Chereads / Frontier / Chapter 4 - - Menuju ke Selatan

Chapter 4 - - Menuju ke Selatan

Mereka akan tiba di pinggiran sungai tak lama lagi. Sebelum kapal-kapal itu membenamkan jangkarnya ke dasar sungai, Iltas bersama pasukannya mulai mempersiapkan diri mengenakan baju zirah mereka satu persatu. 

Baju zirah itu menyerupai jubah tebal yang setiap ikatannya dilapisi dengan rantai. Baju tersebut sanggup melindungi penggunanya dari serangan benda tajam dari bagian kepala hingga ke betis.

Di ruangan ganti mereka, berbagai senjata telah tersusun rapi. Pedang, perisai, tombak, busur maupun anak panah. Tidak ada aturan baku yang kaku dalam kemiliteran Gokturk, mereka dapat menggunakan senjata manapun sesuai kehendak masing-masing. 

Sebelum sempat keluar dari dek kapal menemui pasukannya yang telah bersiap untuk turun dari kapal, sejenak Iltas kembali ke kamar pribadinya. Dipandangi olehnya topeng warisan ibunya itu yang tergeletak di meja kamarnya.

Topeng itu berbentuk seperti tengkorak kepala manusia, topeng yang dahulunya pernah digunakan oleh Kakeknya yang merupakan bangsawan Rouran untuk bertempur. Iltas mengenakan topeng tempur yang biasa digunakan olehnya itu.

Terdengar dari dalam dek, papan anak tangga dari samping kapal telah menghantam ke tanah. Iltas keluar dari dalam dek, dari belakang ia memandangi anak buahnya dan anggota kabilah lain mulai turun dari kapal dengan membawa barang-barang dan perlengkapan masing-masing.

Secepatnya mereka akan mempersiapkan perjalanan kabilah selanjutnya sebagaimana mestinya. Sementara para prajurit mulai menaiki kuda mereka dan mulai memisah dari anggota kabilah yang lain.

Prajurit Gokturk, memiliki tugas tersendiri nantinya sesuai arahan yang diberikan Ernak sebelum mereka menaiki kapal.

Iltas mulai turun dari kapal yang ia naiki, anak buahnya dengan sigap membawakan kuda miliknya. "Seperti yang telah disampaikan oleh tuan Aqsaqal, kita segera bergerak!" teriaknya sembari memacu kuda ke barisan terdepan para prajuritnya. 

Pletak!

Pasukan berkuda Iltas mulai berbaris rapi mengikuti pasukan berkuda Irbis yang datang paling awal, berada di depan menunggu pasukan yang lain. Posisi tempat dibariskannya mereka agak jauh dari tepian sungai, tepatnya di pinggiran hutan pinus. 

Bukan tanpa alasan pemilihan penempatan mereka disana. Ernak percaya dari lisan nenek moyangnya, bahwa roh penunggu pohon pinus akan memberi keberentungan dan keselamatan di awal musim dingin, bagi siapa saja yang berteduh didekatnya. 

"Kalian percaya dengan dongeng sebelum tidur Ernak itu?" tanya Iltas dari atas kudanya seraya dengan raut wajah menohok kepada kapten lain yang ditempatkan sama sepertinya berada paling depan.

"Oh si anak mongol ini berulah lagi rupanya!" spontan balas Uldin masih belum terima atas tuduhannya kemarin. 

Ketika mereka berdua akan berseteru, Ernak telah berada di depan seluruh pasukan. Iltas hanya mendecakan lidahnya, menatap tajam Uldin sebelum memperhatikan pemimpin yang saat ini berada di hadapan mereka berlima. 

"Logam mulia kita telah dicuri dan harga diri kita diinjak-injak oleh Avar! aku menyuruh kalian untuk mengejar gerombolan mereka sampai ke Selatan. Pengamanan kabilah akan diserahkan oleh Suku Magyar. Mulai sekarang kita akan berpisah, setelah mengantarkan bahan bangunan dan semisalnya, kabilah ini akan kembali ke Ordukent untuk meminta bala bantuan. Tugas kalian hanya satu bertahan hidup dan meraih kemenangan. Wahai abdi Gokturk! berbahagialah karena kalian adalah pasukan pertama yang memulai serangan besar pertama untuk menghancurkan Avar!"

Uuuooohhh!

Sorak sorai pasukan Gokturk menggema, antusias terhadap tugas yang diberikan kepada mereka. Ernak lalu memperkenalkan Ustanak, salah satu kepala klan Magyar kepada semua orang, sebelum ia pergi untuk segera melanjutkan perjalanan kabilah.

Dari dalam tenda pertemuan para kapten, perseteruan mereka berlima tadi malam meruncing kembali siang ini.

"Sudahlah, buang perseteruan kita tadi malam. kita diburu oleh waktu untuk bergerak ke Selatan. Apa guna kita berdebat perihal tadi malam sekarang ini?" ungkap Irbis dengan kesal sembari menatap kawan-kawannya.

