Tatapan mematikan itu masih melekat pada pandangan mereka. Maria semakin menajamkan matanya. Dalam hening, dia mengingat ucapannya pada Diego tempo lalu.
*
"Ayah. Aku ingin membuat perjanjian pada mu."
Maria menemui Diego yang sedang berada diruang kerja pribadi yang terdapat dibagian bangunan sebelah sayap kiri dari mansion ini.
"Kau ingin bernegosiasi?" Tanya Diego.
"Aku akan membuat perjanjian pernikahan yang bunyinya harus disetujui oleh Aku dan…," Perkataan Maria terhenti. Tak sudi rasanya dia menyebutkan nama lelaki yang dijodohkan padanya.
"Lelaki mesum itu." Ucap Maria langsung tanpa basa-basi.
"Maria, haruskah kau menyebutnya seperti itu?"
"Tak ada yang lebih pantas dari sebutan itu untuknya dari ku Ayah."
Diego menghela napas panjang, menggeleng dan mengerutkan dahi. "Dia akan menjadi suami…,,"
"Tidak. Sampai dia menyetujui Perjanjian pernikahan."
"Perjanjian pernikahan? Maksud kamu Pra nikah? Ayah tak bodoh untuk tidak melindungi harta mu."
"Tidak ada yang harus aku lindungi atas harta ku. Harta ku tak jauh lebih penting dari pada harga diri ku, Ayah."
Diego terdiam. Suasana lenggang. Ruang kerja pribadi itu terasa sunyi sejenak.
"Jadi, perjanjian pernikahan seperti apa yang kau inginkan?"
"Ayah tidak perlu memikirkan tentang isi perjanjian itu saat ini. Ayah hanya perlu menandatangani sebagai saksi atau orang ketiga."
"Aku berjanji pada ayah, jika Lelaki mesum itu menyetujui perjanjian pernikahan yang kubuat. Aku menyetujui pernikahan ini."
Maria menunduk dan langsung melangkah keluar meninggalkan Diego diruangan dalam rasa penasarannya. Perjanjian pernikahan seperti apa sebenarnya yang akan dibuat oleh anak perempuannya itu. Diego tahu, ini pasti sesuatu hal yang berat untuk Kenric setujui. Karena Maria terlihat sangat percaya diri.
Saat itu, Maria memiliki keyakinan penuh bahwa dia bisa mengubah takdir yang diciptakan oleh orang tuanya atas hidupnya. Meski Dia sudah mandiri dan bisa hidup diatas kakinya sendiri, dia tetap tidak bisa mempermalukan Ayahnya atas apa yang sudah diumumkan di depan publik.
Walau dia sangat tidak meneyetujui hal itu, karena nama besar keluarganya adalah tanggung jawabnya. Maria tak mau membatalkan pernihakan ini dengan mempermalukan Diego. Jadi, dia harus sedikit membuat rencana untuk menyelamatkan hidupnya dengan mengorbankan orang lain.
Dia hanya harus sedikit membuat permainan yang jelas akan menguntungkan dirinya.
'Aku akan membereskan semuanya tanpa harus mencemari nama keluarga ku. Akan ku buat semua limpahan kesalahan itu padanya. Menikah dengannya? Melihatnya saja sudah membuat ku mual' pikir Maria.
Dia membuka pintu dan sedikit terkejut melihat Sorenda sedang menempelkan telinga dipintu. Dia tahu, ibunya sedang menguping pembicaraannya.
*
Rasa mual itu terasa nyata saat ini. Saat Kenric semakin melangkah mendekat dengan tak meluputi tatapannya. Maria tetap berdiri tak bergeming menunggu pergerakan. Sampai Kenric berdiri tepat berhadapan dengan nya dalam jarak yang dekat.
Namun, mata Maria tak gentar menatap tajam Kenric. Bola mata huzle dan dan coklat gelap itu kini saling menyelami. Bukan karena hasrat atau kerinduan, melainkan kebencian.
"Bagaimana? Ini yang kau inginkan bukan?" Ejek Kenric.
"Sepertinya, aku berhasil membuat mu terkejut." Timpalnya.
Maria mengigit gigi, menahan emosi. nafasnya pun tampak semakin tak beraturan. Membuat sisi dada nya bergerak naik-turun berirama. Belum lagi bibir sexy yang dilapisi dengan lipstik warna maroon, sedikit tertarik kedalam karena digigit kecil oleh Maria.
'Ekspresi mu sangat membuat sisi lain dari tubuhku terasa bangun memberontak'
'Kau sungguh seperti seorang pembunuh. Tapi, mengapa semakin terlihat menggoda' pikiran yang berkecamuk dalam diamnya tatapan Kenric.
