Jam dinding menunjukkan Pukul 8:00 malam. Terdengar suara gaduh dari luar kamar Adrine. Sangat gaduh, seperti vas jatuh dan pecah, lalu seperti kayu menghantam kayu yang lain. Bahkan suara pisau jatuh dari lantai, dan seperti sesuatu menghantam dinding rumah dengan keras. Berisik dan sangat berisik. Adrine yang tengah mengunci box kesayanganya dengan gembok beranjak keluar dari kamarnya. Memeriksa apa yang tengah terjadi di luar kamarnya tak lupa mengalungkan kunci box berwarna emas ke lehernya yang dijadikan liontin. Box yang Adrine miliki adalah pemberian ayahnya dan kalung yang ia kenakan merupakan pemberian ibunya.
Adrine gemetaran ketika langkahnya mulai pelan dan dua bola matanya mendapatkan sekelompok orang berpakaian serba hitam dan bertopeng kain mirip perampok atau maling. Mereka menghajar ayahnya hingga babak belur. Kemudian bola mata Adrine mulai mencari ibunya dan ia mendapatkan ibunya sedang berlutut minta pengampunan kepada para penjahat.
Adrine mengamati satu persatu penjahat tersebut. Dia melihat salah satu penjahat bertato di bawah leher belakang. Iya, itu tato, tato naga terlihat amat jelas. Kemudian Adrine menangkap perut ayahnya hendak ditusuk pisau oleh penjahat bertato tersebut, dengan gigih Adrine berlari keluar dari persembunyiannya dan menghampiri ayahnya untuk mencoba melindungi nyawa ayahnya. Adrine sangat berani tidak peduli keselamatan dirinya. Dia mencoba menampik pisau tersebut, namun sangat disayangkan pisaunya mengenai lengan kiri Adrine. Ibu dari gadis kecil ini sontak menjerit melihat Adrine mencoba menyelamatkan ayahnya.
"Adrine...." teriak ibunya.
"Mom.. Adrine aman" ucap gadis pemberani itu. Rambutnya yang semu cokelat panjang dikelilingi bunga aster putih dengan tubuh di balut baju putih menetes air warna merah pekat. Rino Sasongko selaku ayahnya sangat terkejut dengan sikap berani putri kecilnya. Ya Tuhan putriku, kau berdarah sayang... bidadariku.
"Dasar penjahat berani melukai anak gadis kecilku!" ucap Rino Sasongko, karna geram Rino mencoba membalas para penjahat tersebut. Miris... Rino justru dipukul hingga tak sadarkan diri. Sedangkan Adrine dibawa paksa oleh kawanan penjahat tersebut.
Adarina ibunda Adrine mencoba mengejar Adrine namun disayangkan dia juga ikut dipukul oleh salah satu penjahat itu hingga pingsan. Kedua Orang tua Adrine tak sadarkan diri.
*****
"Lepaskan Adrine!" ujar Adrine meronta dan menjerit mencoba melepaskan genggaman erat salah seorang penjahat tersebut. Karna kesal salah satu dari mereka mencoba mengikat kain ke mulut Adrine. Gadis kecil ini sudah tidak mampu berteriak keras. Dia berfikir untuk menyimpan energi agar memiliki cara lari dari kawanan ini. Adrine selalu ingat pesan ayahnya agar selalu ketika kita di titik bahaya kita harus bisa berfikir untuk melarikan diri dan meminta tolong kepada siapapun. Pesan itu dilontarkan pada Adrine saat Adrine hampir dibawa lari oleh penculik. Sekuat kemampuan ayahnya mencoba melindungi anak gadisnya. Namun takdir menggariskan, Adrine tetap jatuh pada para penjahat. Ini bukan kali pertama, ini pernah terjadi ketika Adrine berusia 4 tahun. Namun kali ini komplotan penjahat lebih kuat dan lebih banyak sehingga jebol dari penjagaan.
"Bang, bocah ini mengeluarkan darah terus dilengannya. Netes mulu ini bang" ujar seorang penjahat yang tengah memegang Adrine.
"Coba lu iket sama kain atau pakai plester!" ujar kawannya yang duduk di sebelah pengemudi. "Nih pakai kain gua" sambil mengulurkan kain slendang pendek warna hitam.
Darah terus menetes lama kelamaan Adrine melemah. Tubuhnya lemas dan dua matanya mulai tertutup seolah tidur. Dalam hati berbisik "Aku akan dibawa ke mana?Ayah Momy... Adrine di sini."
