"Kita sudah sampai. Ayo turun." Fahri turun dari dalam mobil, tak lupa dia mengajak istrinya untuk ikut turun. Tetapi wanita itu masih diam di tempatnya. Tidak tahu bagaimana dia bisa turun dari dalam mobil tersebut sementara di luar sangat kumuh dan juga jorok. Fahri berputar arah menuju pintu mobil dimana istrinya berada. Pria itu datang untuk membuka kan pintu mobil bagi istrinya. Dia menarik handle pintu mobil tersebut dan mempersilahkan istrinya untuk turun. Tetapi wanita itu tak beranjak. Dia masih berada di tempatnya semula.
"Apa yang kamu lakukan di sana? Kita sudah sampai. Kenapa kamu masih tidak turun?" pria itu bertanya. Wanita itu masih bingung bagaimana dia turun dan menginjakkan kakinya di tanah begitu saja. Selama ini dia bahkan tidak pernah menginjak tanah. Dia hanya berdiri di atas keramik dan juga lantai yang bersih. Tetapi keadaan yang ada di hadapannya sekarang sangat berbeda. Dia yakin jika dia turun sepatu mahalnya kan segera kotor karena bersentuhan dengan tanah yang tidak bersih.
"Ayo," desak Fahri. Wanita itu tersenyum kecut. Kemudian dia menarik kerah baju Fahri mendekatkan tubuh pria itu dengan tubuhnya.
"Apa maksud dari semua perbuatanmu ini. Setelah kamu diberikan kesempatan untuk menjadikan aku istrimu bukan artinya kamu bisa bertindak sesuka hatimu. Tidak bisakah kamu berpikir dahulu sebelum bertindak. Lihat penampilan dan lihat pakaian ku. Atas dasar apa kamu berani meminta aku untuk menginjak tanah yang kotor itu." wanita cantik itu marah dan kesal. Selama ini dia sudah cukup mencoba untuk bersabar menghadapi tingkah suaminya yang selalu merasa bahwa dirinya adalah seorang penguasa. Dia memberikan banyak perintah kepada wanita itu, perintah-perintah itu telah membuat Zoya merasa sangat kesal. Dia sudah tidak terima dengan perlakuan suaminya.
"Ini adalah rumah ibuku. Apa masalahnya jika aku mengajak istriku untuk bertemu dengan ibuku. Bukankah kamu sudah menjadi istriku? Atau kamu sudah tidak berminat untuk menjadi istriku?" pertanyaan itu merupakan ancaman bagi Zoya. Wanita itu tidak ingin kehilangan segalanya. Tetapi dia juga tak mau terus-terusan menuruti perintah dari suaminya. Dia pun terpaksa melangkahkan kaki turun dari dalam mobil. Zoya mengangkat gaun yang dia kenakan. Tidak ingin gaun itu ter kotor i oleh tanah yang tidak bersih.
Mereka berdua berjalan beberapa langkah setelah itu mereka berdiri tepat di depan sebuah rumah yang hampir roboh. Rumah itu dihuni oleh ibu dan kedua adik perempuan dari Fahri. Mendengar suara membuat wanita paruh baya menghampiri keduanya dengan tergopoh-gopoh. Diikuti oleh kedua adik perempuan Fahri.
"Fahri, kamu datang nak?" tanyanya menghampiri sang putra. Sebuah pelukan mendarat di tubuh kekar putra kesayangannya. Mereka baru berpisah beberapa hari tetapi rasa rindu yang ada di dalam hati wanita paruh baya itu seakan begitu besar. Kejadian yang mengejutkan datang silih berganti membuat wanita paruh baya itu merasa rapuh dalam menghadapi semuanya satu-satunya harapan yang dia miliki saat ini adalah putra kesayangannya. Beberapa tetes air mata mengalir membasahi wajahnya yang sudah manua.
Wanita paruh baya itu melepaskan pelukannya kemudian pandangannya beralih pada sosok wanita cantik yang berdiri di sebelah sang putra. Semula dan tidak menyadari bahwa sosok wanita cantik itu adalah menantu kesayangannya. Selama ini wanita paruh baya itu hanya mengetahui bahwa menantunya merupakan sosok wanita yang jauh dari agama tetapi setelah melihat wanita itu hadir dengan mengenakan hijab membuat ibu dari Fahri tidak bisa mengenalinya. Tatapannya terus fokus menatap wanita yang cantik itu.
