Beberapa saat telah berlalu. Suasana hening masih menyelimuti tenda itu, tidak ada yang dapat berkutik. Diam-diam mereka saling curi pandang satu dengan yang lainnya. Tidak sanggup membantah kata-kata Nushibi tadi yang rasional dengan pembelaan diri yang kuat.
Ernak sebenarnya sudah jengah dengan tingkah Nushibi, akan tetapi untuk saat ini akan lebih bijak baginya untuk bersabar dan memperhatikan dengan cermat.
Saat ini, di antara mereka yang paling dicurigai oleh semua orang berkomplot dengan musuh adalah Uldin dan Irbis.
Mata Nushibi menatap tajam ke arah Iltas, kapten yang ditubuhnya mengalir darah Mongol. Mata itu lalu melirik juga ke arah Heshana, ia yakin ucapan yang keluar dari mulutnya hanyalah siasat semata. Nushibi hanya tersenyum sinis, yakin bahwa ia tahu pengkhianat sebenarnya di antara mereka berempat.
Suara satu tepuk tangan memecah keheningan di malam menjelang fajar yang dingin itu, "mengapa kalian hanya diam saja seperti patung?" tanya Nushibi dengan sinis sambil mendekati Iltas.
"Mengaku saja kalian berdua, para perusuh itu adalah orang bayaran kalian bukan" ucapnya lagi. Nushibi Tersenyum dengan yakin atas tuduhan yang dilayangkan olehnya.
"Kau berani menatapku seperti itu dari tadi Nushibi, apa kau benar serius mau mati di tenda ini? sekarang juga!" wajahnya memerah karena menahan amarah.
"Tentu mengapa aku harus takut untuk mengungapkan kebenaran walau nyawa taruhannya, anak mongol?" spontan jawab Nushibi kemudian ia mengalihkan perhatiannya kepada Heshana.
"Kebenaran katamu haha, asal kau tahu biasanya dia yang menuduh orang pengkhianat adalah pengkhianat yang sebenarnya. Sudah lumrah kau pasti tahu karena pernah membaca kisah rakyat juga ya kan Nushibi. Berarti sudah jelas kau yang berniat untuk menjerumuskan kami semua dari awal!" sahut Heshana mencoba untuk membela Iltas sebelum mulut Nushibi terbuka lagi.
"Heh pintar juga kau merangkai kata-kata, rubah licik. Tapi kau bukanlah rubah melainkan keledai, aku sengaja memancingmu tadi. Pengkhianat pasti akan menolong pengkhianat yang lain haha!"
"Begitukah, mengapa kuperhatikan disini hanya kau yang menuduh Uldin sekali. Padahal kalau kupakai logikamu, dia yang paling mencurigakan dibanding yang lain. Jangan-jangan, sebenarnya engkau bekerjasama dengan Uldin untuk menuduh kami, aku benar kan Nushibi?" jawab Heshana berlagak santai.
"Apa maksudmu menuduhku Heshana!" teriak Uldin perlahan mulai sadar dari mabuknya. Sebelum tangannya bergerak hendak menghajar Heshana, Iltas telah membuatnya tersungkur.
Brak!
"Lega rasanya aku dapat melampiaskan kekesalanku ini pada pemabuk sepertimu, kau berpura-pura mabuk untuk bertemu dengan musuh iya kan jawab aku!" teriak Iltas di depan wajah Uldin. Melampiaskan segala kekesalan yang ia tahan sedari tadi.
Irbis menepuk pundak Iltas dan membisikan sesuatu kepadanya. Iltas langsung berdiri meninggalkan Uldin.
"Oh ternyata kau berpura-pura mabuk ya tadi, kau pasti sehabis bertemu dengan musuh untuk menyerang kita saat di kapal melintasi Sungai Volga nanti, sudah jelas Aqsaqal ada 2 pengkhianat di tenda ini. Uldin dan Nushibi hukum pancung saja mereka! kami mohon kebijaksanaan anda" - balas Heshana tersenyum sinis.
"Akan kurobek mulutmu!" teriak Uldin
"Heh" reaksi Nushibi, Heshana mulai membalas balik tuduhannya. Akan tetapi ia terlihat santai karena bagaimanapun keterangan yang ada lebih memberatkan posisi Heshana dan Iltas saat ini.
Nushibi hanya perlu memasang pertanyaan jebakan untuk Irbis. Ketiga pengkhianat itu harus dipancung hari ini juga.
