Darsimah memandang tajam ke arah Angga, wajah Darsimah berbeda saat dia menarik perhatian korbannya. Angga masih berusaha tenang, walaupun dalam hati dia sedikit takut. Rekan Angga yang berdiri di sebelah Angga juga ikut merapat mereka benar-benar takut untuk melihat saja mereka takut.
Darsimah tertawa keras karena perkataan Angga yang meminta dia menyudahi semuanya. Darsimah mendekati Angga, Angga menelan salivanya, dia memandang ke arah Darsimah tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya. Angga melihat leher Darsimah masih ada tali tambang yang bergelayutan di lehernya dan perutnya juga masih mengangga dan terlihat organ tubuh Darsimah begitu juga kusirnya yang kepalanya dipegang.
"Pulanglah, jangan ikut campur. Aku sudah mengutuk, siapapun pria yang mengikutiku akan aku bunuh. Aku muak meihat pria yang sok suci, pria yang benci denganku tapi masih menikmati setiap apa yang aku berikan, terlebih aku juga harus mencari orang yang sudah membunuhku, aku akan cari mereka sampai dapat sampai kiamat pun aku akan mencarinya. Pria yang aku bunuh belum ada satupun yang mengakui semuanya, sampai ada yang mengakuinya baru aku menghentikannya, jika tidak maka aku akan menghabisi mereka semua dan mengutuk mereka semua akan mati di tanganku," ucap Darsimah dengan pandangan tajam.
Angga menelan salivanya dengan kasar. Dia tahu, jika Darsimah dibunuh dengan sangat keji, tapi ada hukum yang bisa menghukum pelakunya. Angga berusaha untuk mengutarakan apa yang ada di otaknya, namun seekor serigala membawa potongan tubuh manusia di depan mereka. Zuki yang melihatnya muntah-muntah. Dia tidak menyangka serigala yang menakutkan itu membawa potongan pria yang dibunuh Darsimah. Bukan hanya Zuki yang muntah, tapi ke tiga rekan yang lainnya juga muntah-muntah.
"Biarkan kami yang mengurusnya, kembalilah ke alammu. Tidak semua harus diadili dengan cara yang sama, aku tahu kamu wanita baik, tetap lah jadi wanita baik saat kau masih ada atau pun tidak sekalipun. Jangan buat warga sini mengira kau itu jahat," ucap Angga dengan tatapan memohon.
Darsimah terdiam saat mendengar ada yang mengatakan dia baik. Darsimah menangis, dia tidak sanggup mendengar perkataan dari pria yang tidak dia kenal itu. Wujud Darsimah berubah menjadi wanita cantik memakai pakaian yang biasa dia pakai. Angga yang melihatnya terpesona karena Darsimah benar-benar cantik.
"Pulang lah, jangan di sini. Jika tidak ingin nyawamu juga ikut aku ambil. Biarkan aku yang mencari kebenaran atas apa yang menimpaku, temanmu ada di sana," ucap Darsimah dengan lembut.
Angga melihat ke arah yang ditunjuk oleh Darsimah. Nena berada di pohon pinus lebih tepatnya di dekat semak. Zuki dan yang lainnya melihat Nena yang tergeletak di semak. Angga balik melihat ke arah Darsimah tapi Darsimah sudah tidak ada, hanya suara hentakan kuda dan krincing dari kuda saja yang terdengar.
"Angga, ayo kita bawa Nena pulang sekarang," ucap Zuki.
Angga mengangguk pelan, mereka membawa Nena yang pingsan di dekat semak dan pohon pinus. Zuki dan Angga mengangkat Nena untuk dibawa ke mobil. Dalam perjalanan Angga masih memikirkan bagaimana caranya mendapatkan pelaku, mereka hanya menujukkan satu petunjuk saja, entah itu benar atau tidak mereka tidak tahu sama sekali. Banyak yang memakai batu akik, terlebih anak tetua di desa ini, tidak mungkin dia menuduh anak tetua itu. Bisa habis pekerjaan dia.
Satu jam perjalanan, mereka sampai di rumah kepala desa. Kepala desa yang melihat kedatangan Angga dan rekannya menghampiri Angga. Dia kaget karena teman mereka pingsan.
"Nak Nena kenapa?" tanya pak Mahmud yang heran kenapa polwan satu itu bisa pingsan.
"Ceritanya panjang pak, nanti kami ceritakan di dalam," ucap Angga yang membawa Nena masuk rumah.
Istri kepala desa kaget melihat Nena pingsan. Istri kepala desa membawa air minum untuk Nena. Angga membawa Nena masuk ke kamar dengan ditemani istri kepala desa, Angga meninggalkan kedua wanita beda usia itu. Angga dan lainnya duduk, sambil mengusap wajah dan rambutnya Angga benar-benar frustasi. Dia harus berhadapan dengan Darsimah.
