Chereads / Everything Will Change / Chapter 5 - EWC 05

Chapter 5 - EWC 05

"Bukan seperti itu, kau hanya salah paham saja anak muda." Kata wanita paruh baya itu sebelum Dila kembali bersuara, ia langsung mengeluarkan suaranya dengan cepat.

Dila memicingkan matanya menatap tidak percaya ke arah Rian.

"Aku tidak percaya. Apa yang kau lakukan sehingga ibu ini sangat ketakutan dan tidak mau bicara dengan jujur?!" Katanya dengan sedikit meninggikan suaranya.

Rian memutar matanya jengah melihat sikap Dila yang ingin sekali rasanya ia lempar ke jurang sana.

"Bukankah sudah jelas apa yang baru saja ibu itu katakan? Sebaiknya kau cari tahu dulu kebenarannya sebelum kau bertindak. Kau hanya berbicara terus menerus tanpa memberi oang lain kesempatan untuk berbicara." Kata Rian dingin.

"Ibu serius. Bukan dia yang ingin menjambret ibu, tapi orang lain dan anak baik ini yang menolong ibu tadi." Jelas wanita paruh baya itu.

Dila yang mendengar itu melihat ke arah Rian sejenak dan ia merasa sangat malu atas apa yang baru saja ia dengar. Ia telah berprasangka buruk terhadap lelaki yang ada dihadapannya saat itu dan ia juga sangat merasa bersalah karena tadi ia sudah menampar wajah lelaki itu.

"Kau sudah mendengarnya bukan?" Kata Rian seraya menyerahkan tas wanita itu yang sedari tadi ia pegang. "Ini tasnya, bu."

"Oh, terimakasih nak." Jawab wanita itu menerima tasnya yang diserahkan Rian padanya.

"Ya, tidak masalah bu. Berhati-hatilah di jalan nanti, takutnya mereka kembali lagi." Kata Rian memperingati pria itu.

Wanita itu tampak tersenyum ke arah Rian dan berkata, "Tentu saja, sekali lagi terimakasih nak. Kalau begitu ibu pulang dulu ya nak." Katanya yang tentu saja mendapat anggukan kepala dari Rian dan kembali menatap Dila dengan tatapan dinginnya.

Dila yang melihat itu tentu saja menciut dan tertawa canggung di tempatnya. "Ma-maaf, aku tidak tahu kalau bukan kau orangnya. Maaf karena telah menuduhmu padahal kau yang membantu ibu tadi." Katanya menundukkan kepalanya menyesal.

"Sekali lagi maafkan aku."

"Kau kira dengan meminta maaf semuanya akan selesai?" Kata Rian membuat Dila mengangkat kepalanya yang detik berikutnya ia kembali menundukkan kepalanya tidak berani melihat bagaimana menyeramkannya wajah Rian.

"Lalu-- kau ingin aku bagaimana? Kau ingin aku membayar karena sudah menuduhmu? Oh, mungkin karena aku sudaj menamparmu? Itu tidak mungkinkan? Lagian itu pasti tidak terlalu sakit. Kau seorang pria, masa seperti itu saja lemah." Oh, ternyata Dila cukup punya nyali juga mengatakan hal seperti itu pada Rian tampa ia sadari kalau wajah Rian kini semakin menyeramkan.

"Kalau begitu bagaimana kalau aku menamparmu? Lagian tamparan itu juga tidak terlalu sakit kan?" Kata Rian dengan tatapan sinisnya yang membuat bulu kuduk Dila berdiri seketika.

"Huh? Kau tidak bisa melakukan hal itu! Kau dilarang untuk menyakiti wanita." Kata Dila memberanikan diri walau pada kenyataannya dia saat ini sangat ketakutan kalau saja Rian benar-benar melakukannya.

Bayangkan aja bagaimana rasanya ketika kau ditampar oleh seorang lelaki yang memiliki badan kekar seperti itu. Huh, pasti itu sangat menyakitkan.

Rian menyeringai dan berkata, "Mengapa tidak? Jangankan menamparmu, untuk membunuhmu saat ini juga aku dapat menyanggupinya." Katanya dengan mendekatkan wajahnya ke arah Dila yang membuat Dila tambah takut, lihatlah kini dia melangkah mundur saking takutnya atas tindakan Rian saat ini.

