapat anggukan paham dari sang buah hati yang setelahnya Gledis meminta Rian menurunkannya yang tentu saja Rian menuruti permintaan anaknya itu.

"Baik Daddy, Gledis janji kalau besok tidak akan memakan es krimnya sekaligus semua."

"Bagus. Baiklah, sebaiknya Gledis tidur. Ini sudah malam. Besok Gledis harus berangkat sekolah kan? Daddy takut kalau besok Gledis bangun terlambat, lagi pula tidak baik anak kecil tidur larut malam." Kata Rian dengan perintahnya yang dikatakan secara lembut.

"Baiklah, Dad." Jawab Gledis yang kemudian berjalan menuju ke kamarnya dan langkahnya terhenti saat ia mendengar suara Rian.

"Hei, sepertinya anak Daddy melupakan sesuatu." Kata Rian membuat Gledis di depan sana dengan tatapan bingungnya.

"Hah? Apa Dad? Geldis rasa tidak ada yang terlupakan." Jawab Gledis merasa begitu bingung atas pertanyaan yang diberikan Rian kepadanya.

Rian tidak langsung menjawab, ia merendahkan dirinya alias berjongkok yang setelahnya menunjukkan pipinya yang membuat gadis kecil itu mengerti apa yang dimaksud oleh Rian sebelumnya. Gledis tampak terkekeh geli dan berjalan menghampiri Rian yang berjongkok tidak jauh dari tempatnya berdiri demi mendapatkan ciuman dari Gledis, buah hatinya.

Gledis mencium kedua pipi sang ayah yang dimana keduanya tersenyum bersama.

Setelahnya Gledis berpamitan kepada Rian, "Sudah! Kalau begitu Gledis pergi ke kamar dulu ya Dad. Sampai jumpa besok pagi Daddy!" Katanya begitu gembira dan saat itu juga ia pergi dari sana menuju ke kamarnya meninggalkan Rian dengan senyumannya yang tidak pernah luntur sedari tadi.

"Tidur yang nyenyak ya kesayangannya Daddy." Kata Rian memastikan sang buah hati masuk ke dalam kamarnya dimana kamar sang anak berada di lantai bawah.

Sebenarnya kamar anaknya ada di lantai atas, tapi anaknya itu masih terbilang kecil. Untuk itu mengapa ia membuat kamar anaknya berada di bawah untuk waktu tertentu.

Setelah ia memastikan anaknya masuk ke dalam kamarnya, Rian pergi dari sana menuju ke ruang kerjanya. Ia harus mengerjakan sesuatu yang memang harus ia selesaikan saat itu.

Sesampainya Rian di ruang kerjanya, ia langsung duduk di kursi kebanggaannya yang setelahnya ia menggambil handphonenya dan menekannya untuk menelpon seseorang.

Sambungan itu terhubung.

"Apakah kau sudah membereskan semuanya?" Tanya Rian langsung pada poinnya seraya memasukkan tangannya dalam kantong celana dan melihat ke arah luar jendela yang ada di ruangan itu.

"Semuanya sudah beres tuan, kami juga sudah membuang jasadnya ke laut dan saya plastik tidak tidak ada hang melihatnya serta tidak ada yang dapat menemukan jasadnya sesuai yang anda perintahkan tuan." Jawabnya dari sebrang sana.

Itu salah satu orang suruhannya yang memang bertanggung jawab atas kejadian yang ia lakukan tadi.

"Lalu bagaimana dengan narkobanya? Apakah kalian sudah menjualnya ke orang yang saya katakan sesuai dengan perintah saya?" Tanya Rian lagi.

"Kami sudah melakukannya juga, tuan tenang saja. Dia mengatakan kalau besok dia sendiri yang akan datang menemui tuan untuk berinteraksi langsung dengan tuan."

"Baiklah kalau begitu, kabari lagi aku besok pagi untuk waktu dan tempatnya." Kata Rian setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan anak buahnya dari sebrang sana.

"Baik tuan, serahkan saja kepada kami. Kami akan membereskan segalanya tanpa ada kesalahan apapun." Setelah mendengar jawaban seperti itu, tanpa berkata apapun lagi Rian langsung memutuskan sambungan itu secara sepihak dan meletakkan handphonenya ke atas meja.

Saat itu Rian masih senantiasa menatap ke luar jendela dan tanpa ia sadari dari matanya keluar air tanpa permisi.

Rian menangis.

Ia menangis karena mengingat kenangan indah bersama sang istri saat itu.

"Sayang, apakah kau tidak merindukanku seperti aku merindukanmu?" Gumamnya seraya menyeka air mata yang kian membasahi kedua pipinya.

"Kau tahu-- aku selalu meletakkan beberapa fotomu di dalam rumah ini dan aku tidak mengizinkan satu orangpun untuk memindahkannya karena aku tidak ingin kau pergi terlalu jauh dari hatiku. Aku juga ingin Gledis mengetahui wajahmu dan berharap anak itu tidak akan pernah melupakan wajahmu." Katanya kini ia mengalihkan pandangannya demi melihat foto yang ada di atas meja kerjanya.