"Kau yakin dengan keputusan mu?" Tanya Maria. Akhirnya, bibir sexy yang terpaku menahan emosi, kini berbicara.
Kenric tersenyum, "mengapa aku harus tak yakin? Oh! Atau kau mengharapkan hal lain? Keputusan ku tak sesuai dengan ekspektasi mu?" Cerca Kenric.
"Menikah dengan ku artinya sama saja kau tak bisa main gila bersama para jalang mu."
"Tidak mencicipi wanita bukankah sama seperti Anji*g yang tidak dapat menjilati tulang?! Tidak kah itu menjadi kiamat untuk mu?!"
(Deg) Terasa ada yang menghantam sangat keras dijantung Ku. Anji*g? Apakah baru saja dia menyamai Ku dengan binatang itu? Perempuan ini, benar-benar membuat kesabaran ku hampir habis. Ini sungguh penghinaan, tak ada yang berani menghina ku seperti ini sebelumnya. Bahkan, merekalah (para wanita) yang mencapakkan diri keranjangku.
"KAU…," Emosi Kenric mulai terpancing.
"KENAPA? Kau tak terima dengan ucapan ku? Seorang pencuri tak akan pernah menerima jika dirinya dijuluki sebagai MALING. Dia hanya secara sadar berbuat kesalahan namun tak mau disalahkan. Bukankah itu gambaran atas dirimu?" Serang Maria.
"Wah! Bibir sexy mu sungguh menawan ketika membicarakan kesalahan orang lain. Hingga lupa berkaca pada diri sendiri. Kau tak lebih baik dari Maling. Dan maling tak lebih hina dari mu." Balas Kenric.
Tanpa mereka sadari, posisi mereka lebih intens saat ini.
"JAGA UCAPAN MU!" Maria menaikkan suara sambil mengacungkan jari telunjuknya diwajah Kenric. Segera dia melangkah melewati Kenric untuk menuju pintu keluar.
Belum sampai dengan tujuan langkahnya. Maria kembali tertahan. Ya, Kenric menarik tangan dan menahan kepergiannya. Pergerakan yang pernah dilakukan Kenric sebelumnya, untuk menahan kepergian Maria.
"Nona Maria, mengapa kau sangat terburu-buru. Tahanlah emosi mu, tinggal lah bersama ku lebih lama lagi. " Goda Kenric, memancing kemarahan Maria.
"Aku tak perlu memperingati mu untuk kedua kali. JANGAN LEWATI BATASAN MU!!!." Ucap Maria sambil menyentap tanganya dari genggaman Kenric.
Maria melanjutkan langkahya, tekanan langkah itu sangat terasa atas kemarahan Maria. Mungkin, jika saat ini ada yang menyenggol sedikit saja bahunya, akan dipastikan orang itu akan menajdi santapannya.
'BRAAKK' Maria membanting pintu dengan keras. Kenric masih terpaku dalam tatapannya melihat punggung Maria yang sudah menghilang. Dia tersenyum penuh makna seolah merasa menang dan puas.
Tapi, mungkinkah senyum itu karena kemenangannya pada permaianan yang diciptakan oleh Maria atau senang menikmati kemarahan Maria?
Kenric menenggak wine yang tersisa digelas Maria. Dia menatap lekat gelas itu sambil tersenyum sinis.
'Ini baru permulaan, aku akan membuat setiap malam mu menjadi malam yang tak akan pernah kau lupakan seumur hidup mu' batin Kenric.
'Dreet…Dreet…Dreet… Belva is Calling' tulisan dilayar sentuh handphone milik Kenric. Tanpa beban Kenric me-reject panggilan itu. Dia kembali menenggak wine dan menikmatinya. Tak lama setelahnya, dia melangkah dan terhenti. Tidak jauh dari poisisnya bersama Maria tadi, dia melihat anting duduk dengan mata berlian hitam tergeletak dilantai.
Dia membungkuk dan mengambil anting itu. Dengan senyumnya dia menyadari kepemilikan dari anting itu. Tidak lain adalah wanita yang baru saja bertengkar dengannya.
Meski terkesan tak perduli, tapi, Kenric sangat mengingat setiap bagian yang dikenakan oleh Maria.
"Black diamond star, kau sungguh mempunyai selera yang bagus. Hmm…mmm tidak. Aku menarik kata-kata ku. Jika selera mu bagus, tentu, kau tidak akan menolak ku." Ucap Kenric. Dia berbicara seolah anting itu bisa menjawabnya.