Chapter 3 - bab 3

"Pertama kalinya gue di giniin. Pokoknya gue gak terima!!" Sambungnya menghentakkan kakinya ke lantai dengan kesal.

******

Di ruangan kantor, Haris masih fokus memeriksa semua file yang menumpuk di atas meja. Bahkan sesekali ia menghela nafas berat. merasa sudah lelah, tangannya mengambil ponsel yang sudah dua jam ini tidak ia lihat.

Senyumnya menyungging ketika melihat Siska mengirimnya pesan

#istriku

Mass ku sayang, manis tampan . Papanya Yusuf sama Yellen. kalau pulang kerja, jangan lupa beli bawang putih, bawang merah, minyak goreng, sayur bayam, sama daging ayam 1 kg. Makasih sayang, aku akan selalu menunggumu di rumah

Halis Haris menaik sebelah "apa Siska sedang bercanda?."

Ting

dengan semangat Haris kembali membuka pesan dari Siska

#istriku

Owh iya, jangan lupa juga beli panci nya sayang. Maaf merepotkan.. aku sedang membantu Mayang di rumah, untuk membantunya membuat kue. Selamat bertemu di rumah sayang.

Haris berdecak kesal. Kemudian dengan kesal mengetik balasan untuk protes. tapi ia urungkan, mengingat betapa lelahnya Siska mengurusi rumah tangga. Ia hanya meminta Haris membeli barang, masa iya ia harus mengeluh.

"Iya sayang. Jangan lupa bikin kue juga buat mas. mas mau brownis" dengan senyum Haris kembali mengirim pesan buat Siska.

Telunjuknya di ketukan beberapa kali di atas meja, menunggu pesan Siska yang belum muncul di layar handponya.

Ting

#istriku

"Iya sayang. Tumben pengertian hehe"

Dahi Haris mengerut. Memang sejak kapan ia tidak pengertian dengan Siska. Wajahnya berubah kesal sambil mengetik balasan.

"Kapan mas tidak pengertian sama Mami" Haris kembali mengirimnya.

Ting

#istriku

"Kemarin saja di suruh beli sayur ke pasar gak mau"

Haris mendesah kesal, bagaimana mungkin ia mau ke pasar buat beli sayur, yang harus saling berhimpitan dengan ibu-ibu yang menawar harga. Membayangkannya saja, membuat Haris begidik ngeri.

"Ngeri" balas Haris kemudian terkekeh kecil

Ting

#istriku

Ngeri kenapa?

"Lihat ibu-ibu yang sedang menawar harga"

Beberapa menit tidak ada balasan dari Siska. sambil menunggu, Haris kembali membaca semua laporan. sesekali ia mendesah karena ada beberapa point yang tidak ia mengerti

Ting

Mendengar detingan handpond. dengan segera Haris membukanya.

#istriku

Jadi mas ngeri sama Siska. Siska kan sering nawar harga.

"Bukan begitu sayang, kamu tidak mengerikan kok. Malah kamu terlihat manis" balas Haris cepat karena takut Siska berpikir macam-macam.

Ting

#istriku

Owh ya udah kalau gitu. Jangan lupa pesenan mami sayang. Love you.

"Kirain lupa sama pesanan. Masih ingat ternyata" gumam Haris terkekeh

*******

Bel pulang sekolah berbunyi. semua siswa-siswi sudah berhamburan keluar gerbang sekolah. Hanya ada beberapa siswa-siswi yang masih berada di sekolah. Di antaranya mereka yang punya jadwal ekskul di sekolah.

"Lo ikut ekskul karate kan Aksa?" Ujar seorang siswa yang sudah berpakaian karate, dengan sabuk hitam yang melingkar di pinggang.

Aksa yang tadi sedang duduk di kursi menoleh, melihat orang yang sedang bicara padanya.

"gue gak bisa!. Lain kali aja." tolak Aksa kemudian berdiri untuk pergi.

"Lo ikut kita aja. Badan Lo kan bagus, tinggi pula. Lo ikut ekskul basket aja." ajak yang lain sambil memegang bola basket.

