"Assalamualaikum !!. Mamiii." panggil Yellen masuk ke dalam rumah, langsung mencari Mayang.
"Apa mami di dapur?" gumam Yellen segera berlari ke dapur.
Dan yahh..disana sudah berdiri Siska sedang memaksak kue bersama Mayang. Mereka terlihat tertawa sesekali, membuat Yellen langsung berlari mendekati mereka.
"Mamii" panggil riang Yellen memeluk ibunya. Suatu kebiasaan manja Yellen yang tidak hilang sampai ia dewasa.
"Ini Yellen?" Seru Mayang semangat melihat gadis cantik di hadapannya.
Yellen menoleh, kemudian mengangguk semangat "Bibi!!" Riang Yellen langsung di peluk Mayang.
"Owhh lihatlah dia sangat cantik dan manis. Bagaimana kalau bibi jodohkan dengan Aksa." Kata Mayang bahagia membuat Yellen langsung tersedak.
"Uhuk..." batuknya karena terkejut dengan perkataan Mayang.
Wajah Mayang berubah cemas "Apa kamu sakit?"
"Dia hanya terkejut karena kamu menyebutnya akan di jodohkan dengan Aksa. Anakmu itu terlalu sempurna untuk Yellen." tolak Siska tersenyum tidak enak.
Yellen mendengus mendengar penuturan ibunya. Bagaimana bisa ibunya terang-terangan berkata seperti itu dan itu jelas membuat Yellen malu.
Mayang tertawa kecil kemudian melihat jamnya.
"Wah..sepertinya Aksa sudah pulang. Sepertinya aku harus kembali."
"Kenapa kembali. Ajak saja Aksa kesini, aku juga mau melihatnya." sahut Siska semangat.
"Mami kan udah tua. Kok masih suka sama anak muda." kata Yellen ngasal membuat Siska menjitak nya kesal.
"Mamii" keluh Yellen mengusap kepalanya sakit. Namun malah membuat Mayang tertawa.
"Ini Aksa." tunjuk Haris membawa Aksa bersamanya untuk masuk dapur.
Sepontan Yellen menoleh, matanya terbelalak kaget dengan kedatangan Aksa
Mereka sudah duduk di meja makan. Wajah Yellen masih menampangkan senyum palsu, apalagi ia sangat tidak nyaman dengan kedatangan Aksa ke rumahnya.
"Kemana Yusuf?. Aku belum melihatnya?" Tanya Mayang kepada Siska.
Kepala Siska mendongkak setelah ia selesai mengambil nasi untuk Haris.
"Owh Yusuf sedang berada di Mesir. Dia ikut guru Azhar untuk melanjutkan kuliah di sana."
"Berarti dia bertemu Azam di sana." seru Mayang semangat .
Siska mengangguk pasti.
"dia sangat mengagumi Azam. Katanya Azam adalah guru yang paling di favoritkan di sana." balas Siska semangat.
Mata Mayang melirik Aksa, berharap putranya tahu kalau Azam tidak seburuk apa yang di pikirkan putranya. Memang semenjak dulu, Azam jarang pulang ke Indonesia, ia hanya akan bertemu Aksa 5 bulan sekali. Dan itu pun dalam jangka waktu yang sangat sebentar.
"Aku lebih mengagumi paman dari pada ayah." ucap Aksa pelan namun masih di dengar semua orang.
Mayamg terdiam mendengar perkataan putranya.
"Setidaknya paman selalu berkumpul dengan keluarga." sambung Aksa menundukan kepala.
Yellen yang semenjak tadi menggerutu dalam hati, langsung ikut melihat Aksa.
"Ayahmu sangat menyayangimu Aksa." sahut Haris melirik Aksa lembut.
"Seandainya dia punya 10 nyawa, maka 9 nyawa akan di berikan padamu. Dan 1 nya untuk ia bertahan hidup agar terus melihatmu."
Drrrttt Drrrttt Drrrttt
Suara handpond berbunyi. Dengan cepat Aksa berdiri.
"Maaf. Aku harus mengangkat telepon dulu." pamit Aksa langsung berjalan pergi, meninggalkan ruang makan dengan terburu-buru.
