Chereads / New Luden / Chapter 1 - Gadis Merah Muda

New Luden

🇮🇩Miaw_Nyann58
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 9.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Gadis Merah Muda

"Ke kiri! ke kiri!"

Riuh suara penonton terasa tegang menyaksikan pertandingan game MMORPG yang diadakan di sebuah sekolah elite Negara Kesatuan Glaxirta, yang mana pertandingan tersebut merupakan pertandingan bergengsi untuk anak-anak jurusan game programmer. Tak dapat dipungkiri pertandingan itu sudah seperti ajang gladiator, kesemua orang mau di dalam ataupun di luar sekolah pasti akan menunggu pertandingan ini.

Kali ini pertandingan terasa berbeda, sebab seorang perempuan berhasil menjadi peserta dan sudah masuk ke babak final. Satu-satunya perempuan itu masih bergelut dengan berbagai joystick dan juga tombol navigasi. Dia bernama Anon Alyn, gadis berusia 17 tahun dengan rambut merah muda itu terlihat senang dengan kemenangan yang sebentar lagi akan dia rasakan.

Game MMORPG memperlihatkan simulasi pertarungan antara dua Avatar, salah satunya dipegang oleh Anon dengan tampilan gadis kecil berbaju minim, warna rambut yang sama dengan pemiliknya, serta wajah yang terlihat begitu cantik dan lucu. Sementara lawan di seberang berkebalikan dengan Avatar milik Anon, seorang pria sangar bak Dewa Perang dalam mitologi sebuah kerajaan kuno. Pun kedua Avatar itu bertarung dengan cara berbeda, Avatar Anon menyerang dengan sebuah senjata kuno bernama Halberd, damage yang diterima lawan pun tidak main-main, sekali ayun dapat mengurangi sampai 2/3 darah lawan.

Tapi pertarungan itu terlihat berjalan seri, karena lawan dari Anon memiliki kelincahan dan juga daya serang besar pada senapannya. Entah sudah berapa kali tembakan itu menyerempet pada tubuh Avatar Anon hingga membuatnya sedikit sekarat, tapi bukan berarti pula Anon akan berhenti di situ.

Anon mengeluarkan teknik bertarung yang berbeda dari selama ini dia gunakan, dia kendalikan avatarnya memutari Avatar lawan dengan kecepatan sedang, hingga membuat sang lawan ikut berputar karena coba menyerang Avatar Anon yang mulai menjengkelkan, tapi tanpa diduga Avatar Anon berteleportasi dan berpindah ke sisi belakang Avatar lawan, melompat tinggi dengan senjata Halberd yang sudah siap diayunkan.

"Hajar!!"

Ssyutt ...

Sebuah ayunan dengan bias berwarna merah muda terpancar dari senjata Avatar Anon bersamaan dengan terayunnya Halberd tersebut, warna merah muda yang tidak dia keluarkan selama ini merupakan jurus pamungkas yang dimiliki oleh sang Avatar, Anon biasa menyebutnya sebagai Pinky Kill, karena dengan sekali ayun kekuatan yang dikeluarkan lebih besar dibanding ayunan biasa.

Dalam satu serangan tersebutlah sang lawan tumbang, memberikan kemenangan mutlak pada Anon. Penonton bersorak girang, terutama orang-orang yang berada satu kelas dengan Anon, mereka segera menimbrung ke panggung tempat Anon bertanding dan memeluk gadis itu, bahkan membopong dan melempar tubuhnya ke udara lepas.

Sementara dari pihak lawan, mereka tentu tampak malu karena baru kali ini dikalahkan, apalagi kalah dari seorang gadis. Sang lawan, Enard, mendekati hura-hura kawanan Anon dan member jabat tangan sebagai tanda selamat.

"Kau memang gadis yang berbeda," ucap Enard, wajahnya menunjukkan rasa kagum yang murni tanpa dibuat-buat. "Aku tersanjung dapat bertanding denganmu."

"Terima kasih, kau pun seorang lawan yang kuat." Anon membalas jabat tangan Enard, dan hal tersebut justru membuat keriuhan lain di kalangan teman-temannya.

"Mungkin lain kali kita bisa bermain, secara pribadi?"

"Boleh, kapan-kapan."

Enard tersenyum hangat kemudian meninggalkan panggung, membiarkan teman-teman Anon bersorak menyatakan keduanya bisa saja menjadi jodoh, tapi hal itu segera direlai oleh MC yang datang dari bawah panggung, pria berusia 30-an yang merupakan guru utama pengajar jurusan game programmer itu mengusir anak didiknya sebelum membuka upacara penyerahan tanda kemenangan.

***

Bel jam pulang sekolah sudah berbunyi dari sejak dua jam lalu, tapi sekolah elite tempat berlangsungnya pertandingan game tadi masih cukup ramai, sebab bukan hanya pertandingan Anon melawan Enard saja yang dipertontonkan, pihak sekolah juga mengadakan game dan quiz untuk semua pengunjung yang datang ke sekolah.