"Ini kesempatan bagus, kalo Lo ikutan ekskul kita. Mening ikutan ekskul futsal." kata yang lainnya lagi membuat Aksa menghela nafas berat.

"Gue gak bisa. Maaf. assalamualaikum." pamit Aksa memilih pergi namun langkahnya terhenti ketika ia melihat teman sebangkunya yang ia kenal sebagai Doni.

"Sebenarnya saya takut, kalau kamu akan menolak. Tapi..ini keinginan tim marawis sekolah. Mau ikut bergabung bersama kami?" Ajak Doni gugup sekaligus takut. Apalagi semua orang yang tadi mengajak Aksa sudah menatapnya remeh.

"Heh cupu!. Apaan masuk grup gituan, mening masuk ke tim kita, yang selalu di banggain semua siswa-siswi sekolah." kata pria itu terkekeh sinis yang langsung di setujui semua orang

"lagian..Aksa mana mau ikut tim Lo !" tambahnya nya lagi dengan nada remeh.

"Baiklah.." balas pria itu menunduk lesuh kemudian berbalik.

"Doni!" Cegah Aksa membuat Doni berbalik.

"Gue ikut. Kapan latihannya?" Tanya Aksa tenang, yang tidak memperdulikan semua orang yang menatapnya tidak percaya.

Aksa berjalan bersama Donu. Seperti biasa Aksa terlihat tenang tidak banyak bicara. Merasa penasaran dengan alasan Aksa, membuat Doni memilih bertanya.

"Siswa-siswi di sekolah SMA Tuna Bangsa,selama ini tidak ada yang tertarik dengan ekskul marawis. Karena menurut mereka tidak menarik,jadi mereka memilih ekskul musik. Kamu yang yang terbilang orang populer di sekolah, kenapa memilih ikut?" Heran Doni dengan suara kecil, takut menyinggung Aksa.

"Lo di paksa kan?" Tanya balik Aksa yang membuat Doni tersentak.

"Ti-tidak." elak Doni menggeleng kecil.

"Lo bukan tim marawis. Setahu gue Lo gak pernah ikut tim apa-apa, karena Lo gak pernah di ajak." jelas Aksa apa adanya namun cukup menyentak hati Donu. Kepala Donu semakin menunduk dalam.

"Gue gak akan ikut, kalau Lo gak ikut." Tambah Aksa enteng. membuat Doni mendongkak melihat Aksa heran.

"Kenapa?"

"Karena Lo sahabat gue." jawab Aksa melirik Donu yang terperangah.

"Dimana tempatnya ,kenapa belum sampai juga?" Tanya Aksa mencairkan suasana.

Senyum mengembang di bibir Donu.

"Itu tempatnya. Ayoo masuk." ajak Donu semangat, berjalan paling depan.Ujung bibir Aksa terangkat lalu ikut Doni dari belakang.

*******

"Duhh kan telat. Ayoooo Yellen kita harus cepat-cepat ke ruangan marawis." panik Lia berlari-lari sambil menarik tangan Yellen.

Nafas Yellen tidak teratur karena terus berlari. Apalagi Lia mengajaknya berlari tanpa berhenti.

"Liaaa aku lelah.." keluh Yellen sambil memegang dadanya yang sudah tidak bernafas normal.

"Sampai!!" riang Lia merentangkan tangan bahagia.

Tubuh Yellen menunduk, beberapa kali dia mencoba mengatur nafasnya agar bisa teratur kembali. Sahabatnya yang satu ini memang selalu sukses membuatnya tidak bisa bernafas tenang

"Ayo masuk." tarik Lia semangat, membuat wajah Yellen kembali lesuh.

Beberapa orang sudah berkumpul. Di dalam, sudah terhampar karpet hijau. Di sebelah kanan jajaran wanita yang berjumlah 5 orang dan di sebelah kiri laki-laki dengan jumlah 10 orang.

Kebanyakan yang ikut marawis adalah santri - santriwati, begitupun Yellen ia adalah santri rumahan yang tentu jadi gurunya adalah ayahnya. Toh dulu ayahnya pernah mengajar di Mesir,jadi tidak bisa di ragukan lagi ilmunya.