"Dia memang seperti itu. Dia akan selalu mendapat telepon mendadak." jelas Aksa tidak enak namun di maklumi semua orang.
*******
Aksa berjalan pergi cukup jauh dari rumah Haris, sejenak tatapannya mengedar memastikan semuanya baik. Aksa langsung mengangkat telepon yang sedari tadi terus berdering
"Assalamualaikum." Salam Aksa.
"Wa'alaikumsalam. Aksa bagai mana dengan tugasmu. Apa kau sudah mendapatkan bukti?" tanya orang di sebrang.
Sejenak Aksa terdiam hingga ia kembali bersuara.
"Sudah pak. Tapi aku harus melihat cctv sekolah untuk lebih jelasnya." sahut Aksa tenang, sambil memikirkan semua data yang sudah ia kumpulkan.
"Pastikan kamu menuntaskannya. Menurut ibu korban, Ada orang yang mencelakainya. Sekarang kamu pergi ke taman kota, Roy sedang ada di sana." suruh orang di sebrang.
"Aku sedang bersama keluarga. Aku tidak bisa pergi." tolak Aksa cepat.
"Kalau begitu suruh anak buahmu, yang pergi."
"Mereka sedang cuti."
"Kalau begitu suruh mereka bekerja lagi!" kukuh orang di sebrang keras kepala.
"Tidak bisa!" tolak Aksa.
"Aku ketuanya jadi aku bisa!" Balas ketua sedikit berteriak karena Aksa selalu menentangnya.
"Karena bapak ketuanya. Bapak harus mengerti anggotanya." balas Aksa.
"Berdebat denganmu, hanya membuat kepala bapak jadi pecah." keluh orang di sebrang.
Setelah ketua yang sering ia sebut ketua angy bird menutup telepon. Tangan Aksa kembali mengetik nomor kemudian menempelkan handponya di telinga.
"Hallo pak." salam suara di sebrang.
"Assalamualaikum." salam Aksa dingin.
"Saya lupa pak. Assalamualaikum." gugup orang di sebrang membuat Aksa menghela napas kasar.
"Kamu pergi ke taman kota. Awasi anak itu, lihat siapa saja yang dekat dengannya. Lalu kumpulkan datanya." suruh Aksa.
"Tapi pak . Kan saya sedang liburan." keluh orang di sebrang yang tidak lain adalah anggota Aksa.
"Kalau begitu kirimkan mobil kemari. Aku akan segera berangkat ke sana. Assalamualaikum." suruh Aksa lalu mematikan telepon.
*******
Setelah makan selesai. Aksa segera berdiri membuat semua orang langsung memperhatikannya begitupun Yellen.
"Maafkan aku, bibi paman. sepertinya aku harus pergi duluan." sesal Aksa menundukan kepala.
"Mau pergi kemana?" Tanya Mayang heran.
"Seperti biasanya Bu." sahut Aksa menjawab, seakan Mayang sudah mengetahuinya tampa Aksa bicara.
"Kalau begitu ibu juga pulang."
"Kenapa kalian berdua jadi mau pulang buru-buru?" Tanya Siska kecewa.
"Mungkin kalau nanti Yellen dan Aksa menikah aku akan sering-sering datang mengunjungi." goda Mayanh membuat Yellen tercengang. Merasa seperti angin lewat Aksa terlihat tidak peduli.
Wajah Yellen sudah memerah padam.
"bibi..." keluh Yellen memelas membuat semua orang tertawa terkecuali Aksa tentunya.
*********
Seorang pria sedang duduk di kursi, tatapannya tidak lepas dari handpond. Walau sesekali tatapannya masih tertuju pada seorang pria yang terlihat sedang duduk bersama kekasihnya.
"Apa kita terus seperti ini?" Tanya pria di sebelahnya dengan menguap lebar.
"Aku merasa sekarang kita sedang berkencan." sambung pria itu malas.
Aksa terlihat tidak peduli dengan keluhan Roy. Jadi ia memilih membiarkan Roy berbicara sendiri.
"Bila gue lihat lagi. tidak ada yang mencurigakan dari mereka. Lagian kasus pembunuhan di sekolah itu sudah di tutup, jadi buat apa kita menerima kasus membosankan itu."