Namun, pada detik berikutnya terdengar suara yang berasal dari handphone Rian. Ia merasakan ada getaran pada saku celananya yang membuatnya menjauhkan diri dari Dila. Rian memasukkan tangannya ke dalam demi mengambil handphone yang ada di dalam sana dan saat ia melihat, Rian dapat melihat di sana tertera nama sang anak. Untuk itu ia langsung saja mengangkat telepon itu.

"Halo sayang, ada apa hm?" Tanya Rian begitu lembut berbeda dari nadanya saat berbicara dengan Dila yang membuat Dila bingung.

Lihatlah bagaimana Rian mengubah sikapnya secepat itu yang bahkan suaranya bertolak belakang saat berbicara dengannya dan orang yang ada di sebrang sana.

"Huh, kenapa daddy lama sekali?" Terdengar suara sang anak yang sepertinya sedang ngambek.

"Maafkan daddy, sayang. Daddy ada sedikit urusan tadi, tapi sekarang sudah selesai kok. Tidurlah duluan kalau sayangnya daddy sudah ngantuk. Daddy akan pulang sekarang." Jawab Rian biar anaknya itu tidak ngambek lagi padanya.

"Tapi daddy tidak lupa sama es krim ku kan? Daddy sudah beli es krimnya kan? Awas aja kalau daddy belum membelinya, aku akan sangat marah sama daddy dan tidak mau bicara sama daddy!" Ancamnya.

Rin hanya bisa menggelengkan kepalnya gemas melihat tingkah anaknya yang satu itu. "Tentu saja daddy sudah membelinya, kan daddy sudah janji sama si tuan putri ini. Tenang saja, es krimnya sudah ada di tangan daddy dan ini juga daddy mau pulang. Kalau begitu Daddy matikan dulu ya, soalnya daddy mau berangkat menuju ke rumah sekarang." Kata Rian seraya berpamitan untuk mematikan telepon itu karena memang ia akan segera pulang.

"Baiklah daddy, hati-hati di jalan ya... Daddy memang Daddy terhebat di dunia!" Pekiknya dari sebrang sana, ia sangat girang dan setelahnya langsung mematikan telepon itu secara sepihak setelah memberi salam perpisahan.

Setelahnya Rian langsung memasukkan kembali handphonenya ke dalam saku dan kembali mendekati Dila yang masih berdiri di sama dengan menatap ke arahnya.

"Kali ini kau selamat, tapi jangan harap kau selamat lain kali kalau saja kejadian seperti ini terjadi lagi. Aku tidak akan pernah memaafkanmu, ingat itu!" Kata Rian dengan menunjuk ke arah wajah Dila. "Kalau bisa, jangan pernah menunjukkan wajahmu itu di hadapanku lagi. Kalau tidak, nyawamu menjadi taruhannya." Lanjutnya yang saat itu juga langsung meninggalkan Dila menuju mobilnya, ia akan pulang saat ini juga.

Dila yang mendengar itu terdiam sesaat dan pada detik berikutnya ia tersadar seraya berkata, "Apa yang dia katakan tadi? Mengambil nyawaku? Apa dia gila?!" Pekik Dila menatap ke arah mobil Rian yang sudah berlalu dari sana.

"Ah, sudahlah! Aku hanya perlu berdoa supaya aku tidak pernah bertemu lagi dengan pria gila seperti dia lagi. Lebih baik aku pulang saja dari pada memikirkan apa yang baru saja terjadi." Kata Dila seraya melihat ke arah jam yang melingkar pada pergelangan tangannya.

"Astaga! Aku harus pergi sekarang, sebentar lagi bus terakhir akan berangkat. Aku harus cepat ke halte bus, iya aku harus pergi sekarang!" Kata Dila yang saat itu langsung berlari ke halte bus dengan membawa barang belanjaan yang sempat ia beli tadi di supermarket.

Sesampainya ia di halte bus, dia dapat melihat bus terakhir yang baru saja sampai membuatnya bernapas lega karena ia tidak ketinggalan bus.

Dila langsung saja menaiki bus itu yang untungnya juga di sana tidak terlalu banyak penumpang, jadi ia bisa duduk di manapun yang setelahnya bus tersebut melaju meninggalkan tempat.