Saran dari Irbis sama sekali tidak digubris oleh Nushibi. Dia masih memandang sinis Ustanak sejak awal pertemuan. Rasa kekesalannya semakin memuncak ketika ia ingat, Ernak yang berada satu kapal dengannya tadi menceritakan perihal Suku Magyar.

"Oh jadi begitu ya selama ini kabilah kami diserang sedangkan kampung kalian aman-aman saja? oh jangan-jangan Magyar sudah tidak setia lagi dengan Khan kita di Ordukent?" tanya Nushibi dengan sinis. 

"Apa maksudmu berkata demikian, apa kau tidak tahu berapa banyak keluarga Magyar yang dibantai oleh mereka tahun lalu. Apa kau tahu! bisa-bisanya kesetian kami dihinakan seperti" balas Ustanak langsung menunjukan kekesalannya.

"Oh begitu ya sudah jelas maksudku. Kawan bisa menjadi lawan begitupun sebaliknya

Intinya Magyar sudah jelas bersekutu dengan Avar!" tegas Nushibi.

"Hentikan pertengkaran ini! sudahlah Nushibi aku juga kesal dengan Iltas. tapi untuk saat ini kita ikuti saja saran dari Irbis dan mempercayakan kemampuan orang ini memandu jalan kita" balas Uldin.

"Ucapan Nushibi jangan diambil hati, memang orangnya seperti itu. Anak muda langsung saja kau bisa menunjukan jalan mana yang harus kita tempuh sekarang" sahut Heshana.

Tanpa banyak berkata-kata, Ustanak segera keluar dari tenda sambil membawa ranting kayu. Kelima kapten itu ikut keluar memperhatikan Ustanak perlahan melukis di atas tanah.

Garis demi garis mulai ia padukan, membentuk peta keseluruhan wilayah Kaukasus dan Stepa yang ia tahu. Perlahan gambar garis di atas tanah itu mulai dilengkapinya. Di dalam gambar itu, terlihat gambar rumah dibulati lingkaran yang berarti kampung yang ramah terhadap gokturk. Seentara rumah yang diberi tanda silang berarti sebaliknya.

Lalu gambar itu diberi garis lagi di dalamnya, menandakan bahwa wilayah tersebut terpecah-pecah menjadi negeri-negeri kecil. Dari atas gambar hingga menyentuh sebagian kecil gambar kaukasus, diarsirnya bagian itu dengan puluhan segitiga kecil itulah wilayah yang dikuasai oleh Gokturk.

Heshana hanya bisa terheran-heran dengan banyaknya gambar rumah silang yang berada di tempat yang diarsir segitiga. Gambar itu juga secara keseluruhan dilengkapi dengan sungai, gunung, dan berbagai macam gambar hewan yang menandakan hewan yang bisa diburu di tempat itu pada musim dingin. 

"Sebentar, apa kau tidak salah. Bukankah kampung-kampung Kaukasus itu rutin membayar pajak? kenapa tidak ikut diarsir" tanya Heshana sembari menperhatikan dengan seksama peta yang terbuat dari tanah itu. 

"Memang benar kapten, wilayah-wilayah itu rajin membayar pajak akan tetapi mereka melakukan itu karena terpaksa. Daerah itu paranoid diserang oleh kalian jika tidak membayar. Apabila pasukan ini bermukim di wilayah tersebut dibawah terpaan es maka hanya bencana yang akan menimpa kita" jawab Ustanak. 

"Ah aku paham sekarang, jadi kau ingin kita mengambil rute yang padat dengan sumber makanan. Kalau seandainya penduduk kampung menolak memberikan logistik, kita tidak perlu khawatir lagi soal mencari makanan" 

"Tepat sekali Tuan Heshana itu adalah rencana yang terbaik."

"Tunggu dulu, jadi itu ya rencanamu. Kau ingin kita mengambil rute yang terjal agar kita semua mati kedinginan. Kau pikir aku dan pasukanku tidak tahu rute perjalanan yang biasa digunakan di wilayah ini. Wilayah terbaik yang kau pilih semuanya itu adalah hutan! kau pikir pasukan berkuda Gokturk adalah orang hutan!?" spontan sahut Nushibi 

"Nushibi kau dan Uldin pengkhianatnya, mati kalian berdua!" balas Iltas kehilangan kesabaran sembari menghunuskan pedangnya.

Dengan cepat Irbis dan Heshana menenangkan suasana, perlahan Iltas menyarungkan kembali pedangnya. Uldin dan Nushibi menatap tajam ke arah mereka berempat, lalu mereka berdua menuju ke arah pasukannya masing-masing dan bergerak sendiri menuju rute biasa yang dilalui kebanyakan orang. 

Terpecah sudah pasukan Gokturk menjadi dua, Nushibi dan Uldin sore itu juga bertolak bersama 200 pasukannya menuju ke selatan. Iltas hanya bisa mengelus dada melihat tingkah mereka berdua yang semaunya sendiri.

Dini hari pada esoknya, 300 pasukan itu mulai bergerak dibawah pimpinan Iltas atas saran dari Ustanak, melewati jalur perjalanan yang terjal dan berbatu. Baru saja di awal perjalanan, angin dingin telah bertiup sangat kencang dan matahari masih belum juga menampakan sinarnya.