Chereads / Frontier / Chapter 9 - - Darah di Atas Salju

Chapter 9 - - Darah di Atas Salju

Dua hari telah lewat semenjak Uldin dan Nushibi mengambil jalur perjalanan yang berbeda. Pasukan mereka berdua merasa bosan karena tidak menjumpai musuh yang sebenarnya selama 6 bulan terakhir.

Mereka berdua sama sekali tidak khawatir dengan jumlah pasukan yang lebih sedikit, akan tetapi benar apa yang digambarkan Ustanak di peta tanah yang ia buat waktu itu. Kampung kecil yang dilewati mereka sama sekali tidak ramah mengetahui kedatangan mereka. 

"Mati kalian para perampok!" teriak para penduduk desa dengan batu.

Ketika mendengar hinaan dan cacian dari warga, sebenarnya Nushibi ingin langsung menghunuskan tombaknya kepada para penduduk itu, akan tetapi Uldin menghentikannya. Mereka harus bisa menjaga citra cinta damai Gokturk.

Tanpa diketahui oleh mereka berenam, sebenarnya mereka telah memasuki wilayah yang dikuasai oleh Chechen. Bangsa tangguh yang hidup di atas gunung. Dengan dukungan dari Avar negeri itu diam-diam melakukan ekspansi ke utara untuk menghalau pengaruh Gokturk.

Persekutuan di antara dua kerajaan itu bersifat rahasia dan tidak ada negeri tetangga yang mengetahuinya. Yang diketahui secara umum, negeri itu hanya memberikan izin berdagang dan melintas bagi Avar. 

Tidak seperti tentara Gokturk, justru kampung-kampung yang dilewati tadi menyambut sukacita kedatangan tentara avar. Dari kampung itu, tentara avar berpindah dari satu kampung ke kampung yang lain tanpa bisa diketahui keberadaanya oleh telik sandi Uldin. 

Kalau benar yang digambarkan oleh Ustanak di peta itu, kampung besar yang akan mereka lalui selanjutnya adalah kampung Chechen yang membayar pajak kepada Gokturk. Nushibi tersenyum licik, tahu kalau posisi kampung yang terletak dengan Laut Hitam itu dapat ia buat sebagai basis kekuatan militer. 

"Heh kalau mereka menolak kali ini akan aku julang mereka satu persatu agar menuruti kemauanku"

"Kenapa kau malah berbicara sendiri Nushibi? kau tidak kasihan terhadap para warga?" sahut Uldin dari atas kudanya.

"Kau ini pintar atau bagaimana, kalau kita bisa mengalahkan tentara itu lebih dahulu daripada mereka bertiga kita akan mendapat emas yang banyak dari khan. Masa bodo dengan citra cinta damai itu" sahut Nushibi tetap tersenyum dengan licik.

"Tapi menurutku seharusnya yang kita khawatirkan adalah sang pengkhianat?"

"Haha bodoh pengkhianatnya ada di sebelah sana. Siapa yang peduli kalau mereka tewas! itulah balasan karena telah menghina Suku Uyghur"

"Kau pendendam juga rupanya ya Nushibi"

Uldin paham dengan maksud Nushibi selanjutnya, pasukan mereka yang kecil dapat bertambah setibanya di kampung itu. Prajurit pejalan kaki tentu dibutuhkan untuk membantu penunggang berkuda begitupun sebaliknya. 

Akan tetapi di kampung yang seharusnya tunduk pada Gokturk itu, pasukan telik sandi Gokturk mendapati ratusan jejak kaki tentara avar yang telah singgah di sana. Seketika iring-iringan kuda itu berhenti, siang itu ketegangan langsung menyelimuti mereka lagi. 

Nushibi hanya tertawa dengan kebodohan yang tentara musuh tampakan, akan tetapi ia tentu paham kalau tentara avar pasti sudah bosan menunggu untuk menyergap mereka di kampung itu. Pertanda bahwa Avar telah datang dan menaklukan kampung itu jauh lebih dulu. 

"Mundur!" satu kata yang terucap dari bibir Nushibi sebelum ia memberi perintah untuk berbalik arah.

-- 

"Bapak tetua! aku bisa mendengar pergerakan mereka sesuai dengan apa yang kita rencanakan." ujar salah satu telik sandi setelah berlari menemuinya.

Orang tua itu hanya tersenyum sinis dengan busur yang sudah ia genggam. Tentara Gokturk yang berada di luar kampung telah masuk ke dalam perangkap lebih mudah dari apa yang diperkirakan.

"Kau bilang apa tadi? lelaki di hadapanmu ini masih 50 tahun belum terlalu tua, tentu kuat untuk bertarung" ketusnya.

Manakh meregangkan persendiannya, darah di dalam nadinya telah mendidih ingin segera melesatkan panah di pundaknya. 

Pasukan Gokturk semakin mendekat ke arah hutan pinus, rute agar mereka dapat berbelok menuju ke Dataran Kuma. Setelah berbicara dengan Uldin, mereka berdua sepakat untuk bersatu kembali dengan pasukan pimpinan Iltas.

Sekalipun Nushibi membenci orang itu akan tetapi ia lebih benci kalau dikalahkan oleh musuh. Ia harus cepat, sebelum pasukan berkuda yang berada di kampung itu mengejarnya. 

Srat! 

Tiba-tiba salah satu pasukan berkuda di depan telah terjatuh akibat lesatan panah Manakh. Dia adalah pemimpin klan sekaligus pemanah terhebat di seluruh Chechnya. Panah-panah itu mulai melesat lagi dari busurnya. Pipi Nushibi dan Uldin yang berada di tengah tergores oleh lesatan anak panahnya.