"Sudah cukup untuk apa kita saling bertengkar, sudahlah tidak ada pengkhianat diantara kita. Heshana kau ini sudah gila ya, tentara Avar tidak punya kapal besar" ucap Irbis.
"Kenapa kau malah membela Uldin, Irbis pakai kepalamu yang biasanya cerdas itu. Kau bisa lihat sendiri raut wajahnya. Apa kalian tidak ada yang sadar, aku berhasil menemukan siapa pengkhianat sesungguhnya!"
"Oh jadi Uldin mencurigakan karena ia suka mabuk? dari dulu aku tidak paham dengan gaya berpikirmu itu... pembela kebenaran semu"
"Kau tidak bisa mengelak Uldin. Tadi anak buahmu tidak kelihatan saat ada kerusuhan bukan? para tentara Avar itu sebenarnya adalah bawahanmu. Ada di antara mereka yang berbaur di antara pengikut kabilah biasa."
"Berbicara apa tadi Iltas? jelas-jelas pasukanku pasukan Uldin mengamankan tenda dan berkeliling seperti biasa!"
"Heh itu hanyalah siasatmu. Anak buahmu itu ada 100 orang kau pikir dapat dengan mudah memancung kepala kami berdua sebelum rombonganmu akan menghabisi Aqsaqal diam-diam saat berada di atas kapal. Rencana keduamu ini persis seperti rencana pertamamu ketika kau memimpin penyerangan kepada anak buah Irbis tadi"
"Benar juga, pantas saja saat aku menampar wajahnya tadi dia baru saja mabuk. Agar ia bisa berpura-pura lupa dan tidak dicurigai, Tuan mau sampai kapan anda diam saja. Kita harus memenggal kepala mereka berdua secepatnya, seperti yang Iltas telah katakan tadi. Bukti-bukti keterangan sudah terpampang jelas di depan mata. Kebenaran itu harus dijunjung di Negeri Gokturk ini!" tegas Heshana.
"luar biasa sandiwara Iltas dan Heshana menuduh orang lain. Aku tetap lebih mencurigai kalian berdua dan Irbis daripada Uldin," ucap Nushibi sembari meregakan tubuhnya yang terasa pegal.
"Hentikan, sudah cukup terutama kau Nushibi aku sudah mendengar semuanya dari mulutmu. Iltas, jaga mulutmu aku tidak mau mendengar kata-kata kasar itu lagi. Keputusanku sudah bulat, tidak ada yang bisa disalahkan dalam perkara ini. Semuanya sama bersalah di mataku, karena kelalaian yang diperbuat oleh kalian kita berada dalam situasi teruk seperti ini. Sekarang berhenti bertengkar dan bergerak sesuai dengan rencana sebelumnya!" tegas Ernak seraya dari tempat duduknya.
"Maaf menyela namun yang aku inginkan hanya keadilan untuk bawahanku yang tewas dibunuh oleh sang pengkianat. Inikah balasan selama aku bekerja untuk kemakmuran Gokturk, Ernak. Lihat kau tuan, kau akan menyesal karena telah mempercayai tiga orang bermuka dua itu!" teriaknya lalu pergi dari tenda itu.
Keputusan telah diambil oleh Ernak, pertemuan itu telah selesai. Para tawanan perusuh digiring dengan kasar menuju lapangan terbuka sebagai bentuk penghukuman. Ada rasa iba di hati Ernak ketika melihat mereka, akan tetapi rasa kasihan itu ia tepis karena ia harus bersikap tegas sebagai seorang pemimpin.
--
Matahari mulai terbit, meskipun sudah naik agak tinggi akan tetapi langit masih terlihat gelap kelabu. Dedaunan yang layu berwarna coklat kini berubah menjadi hitam berbau busuk menyengat. Semua itu pertanda bahwa musim dingin sudah tiba pada hari ini.
Iltas membantu secara langsung anak buahnya membereskan tenda, begitu juga dengan Heshana. Sekalipun dari keputusan Ernak, tidak ada pengkhianat. Akan tetapi hati mereka berlima masih bimbang curiga kepada satu dengan yang lainnya.
"Heshana apa jangan-jangan kau pengkhianatnya" gurau Iltas dengan santai sambil melepaskan simpul ikatan mati yang melilit pasak tenda.