"Bang, bocah ini mati kayaknya bang, mukanya pucet, bisa-bisa kita kena marah si bos" ujar penjahat yang masih memegang Adrine.
"Bondan ngoceh mulu tuh bang, beneran mati apa kagak tuh bocah?" tanya pengemudi mobil tersebut.
"Waduh,.. Leks bocah ini pucat banget biar gua tanya si bos gimana baiknya." ujar kawan satunya lagi.
Tut... tut.. suara dering telpone terdengar sampai telinga Adrine.
"iya bos, iya..,ok! ok! kita dijalan menuju ke markas." Dengan mata tertutup namun masih sadar Adrine mencoba menyimpan nama satu persatu para penjahat itu sambil sedikit membuka matanya. Ketika Adrine mulai menutup mata para penjahat membuka topeng kainnya karna mereka merasa tidak nyaman.
Sementara Adrine diculik, di rumah Adrine telah penuh polisi. Ayah dan Ibunya Adrine dilarikan kerumah sakit. Polisi sibuk meneliti semua yang terjadi mencari sesuatu yang bisa untuk dijadikan barang bukti. Hanya sebuah pisau tanpa sidik jari yang di dapat. Tidak lupa polisi mengamankan rekaman CCTV. Dan pada saat itu juga polisi melakukan tindakan pencarian Adrine. Rumah yang besar dan hangat akan keluarga kecil dengan senyum dari Adrine si gadis kecil mungil cantik bak bidadari mirip ibunya namun pemberani dan gigih seperti ayahnya kini terpajang jelas dengan pita kuning garis polisi "Dilarang melintasi garis Polisi"
Para tetangga berdatangan menyaksikan adegan demi adegan petugas kepolisian tersebut.
"Ya Tuhan lindungilah keluarga kecil yang baik dan sangat hangat ini"ucap salah seorang tetangga yang sedang melihat apa yang terjadi di rumah keluarga Sasongko. "Ya Tuhan, Apa yang mereka inginkan?"
" Adrine, Adrine... dimana Adrine?" seorang wanita cantik tiba-tiba muncul dari belakang kerumunan. "Ya ampun apa yang terjadi? di mana keponakan kesayangan saya?"
Wanita tersebut mencoba menyingkirkan kerumunan dan menembus hingga melewati garis polisi. Dan kemudian masuk dan menghampiri petugas kepolisian untuk menanyakan sesuatu. "Apa yang telah terjadi di sini pak polisi? di mana Rino dan Adarina pemilik rumah ini?" mata wanita ini berkaca-kaca hampir menangis membayangkan kakak laki-laki dan istrinya juga keponakan cantiknya. Kemudian petugas menanyai wanita ini dan memberitahu di mana Rino dan Adarina berada. Dengan sigap berlalu meninggalkan para petugas dan kerumunan itu.
"Pak komandan, saya menemukan kalung ini" seru salah seorang petugas polisi. Dilihatlah kalung tersebut dan sebuah nama terpampang jelas di liontinnya. "Kethek"
"Kethek itu apa ndan?" tanya anak buahnya yang telah menemukan kalung tersebut.
"Kethek itu artinya monyet, pemilik kalung ini bernama ketek yang berati monyet."
"Ada-ada saja ya ndan nama kok Kethek." ujarnya.
Komandan polisi itu diam-diam mengetahui siapa yang telah masuk dan menghancurkan Sasongko dan keluarga kecilnya.
"Apa ada yang lain lagi?" pak komandan bertanya.
"Belum ada ndan" sahut salah satu anak buahnya.
Kemudian komandan tersebut menyusuri lorong menuju koridor samping rumah menghampiri satpam dan para penjaga rumah atau yang disebut bodyguard. Setelah menanyakan sedikit pertanyaan dan membalikkan badan sesuatu terinjak oleh komandan polisi tersebut dan memungutnya. Korek bertuliskan "Kethek" lalu komandan itu memasukkan ke dalam saku seragamnya.
Dari kejauhan salah seorang warga melihat sebuah mobil merah berhenti dan membuka kaca mobilnya. Seorang wanita dengan rambut pendek melepas kacamata hitamnya dari balik pintu mobil merahnya. Tersenyum seolah-olah merayakan sesuatu. Tidak lama kemudian pergi berlalu.