"Apa yang terjadi. Saya lihat kalian pulang, tanpa menunggu saya. Saya pikir kalian tidak suka acaranya, paling tidak kalian pamitan dulu sama yang punya hajat, saya jadi tidak enak sama sekali sama mereka," ucap pak Mahmud.
"Maafkn kami, tadi kami tergesa-gesa karena kami melihat Nena pergi, kami mengikutinya, tapi tanpa di sangka, kami harus melihat kekejaman Darsimah. Dia menarik Nena dan menjadikan dia tumbal Darsimah, hari ini terjadi pembunuhan lagi, entah siapa pria itu." Angga menjelaskan kepada kepala desa dengan suara pelan.
Kepala desa itu bangun dan menutup pintu, sebelum menutup pintu, dia melihat sekeliling rumahnya. Dia takut ada yang mendengarnya. Tanpa sepengetahuan kepala desa ada anak buah Benny memperhatikan rumah kepala desa. Setelah aman, dia mendekati rumah kepala desa untuk mencari informasi untuk juragan Benny.
"Kenapa pintu ditutup pak?" tanya Zuki yang penasaran dengan tingkah laku kepala desa.
Kepala desa menarik tangan dan menujukkan satu jari ke arah bibir untuk meminta mereka diam sejenak. Kepala desa tidak mau nanti jadi bahan gosip di luar. Terlebih lagi, dia orang penting di desa ini. Angga dan lainnya menganggukkan kepalanya pelan.
"Apa kami diikuti pak?" tanya Zuki dengan suara pelan.
Kepala desa anggukkan kepala. Dia merasakan ada yang aneh di acara tadi, terlebih juragan Benny terus memandang mereka dan rekan wanita mereka. Pak Mahmud mendekati Angga dan rekannya.
"Kalian pulang lah, saya takut ada korban lagi. Sepertinya ada yang mengincar teman kalian. Saya tidak mau, jika mereka menjahati teman kalian itu. Dan untuk pembunuhan itu, saya yakin akan terjadi lagi, karena sejak kejadian itu, banyak kamu jumpai mayat yang sangat menakutkan. Dan kalian sudah melihatnya kan, jadi jangan kalian cari masalah, kutukan Darsimah itu nyata, dia akan membunuh pria yang ada di desa ini sampai dia dapatkan pembunuh yang sebenarnya." pak Mahmud menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.
"Pak, bagaimana kami mau pulang, kami ini ditugaskan untuk mencari tahu, kalau kami pulang, kami bisa kena sangsi. Kalau pun nggak kena sangsi, kami akan malu sama masyarakat ini, karena kami tidak bisa membuat mereka nyaman dan kepercayaan mereka ke kami hilang," ucap Angga dengan tegas.
"Tapi, kalian akan kehilangan teman kalian itu. Dia diincar saat ini, saya merasakan itu." Pak Mahmud kesal karena pria muda di depannya ini tidak mau mendengarkan.
Angga terdiam karena Nena jadi incaran. Tapi, siapa pikirnya. "Siapa yang incar mbak Nena?" tanya Boni.
"Iya, dia kan polwan, salah dia apa? Dia ke sini bersama kami, jadi mana mungkin dia diincar," ucap Bobo lagi.
Pak Mahmud menghentikan obrolan mereka, dia mendengar suara orang jalan di samping rumahnya. Angga dan lainnya menghentikan obrolan mereka. Angga dan yang lainnya saling pandang satu sama lain.
"Pak, ayo tidur dulu. Sudah malam juga, kalian juga tidur ya, saya akan bersama Nena dan menemani dia malam ini," ucap istri pak Mahmud.
Pak Mahmud yang terdiam berpura-pura tertawa keras. "Ah, iya baiklah. Kami sedang membicarakan masalah negara ini. Benarkan nak Angga?" tanya Pak Mahmud yang berpura-pura sambil memberikan kode kepada Angga dan rekannya.
Angga dan lainnya tahu akan kode pak Mahmud ikut tertawa. Mereka membenarkan apa yang pak Mahmud katakan. Istri pak Mahmud hanya geleng kepala mendengar suaminya dan anak muda itu berkelakuan aneh. Pengintai di luar menyergitkan keningnya mendengar apa yang dia dengar dari dalam. Tadi tidak terdengar sama sekali, hanya dia mendengar kalau pak Mahmud meminta mereka pulang, setelah itu tidak terdengar lagi.
"Sial, mereka mengecoh aku ternyata. Tapi, apa rencana mereka," gumam pria yang mengintai rumah kepala desa.
Pria itu pulang, karena dia sudah mendapatkan gambaran untuk laporannya ke pada jurangan Benny. Di dalam rumah pak Mahmud lega, karena pria di sebelahnya bisa tahu jika dia sedang berpura-pura.
"Kenapa pak Mahmud?" tanya Zuki yang penasaran.