"Haha kau ini bagaimana jangan-jangan kau yang pengkhianatnya" balas Heshana melakukan hal yang serupa.
Iltas sama sekali tidak mencurigai Heshana sebagai pengkhianat, karena ia paham wataknnya semenjak ia masih muda. Pertempuran demi pertempuran telah mereka jalani, baik suka dan duka telah mereka lalui dengan sabar.
Tidak disangka dari kejauhan kapal pengangkut pimpinan Ornuc telah tiba dari kejauhan, datang lebih cepat dari yang mereka sepakati. Para penghuni tenda bersorak sorai akan segera menyebrangi Sungai Volga dengan selamat.
Beberapa saat kemudian, kapal-kapal pendayung besar itu telah dijangkar ke dasar sungai. Kabilah Gokturk juga selesai merapihkan tenda-tenda mereka di waktu yang bersamaan, papan-papan anak tangga mulai diturunkan dari atas kapal dan satu persatu anggota kabilah mulai naik ke atas kapal.
Barang berat mulai diangkut perlahan ke atas kapal lalu ditaruh di dalam dek, hewan ternak untuk persedian makanan mereka juga dinaikan ke atas kapal khusus untuk hewan begitu juga dengan kuda para prajurit.
"Memang berbisnis denganmu sungguh tidak pernah mengecewakan Ornuc, andai Tentara Avar itu tidak menyerang kalian bulan ini" ucap Ernak sembari memandangi persiapan melintasi Sungai Volga dari atas kapal.
"Bicara apa kau Ernak, tentara Avar belum menyerang kami sejak berbulan-bulan yang lalu" balas Ornuc yang juga memandangi persiapan kapal.
"Tunggu dulu, kami diserang oleh mereka tadi malam. Logam mulia kami dirampas oleh mereka" raut wajah Ernak terlihat berubah total. Kaget seakan tidak percaya dengan apa yang didengar barusan.
Selama ini tuduhan Nushibi dan Heshana bahwa ada kapten pengkhianat di tubuh kabilahnya ternyata benar. Selama ini Aqsaqal itu hanya menganggap bahwa tuduh menuduh di antara mereka berlima hanya siasat untuk menjatuhkan saingan semata.
"Sialan, lalu emas yang khagan kalian janjikan untuk kami bagaimana," ketus Ornuc terlihat berusaha menahan kekecewaanya.
"Hey Ernak kau mendengarku tidak?"
"Oh ya maaf"
"Kau ini sedang memikirkan apa?"
"Justru irulah yang sedang kupikirkan saat ini Ornuc, aku berjanji akan merebut emas dan perak dari mereka. Mereka telah melintasi sungai ini menuju ke barat, kampung halaman mereka."
"Tidak justru aku merasa yakin mereka kali ini menuju ke Selatan, karena pergerakan mereka pasti cepat ketahuan kalau mereka bergerak ke arah Barat. Kalau begitu akan kupanggil Ustanak nanti, untuk membantu pencarian para pencuri itu ke Arah Selatan" tegas Ornuc mengakhiri pembicaraan itu lalu kembali ke dalam dek kapal.
Seluruh barang telah diangkut, jangkar mulai ditarik ke atas. Para pendayung di dalam kapal, sekuat tenaga mendayung kapal itu dengan sampan berukuran besar. Iring-iringan kapal satu persatu mulai meninggalkan bagian tepi sungai itu.
Kabilah Ernak sedang melintasi Sungai Volga yang dingin ini, mereka telah berjalan berhari-hari perjalanan dari Ordukent, Kotaraja Kekaisaran Gokturk hingga sampai di tempat ini.
Di perjalanan yang melelahkan ini, sebentar lagi kabilah itu akan sampai ke Wilayah Barat Suku Magyar.Riak air bergemuruh akibat dayungan kapal, terkadang bergelombang tinggi mengenai lambung kapal yang terbuat dari kayu.
Dari kejauhan, terlihat gerombolan rusa dari padang rumput mulai berenang menyebrang sungai. Tidak diketahui oleh mereka, mengapa kawanan rusa pasti bergerak seperti menghilang ketika musim dingin.
Tepian Sungai di depan telah nampak, para pendayung mulai melambatkan dayungan mereka. Iltas keluar dari dek kapal untuk menikmati angin segar pada siang hari itu. Dengan seksama ia meliha iring-iringan kapal yang akan selesai melintasi Sungai Volga.