Anon sendiri tidak segera keluar dari sekolah karena tertahan di ruang guru, bukan sebab dipanggil guru BK, tapi untuk pembayaran kemenangan yang akan diterimanya. Selama menunggu Anon hanya duduk diam di sebuah sofa panjang dan empuk yang biasa dipakai guru-guru untuk beristirahat, ruang tempatnya berada pun kini terbilang sepi karena para guru menjadi panitia dari tiap game dan quiz yang diadakan.

Sebuah getaran lembut terasa di saku rok sekolah Anon, dia segera merogoh saku dan menemukan sebuah panggilan di handphone-nya, nama Mama tertera jelas di sana.

Anon menerima panggilan itu, dia memasang handphone berbentuk lingkaran itu ke daun telinganya. "Ya Ma?" Jawab Anon, bias hologram pun tertampil ke hadapan wajahnya dan memperlihatkan wajah sang Mama.

"Kamu ada di mana? Jam segini belum pulang?" Suara Mama terdengar khawatir, walau sebenarnya jika dilihat dari tampang wanita berusia 33 tahun itu tampak biasa saja.

"Anon sedang menunggu hadiah Ma. Uangnya sedang dicairkan."

"Oke, sehabis itu belikan belanjaan yang sudah Mama tulis, nanti Mama kirim pesan daftar belanja itu ke kamu."

"Oke." Panggilan tersebut langsung diputus oleh Anon, karena bertepatan pula dengan kedatangan kepala sekolah.

Kepala sekolah yang merupakan seorang wanita berusia 50 tahun, masih tampak muda dan cantik dalam balutan blazer biru tua, rambutnya yang hitam legam diikat sanggul sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang. Wanita itu tersenyum sambil menyerahkan sebuah kartu kaca pada Anon.

"Selamat, Anon Alyn." Tak lupa Kepala Sekolah menjabat tangan Anon. "Aku berharap kau bisa mewakilkan sekolah di kejuaraan yang lebih besar tahun depan."

"Terima kasih atas perhatiannya," ucap Anon sambil membungkuk sebagai tanda penghormatan. "Kalau begitu, Anon undur diri."

Dalam satu gerakan cepat gadis tersebut sudah keluar dari ruang guru, tanpa sengaja dia menubruk seseorang yang sedang melewat dari sana.

"Hei Malia." Anon terkejut, tapi juga senang atas kebetulan itu. "Mau kah kau temani aku berbelanja?"

"Oh, tentu." Malia membalas dengan senyuman manis. "Mamamu yang menyuruh?"

"Yeah, seperti biasa."

Kedua gadis itu sudah melangkah ke bagian belakang sekolah, ke tangga darurat sebagai jalan mereka keluar dari lingkungan sekolah, keduanya sengaja mengambil jalan itu agar terbebas dari hiruk-pikuk di bagian halaman depan sekolah yang ramai oleh para pengunjung sehingga akan sulit untuk melewat dan keluar dari sana.

Meski bersekolah di sebuah sekolah elite, tapi Anon merupakan satu-satunya anak tidak mampu di sana, dia dapat masuk dan menjadi murid karena prestasinya dalam bidang programmer dan game, maka dari itu uang hasil lomba tadi langsung dicairkan oleh pihak sekolah yang memahami kondisi keuangan keluarga Anon. Namun, bukan berarti sepenuhnya sekolah itu senang akan kehadiran Anon, sesekali dia pun masih terkena perundungan dari beberapa kawan sekolah.

Hanya ada beberapa orang tertentu yang benar-benar mau berteman dengan Anon, salah satunya yang sedang berjalan dengannya saat ini. Malia Barde, seorang gadis konglomerat dari negeri kerajaan sebelah yang memiliki sifat solidaritas tinggi, juga keramahan khas Kerajaan Ornorag, itu pula sebabnya dia masih mau berteman dengan Anon yang terbilang miskin.

Kedua gadis ini berhasil keluar dari lingkungan sekolah walau jalan darurat juga terbilang ramai oleh murid-murid lain yang hendak pulang ke rumah, keduanya berjalan kaki sepanjang jalan menuju ke sebuah toserba sebagai tujuan Anon.

Negara Kesatuan Glaxirta merupakan negara maju dengan teknologi modern, meski Anon dan Malia berjalan kaki, tapi sebenarnya trotoar yang mereka pijak memiliki teknologi levitasi dengan menggunakan magnet di bawahnya, sehingga perjalanan sejauh lima kilometer pun tak akan terasa.

Di sepanjang jalan kedua gadis ini disuguhi oleh berbagai iklan berbasis hologram, hologram tersebut dapat diajak berbincang oleh beberapa orang yang tertarik oleh penawarannya. Seperti yang terjadi saat itu, di mana keduanya menemukan sebuah kerumunan di hadapan hologram recruitment, sampai-sampai hologram itu tak dapat mereka lihat sebab tertutupi kerumunan.

"Ada apa di sana?" Malia bertanya lebih dulu, dia sudah coba berjingkat, tapi tetap tidak dapat melihat apa yang sedang terjadi.

"Mau coba melihat lebih dekat?"

"Baiklah, aku penasaran. Apa aku akan mendapatkan informasi soal trend pakaian baru hari ini."