"Bu, kenapa ibu hanya diam saja? Apakah ibu tidak ingin menyambut menantu ibu?" tanya Fahri. Wanita paruh baya itu ter gugup. Sontak dia menyambut menantunya dengan dihiasi senyuman di wajahnya. Dia menggandeng tangan wanita itu dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Zoya semakin tak bisa berkata-kata. Melihat kondisi rumah suaminya yang begitu sangat menyedihkan. Hanya sebuah gubuk yang bahkan lebih kecil dari kamarnya. Gubuk itu sudah tidak layak untuk dihuni. Dinding dindingnya sudah banyak yang berlubang sepertinya begitu juga dengan atap. Kelihatan sangat jelas bahwa Fahri memiliki kehidupan yang sangat menyedihkan. Saat masuk ke dalam rumah hati Zoya semakin tak bisa diutarakan. Beberapa kursi yang sudah bolong terpanjang di ruang tamu. Kehidupan dia dan suaminya memiliki jarak yang sangat jauh.
"Silakan duduk, Nak!" ucap wanita itu mempersilahkan menantunya untuk duduk di kursi yang tidak layak untuk diduduki. Zoya masih diam. Hanyalah senyuman kecut yang tampak menghiasi wajahnya yang cantik. Tak bisa iya membayangkan jika dirinya duduk di sana. Tubuhnya bergidik ngeri saat membayangkan beberapa kuman yang akan menempel di pakaiannya nanti. Berbeda dengan Fahri yang menggandeng tangan istrinya kemudian dia duduk di sana. Meski merasa ragu tetapi wanita itu tetap duduk di samping suaminya.
"Maaf ya, rumah ibu memang seperti ini. Kamu pasti merasa susah karena melihat rumah ibu yang bahkan tidak layak untuk ditinggali. Kehidupan kita memang berbeda. Maaf jika ibu tidak bisa melakukan yang lebih." wanita paruh baya itu menyadari perubahan sikap yang ditunjukkan oleh menantunya. Dia juga menyadari dengan jelas bahwa wanita itu memang tidak layak untuk duduk di sana karena dibandingkan dengan kehidupannya maka kehidupan mereka akan jauh berada di bawah.
"Lisna, tolong ambilkan minuman untuk kakak dan kakak ipar mu!' perintah ibu kepada adik perempuan Fahri. Wanita tersebut segera meninggalkan ruang tamu kemudian menyiapkan minuman seperti yang diperintahkan oleh ibunya. Zoya sudah sangat tidak nyaman berada di sana berulang kali dia meninggal tangan Fahri memberi isyarat kepada pria itu untuk segera pergi dari tempat tersebut. Tetapi Fahri terus mengabaikan nya.
"Ayo kita pergi!" kemarahan Zoya sudah sampai di puncaknya. Dia telah berusaha bersikap lembut kepada keluarga suaminya karena dia tidak ingin membuat masalah di dalam pernikahan mereka. Tetapi tindakan Fahri membuat dirinya tak mampu lagi menahan emosi. Dia pun berdiri di saat Fahri sedang berbincang dengan ibunya.
"Zoya?" Fahri tangga terkejut dengan apa yang dilakukan oleh istrinya. Dia mengetahui jika wanita itu sombong dan angkuh tetapi dia tak percaya jika wanita itu berani bertindak seperti itu di depan ibunya.
"Apa? Apakah kamu masih punya otak? Kamu mau minta ke untuk datang aku ikuti permintaanmu. Kamu meminta ku untuk masuk, aku hargai permintaanmu. Tetapi semua ini sudah keterlaluan. Bagaimana kamu bisa membiarkan aku tetap berada di sini sementara aku tidak merasa nyaman. Lihat rumah ini? Bahkan rumah ini jauh lebih buruk daripada kandang sapi. Dan kamu meminta aku untuk tetap berada di sini?"