Manakh tersenyum akan tetapi ada ketidakpuasan dalam hati karena beberapa tembakannya meleset, matanya sudah terkena rabun tua. Pasukan yang ia sergap sudah berhenti bergerak.

Inilah saat yang tepat bagi para pemanah lain untuk mulai melesatkan panah mereka. Seketika darah lebih banyak mulai tumpah di atas salju dan pasukan berkuda gokturk menjadi tidak stabil. Kuda mereka menjadi sulit dikendalikan akibat kekacauan yang terjadi.

Srat!

"Terus lesatkan panah kalian!" teriakan Manakh disambut dengan antusias oleh anak buahnya.

Hoooo!

Tubuh pasukan Gokturk terlindung oleh zirah akan tetapi zirah itu tidak membuat mereka sepenuhnya kebal. 

Para pemanah mengincar kuda yang tidak diberikan zirah di setiap bagiannya. Nushibi dan Uldin tidak mau kalah, mereka memberi perintah agar kavaleri segera menyebar untuk menyerang balik posisi pemanah yang berada agak menanjak, terlindung oleh pagar yang mereka buat. 

"Menarik padahal kudengar dari tentara avar kalau kapten tentara gokturk adalah amatiran." ujarnya ikut melesatkan anak panah.

"Itulah tetua seharusnya kita tidak pernah meremehkan musuh" jawab Nakhci salah satu anak buahnya.

"Kau benar nak Nakhci hal yang terhina bagi para ksatria untuk terlalu merendahkan musuh. Mari kita tunjukan kepada orang-orang gokturk itu arti dari ksatria sejati" balas Manakh.

Dari kejauhan, Nushibi yang berada di posisi depan memimpin pasukannya dengan gegap gempita. Tatapan sinisnya segera terarah menghadap iring-iringan pasukan berkuda musuh.

Sekilas tatapan kedua pemimpin itu bertemu, Nushibi dapat melihat dengan jelas musuhnya yang saat ini mengenakan topi berbulu dengan hiasan indah.

Dari samping, Tabu sang kapten avar yang memakai tombak emas berusaha untuk menghentikan langkah kudanya. 

Ting! 

"Kau pasti pemimpinnya ya kan! kesini kalau kau berani" teriak kapten itu.

Tentu Nushibi dengan senyum liciknya menyambut tantangan itu, kapten yang berasal dari Suku Uyghur itu memiliki pengalaman tempur yang sama seperti Iltas. 

"Haha hanya segini kemampuanmu! mengecewakan" balas Nushibi.

Ting!

Pertarungan sengit itu tidak dapat dihindari. Tabu mengayunkan tombaknya ke arah Nushibi akan tetapi kapten avar itu tidak menyangka kapten gokturk bisa sekuat ini.

Nushibi mulai mengalihkan perhatiannya kepada Tabu namun tetap waspada dengan gerakan Manakh, perisainya selalu siap untuk menangkis panah yang Manakh lesatkan. Setiap ayunan tombaknya ditangkis dengan sangat mudah oleh Nushibi.

"Sialan!" teriak Tabu yang dibalas dengan senyuman menghinakan oleh Nushibi.

Hal ini membuat matanya melotot dan giginya bergemurutuk menahan amarah. Secara membabi buta kapten itu menghentakan kakinya berkali-kali ke kudanya dan terus mengayunkan tombaknya. 

"Ayo kuda bodoh lebih cepat lagi!" teriak Tabu

"Kau sudah ingin pipis di celana ya Kapten Avar?"

Ting!

Manakh dan Nakhci beberapa kali menembakan panahnya ke arah Nushibi, akan tetapi semua serangan itu dapat ditangkis menggunakan perisainya. Nushibi lalu melemparkan tombak ke arah Manakh, hal ini dilihat oleh Tabu sebagai kesempatan emas untuk membalas. 

Srat!

"Bodoh" ujarnya dengan santai. kepala kapten avar itu telah melayang di udara, Nushibi membersihkan bercak darah di pedang lengkung miliknya. Tubuh tanpa kepala itu ambruk di atas salju berlumuran darah.

Anak buahnya hanya menyaksikan dengan rasa takut sambil mundur dan menembaki pasukan gokturk dengan panah. Diluar dugaan Manakh, Nushibi memacu kuda mengejar para pemanah berkuda avar yang berpencar tidak karuan di antara pepohonan. 

Sebenarnya ini hanyalah siasat Nushibi agar pemanah musuh itu menjadi lengah, memusatkan perhatian mereka ke pasukannya. Dengan rencana tersebut, pasukan yang dipimpin oleh Uldin dapat dengan leluasa menyerang para pemanah dari belakang. 

Namun diluar dugaan penunggang berkuda gokturk disergap oleh para penombak berbendera chechen yang keluar dari semak persembunyian mereka. Nushibi mendecakan lidahnya, lawan yang dihadapi saat ini lebih tangguh dari yang ia kira. 

Pasukan berkuda ketika bertarung di hutan tidak dapat bergerak bebas seperti di dataran terbuka yang luas. Sekalipun posisi pasukan Chechen diuntungkan dalam pertempuran ini, Manakh yang terkenal cerdik oleh kaumnya itu diam-diam kagum dengan ketangguhan pasukan gokturk saat ini. 

Hari menjelang sore di hutan itu, korban berjatuhan dikedua belah pihak. Pertempuran di jenggala itu masih berimbang, sekalipun jumlah tentara chechen yang menyerang gokturk lebih banyak.