"Gue bilang Yellen itu berlebihan. Padahal dia kan cantik nih..seharusnya dia agak banyak bergaul. Dan lagi pakaian nya terlalu ribet." ulang Roy.
Aksa mendesah pelan, kemudian berdiri.
"Gue pergi. Assalamualaikum." salam Aksa yang langsung di hentikan Roy.
"Kenapa Lo malah pergi?" Tanya Roy heran.
"Apa jangan-jangan Lo suka sama Yellen yah." tuduh Roy terkekeh.
"Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [al Hujurat/49 : 12]."
"Sekarang Lo tau kan. alasannya, kenapa gue malah memilih menghindar." tambah Aksa dingin. kembali berjalan pergi meninggalkan Roy yang langsung bungkam.
Di dalam kelas sudah ramai, semua siswa-siswi sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Seperti Yellen, ia memilih mencoret-coret buku dengan kesal, pasalnya semua orang selalu melihatnya dengan berbeda.
"Menurutmu emang salah kalau aku pakai kerudung panjang?" Tanya Yellen ke arah sahabatnya Lia.
Lia yang sedang bermain game menoleh.
"Tentu saja tidak!. Jangan dengarkan mereka. Istiqomah saja okhe." semangat Lia kembali memainkan game dengan heboh.
Tidak lama Aksa masuk kelas. Seketika Kelas langsung menjadi hening. Aksa yang adem ayem merasa tidak terganggu dengan tatapan mereka, ia segera memilih duduk bersama pria yang memang terlihat culun.
Pria itu menoleh melihat Aksa dengan kaget.
"Jangan duduk di sini!!" Tolak pria itu panik, karena Aksa memilih duduk di dekatnya.
"Ini meja punya sekolah. Jadi gue berhak duduk di mana aja." timbal Aksa cuek, sambil memasang headset di sebelah telinganya.
"Aksa!. Lo jangan duduk sama anak culun itu, sama kita aja di sini. Nanti Lo ketularan virusnya." ucap salah seorang pria membuat semua siswa-siswi tertawa.
Pria culun itu tertunduk. Sedangkan Aksa seperti biasa enggan untuk membalas. Sebenernya Aksa mencoba menghindari mereka, alasannya cukup sederhana, Aksa tidak suka dengan orang yang banyak bicara tapi tidak ada faedah dalam setiap perkataanya. Menurutnya lebih baik mereka diam, dari pada banyak kata yang keluar namun dosa yang di ucapkan.
Pembelajaran pun sudah di mulai. Seperti siswa biasanya, Aksa akan mencatat dan memperhatikan apa yang di ucapkan guru di depan. Setiap pertanyaan yang di ajukan, bila siswa-siswi di kelas tidak bisa menjawab,maka mereka pasti langsung melirik Aksa. Karena bagi mereka, Aksa punya 1000 jawaban di otaknya.
"Apa kamu tahu kapan Albert Einstein lahir?" Tanya guru itu ke pada Aksa, karena semua orang menunjuk Aksa untuk menjawabnya.
"14 Maret 1879"
"William James sidis?" tanya guru lagi.
"1 April 1898"
"Kamu tahu berapa IQ nya?"
"IQ (tingkat Kecerdasan) di atas 250-300. Kejeniusannya mengalahkan Da Vinci, Einstein, Newton dan ilmuwan lainnya. Yang tidak bisa saya sebutkan lagi" jawab Aksa tenang,masih fokus melihat gurunya
Semua orang menganga, berdecak kagum dengan kepintaran Aksa.
"Selalu makan apa dia pagi hari?" Tanya salah seorang siswi menggeleng-geleng kepalanya tidak percaya.
"Mungkin dia selalu makan buku pelajaran. Aku tidak tahu seluas apa otaknya, hingga bisa menjawab semua pertanyaan guru."
"Kamu bisa menjelaskan, biodata singkat William James sidis?" tantang guru karena merasa mulai tertarik dengan kepintaran Aksa.
Aksa menggeleng kecil, tidak menjawab atau menolaknya.
"kamu bisa menjelaskannya?" Tanya lagi pak Gian karena ia yakin Aksa bisa menjawab.
Aksa lagi-lagi menggeleng kecil membuat Gian mendesah pasrah.
"Baiklah..kita lanjutkan pelajaran." sambung Gian kembali menjelaskan materi di bor.
"Kenapa tidak menjawabnya?" Tanya pria culun itu ragu.
"Tidak papa." balas Aksa dingin. Sebenarnya.. Aksa tahu, tapi ia tidak ingin membuat semua orang terlalu memujinya, karena ia bisa menjawab semua pertanyaan guru. dan lagi tatapan kagum itu hanya membuat Aksa tidak nyaman, karena tatapan kagum itu takut hanya akan membuatnya menjadi tinggi hati.
********
Bel istirahat sudah berbunyi. semua siswa-siswi sudah berhamburan keluar kelas. Begitupun Yellen dan Lia
"Kamu tahu itu Aksa anak baru. Masya Allah di buat apa itu otaknya, kok encer banget yah!!" kagum Lia mengingat jawaban Aksa yang selalu sukses membuat semua siswa-siswi diam 1000 bahasa.