"Assalamualaikum." salam Lia kemudian ikut duduk di jajaran wanita. Semua orang langsung melihat Lia dan secara tidak langsung melihat Yellen yang ada di belakang Lia.

"Wa'alaikumsalam." jawab semua orang serempak.

Suasana langsung hening ketika semua orang sudah berkumpul. Seorang lelaki tua memakai sorban maju ke tengah ia adalah guru grup marawis.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." salam pria itu melihat semua siswa-siswi.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

Pria bernama pak ALif, menjelaskan beberapa perihal tentang marawis. Dari mulai sejak berdiri hingga beberapa penghargaan yang sudah di dapat.

Di paling tengah, Aksa memilih menunduk, memejamkan matanya. seperti biasa ia akan memulai hafalan Al-Qur'an nya lagi. Telinganya mendengar pak Alif namun pikirannya hanya pada hafalan.

"Tau gak, katanya grup marawis mau di bubarin." bisik seorang pria pada temannya.

"Gak papa juga sih kalau di bubarin. Lagian gue juga mau ke luar, tapi pas lihat Aksa datang. gak jadi deh gue keluar. Semua orang pun gak jadi memundurkan diri. Gue yakin..kalau ada Aksa, pasti anggota marawis makin banyak." sahut sahabatnya berbisik namun masih terdengar di telinga Aksa.

Telinga Aksa memang agak tajam dari pada orang pada umumnya. jadi tidak salah, ia masih bisa mendengarnya. mungkin itu juga kelebihan yang Allah berikan padanya.

Aksa menggeleng kecil mendengar niat mereka yang menurutnya kurang baik.

"Kita sekarang punya anggota baru namanya Aksa. Pasti di antara kalian sudah mengenalnya." sambut pak Alif menunjuk Aksa. membuat semua orang langsung melihat Aksa. Bahkan di antara wanita sudah meleleh melihat ketampanan Aksa.

"Apa kamu mau ikut bergabung Aksa?" Tanya pak Alif tersenyum.

"Sebenarnya aku hanya ingin melihat saja. Maaf tidak bermaksud menganggu." sesal Aksa menunduk. Awalnya Aksa ingin ikut, namun karena mereka hanya ingin menggunakan Aksa untuk pancingan membuat Aksa memilih mengurungkan niatnya.

Yellen hanya menganga tidak percaya melihat Aksa yang juga ikut dalam tim marawis.

"Aku tidak akan ikutan, bila ia juga ikut." gerutu Yellen, membuat Lia menoleh kaget.

"Tidak bisa gitu. Kamu sudah aku daftarkan." larang Lia tidak terima kalau Yellen keluar grup.

******

Setelah kumpulan selesai. semua orang sudah keluar dari ruangan dengan kecewa. alasannya, karena Aksa memilih tidak ikut.

"Bukanya kamu bilang akan ikut?" Tanya Doni mengejar Aksa yang berada di depan.

Aksa diam tidak menjawab perkataan Doni

"Padahal aku sangat berharap kau bisa ikut." kata Doni lagi dengan raut kecewa.

"Semua orang mengharapkanmu masuk grup marawis." tambah lagi Doni kecil.

Langkah Aksa terhenti, sejenak ia menghela nafas berat.

"Bila mereka semua menerimamu dalam grup marawis, semata-mata untuk belajar bersama dan untuk jalinan silaturahmi. Maka ikutlah." kata Aksa dingin, kembali berjalan pergi meninggalkan Doni yang lansung mencelos.

"Mereka hanya memanfaatkan Aksa. Agar anggota marawis semakin banyak." gumam Doni yang mengerti maksud Aksa.

Selama ini mereka memilih yang pintar-pintar saja, bahkan sebagiannya hanya menjadi penonton. Seperti Doni, sudah lama ia ingin menjadi anggota tetap, namun tidak pernah ada yang mengajaknya. Hingga membuatnya, hanya menjadi penonton di balik layar.