"Terus saat kemarin gue pergi ke atap sekolah. Tidak ada bukti-bukti sama sekali, sidik jari pun tidak gue temukan." tambahnya lagi sambil melepaskan sepatu pentapel nya gerah.
"Gue gak suka nih ama sepatu. Kalau bukan karena tugas, ogah gue makenya." dumelnya kesal.
Jengah mendengar ocehan Roy. Handset sudah terpasang di kedua telinga nya.
"Mulai deh nohh.. gue gak ngerti kenapa gue di patnerin sama Lo . Harusnya gue di patnerin sama cewek cantik. Setidaknya kan gue gak bosen." kesal Roy kemudian melepas handset Aksa kemudian memasangkannya di telinganya.
"Lo dengerin bacaan ayat Al-Qur'an yah." kata Roy karena mendengar surah di telinganya.
Sepasang kekasih itu berdiri, mata Aksa semakin menfokuskan kemana mereka pergi
"Lo lihat tangan kanannya?" Kata Aksa sambil menunjukan foto di hadapan Roy.
Kening Roy mengkerut, memfokuskan penglihatannya pada foto di hp yang di tunjukan Aksa.
"Di jari kelingkingnya terdapat luka, walau agak samar tapi gue masih melihatnya. Gi mana Lo bisa mendapatkannya?" Tanya Roy karena ia yakin sedari tadi Aksa hanya mengutak nggatik hp.
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (Az-Zumar:10)"
"Lo gak sabar, jadi gak bisa lihat kejanggalan mereka." balas Aksa kemudian berdiri untuk pergi.
"Mulai deh tuh ceramahnya." sahut Roy malas.
Setelah mendapatkan satu bukti, mereka kembali ke kantor. Saat mereka masuk, sudah ada beberapa satpam yang menyambut mereka dengan hormat. Langkah mereka memasuki lift, kemudian menekan tombol 9
"Lo kenal sama Yellen?" Tanya Roy mulai menanyakan hal pribadi Aksa.
Mata Aksa masih fokus melihat beberapa foto yang ada di hp nya, Tampa ingin merespon ucapan Roy.
"Dari gerak-gerik lo gue simpulkan. Kalo Lo kenal sama Yellen. Saat Lo tiba-tiba duduk di tempat kursi yang ingin di tempati Yellen, dan melihat respon Yellen. Kayanya kalian ada hubungan, bisa sahabat,keluarga, mantan kekasih atau yang lainnya." simpul Roy sambil mengetuk-getuk dagunya.
Ting pintu lift terbuka . Dengan langkah cepat Aksa berjalan pergi. Membuat Roy mendengus jengkel, namun akhirnya mengikuti langkah Aksa.
******
Pagi hari sudah menjelang. Lagi-lagi Yellen harus berdebat dengan satpam akibat terlambat. Gara-gara mencari tasnya yang hilang. Walau akhirnya tas nya ketemu di bawah kolong ranjang.
Bahkan Siska sampai marah-marah karena sikap putrinya yang tidak pernah mau disiplin, dan Yellen hanya memangut-mangut walau ia tidak yakin tidak akan mengulanginya lagi.
"Kemarin saja bapak membolehkan Aksa masuk tampa berdebat." kata Yellen protes.
Satpam mengusap dada sabar.
"Non cantik, manis, imut kaya baby doll. Itu udah perintah dari kepala sekolah, kalau mas Aksa telat suruh aja dia masuk." sahut satpam.
Mata Yellen menyipit curiga.
"Ahh jangan-jangan bapak di suap yah!" Tuduh Yellen membuat satpam terperangah.
"Bapa ini masih takut Allah neng!. Mana mungkin bapa mau di suap." bantah satpam yang mulai kesal dengan Yellen.
"Kalau begitu bapak harus buka gerbangnya. Allah aja maha pengampun, terus kenapa bapa tidak memaafkan kesalahan saya." ceocos Yellen masih tidak ingin diam.
"Ini udah perintah dari sekolah neng. Bukanya kemarin bapak udah berbelas kasih, bukain ni gerbang buat neng." bela satpam yang juga tidak mau kalah.
"Kalau begitu bapak ini sudah tidak a-dil. Dan Allah tidak menyukai orang yang tidak adil." timbal Yellen penuh penekanan.