Yellen tertunduk tidak menjawab ucapan Lia. Karena sebenarnya Yellen lebih tahu tentang Aksa dari pada semua orang. Karena dulunya Aksa pernah di titipkan beberapa kali oleh Mayang di rumahnya.
Yellen sudah tau benar sikap Aksa yang dingin dan irit bicara dan kata Siska mamahnya, kalau Aksa paling banyak menuruni sifat Mayang dari pada Azam ayahnya.
"Woyyy!!, malah bengong.." Tegur Lia menepuk punggung Yellen. membuatnya langsung terbatuk-batuk.
"Astagfirullah!!. Anak ini pinginnya di jitak kali." geram Yellen hendak menjitak kepala Lia, namun Lia sudah berlari terbirit-birit sambil tertawa.
Kini Yellen sudah berada di kantin, tidak biasanya kantin terlihat sepi. Mungkin mereka memilih bergosip di taman sekolah, karena biasanya memang begitu dan Yellen selalu menghindarinya.
Mata Yellen melirik meja yang berada di pinggir dinding, hingga langkahnya tertarik untuk berjalan ke sana. Baru saja ia sampai, kursi itu sudah bergeser.
Srrttttt kursi bergeser ke belakang, dan kursi itu sudah terisi oleh pria yang amat di kenali Yellen.
"Maaf. aku yang duluan kesini." kata Yellen agak keberatan dengan tindakan pria yang seenaknya menduduki tempat orang lain.
Seperti biasa Yellen tidak menjawab, ia memilih menyimpan mangkuk mie nya di meja lalu melahapnya.
"Aksa!. Ini tempatku." kukuh Yellen yang sudah geram dengan tingkah Aksa
Tidak ada jawaban, sampai Aksa menyelesaikan makanannya.
"Silahkan!" balas Aksa dengan enteng berjalan pergi meninggalkan meja makan.
Tangan Yellen sudah menggepal. Bagi Yellen kelakuan Aksa masih terlihat sama, sangat menjengkelkan baginya.
Semenjak mendapat kabar Aksa pindah ke sekolahnya, sudah membuat Yellen ingin berteriak, memohon agar kepala sekolah tidak menerimanya. Namun sayang. Aksa malah mendapat beasiswa karena sudah beberapa kali mendapat penghargaan di sekolahnya dulu.
"Kenapa kau terlihat marah?" Heran Lia ikut duduk di depan Yellen.
"Anak baru itu.. ingin sekali ku pites dia bagai kutu. Lalu ku kubur dia dalam-dalam di tanah." oceh Yellen membuat Lia menelan selivanya takut
"Perkataanmu sangat sadis!"
"Bayangkan..aku baru saja mau duduk. Lalu dia dengan santainya duduk di tempatku. Bagaimana aku tidak geram??" curhat Yellen dengan tangan yang di gerakan, mengikuti ekspresi yang ia ucapkan
"Kenapa aku merasa,kamu jadi marah padaku?" Tanya Lia bingung, melihat Yellen yang menyepertikan kalau ia adalah Aksa.
Wajah Aksa berubah seketika.
"Ahh ya juga. Sepertinya ini karena aku sedang kesal hehe." nyengir Yellen membuat Lia mendesah pasrah.
******
Setelah selesai makan, Aksa lebih tertarik duduk di kursi yang berada di koridor sekolah. Headset kembali terpasang di telinganya, seperti biasa ia akan memejamkan mata untuk mendengar setiap lantunan ayat suci Al-Qur'an.
"Hei Aksa!" sapa seseorang menepuk bahu Aksa lalu duduk di sisinya.
"Assalamualaikum." balas Aksa terdengar malah seperti menyindir.
"Santai saja bro. Lo itu agamis banget sih." gurau lelaki itu, sedikit menganggu di telinga Aksa.
"Lo ingin dapet pahala?" tanya Aksa dingin.
"Yaeyalahhh, mau. Buat bekel masuk surga nanti." sahut Roy tertawa.
"Kalau gitu baca salam." sahutnya lagi.
"Dari abdullah bin Amr bin Ash, bahwasanya ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah saw : Bagaimanakah Islam yang baik itu? Beliau menjawab : "Yaitu kamu memberi makanan, dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang belum kamu kenal. HR. Bukhari dan Muslim"
Lo ngerti sekarang?" Tambah Aksa Tampa melirik Roy.
"Mulai deh ceramahnya." keluh Roy mendengar penuturan Aksa.
"gue tau Lo pandai. Tapi nyeramahin gue gak akan mempan." sahut Roy kemudian berlalu pergi.
Aksa menggelengkan kepala kecil, kemudian kembali fokus mendengar lantunan suci ayat Al-Qur'an. Baru saja dia mulai fokus, seseorang sudah menganggu hafalannya.
"Haii Aksa." lambai seorang wanita dengan genit. Yang tentu saja tak di hiraukan Aksa.
Merasa di hiraukan wanita itu mendekat lalu duduk dekat Aksa, namun sayang Aksa langsung berdiri dan berlalu pergi membuat wanita itu langsung berdecak tak percaya.
"Apa gue kurang cantik?" Kesal wanita itu melirik kedua sahabatnya yang juga tak percaya.
"Pertama kalinya gue di giniin. Pokoknya gue gak terima!!" Sambungnya menghentakkan kakinya ke lantai dengan kesal.