Chereads / Encouragement For Lunara / Chapter 10 - Pembullyan Dari AngelEs

Chapter 10 - Pembullyan Dari AngelEs

Mata Luna masih menatap tangan Saka, mata menjelajah di sekelilingnya melihat teman-teman yang memperhatikan mereka di lapangan tengah yang panas.

"Ulat bulu?"

Luna menggerakkannya, mendekatkan tubuh kepada Saka meminta tolong untuk membuangnya.

Dia bahkan menangis karena satu binatang yang paling dia takuti adalah ulat bulu yang menggelikan.

"Pak, tolong."

Yona berlari menghampiri mereka bersama Ekie.

"Diam."

Saka mengibas ulat itu pergi dengan jarinya.

Yona ikut geli melihatnya.

"Makasih, Pak."

"Iya. Nanti kamu bisa datang setelah jam sekolah."

Saka pergi dengan aura keren.

Luna merasa malu sendiri, perkiraannya mengenai guru tampan itu ingin melakukan hal yang romantis dengan perasaan.

"Kenapa? Jangan bilang kalau kamu juga menyukai Kak Saka seperti siswi lainnya."

Yona sengaja mengajaknya bercanda.

"Apaan sih. Ekie, kamu sekolah di sini juga?"

"Enggak. Sebentar lagi akan ada olimpiade matematika di sini jadi aku bersama beberapa teman lainnya hanya ini berkunjung ke sekolah ini. kebetulan sekali aku bertemu dengan Yona yang sudah membantuku beberapa hari yang lalu."

"Kalian baru kenalan?"

"Iya."

"Membantu?"

"Iya... kemarin tuh rantai sepeda Ekie lepas jadi aku membantunya. Aku ketemu dia di jalan."

"Iya. Aku tidak heran jika kamu mengatakan Yona membantumu membenturkan rantai sepedamu karena dia anaknya kuat dan super bisa."

"Ah...pujianmu berlebihan."

Mereka bertiga duduk di bawah pohon sebelumnya.

Dari jarak yang jauh, Naomi membicarakan tentang Luna bersama ketiga temannya.

"Tadi Liam yang dia dekati sekarang Pak Saka. ternyata kepolosannya hanya topeng dan dia wanita ular yang berbisa."

"Harus kita kasih pelajaran, tuh anak," kata Sari.

Mereka bertiga tersenyum sambil membayangkan ide di atas rencana yang akan mereka lakukan kepada Luna.

***

Luna membantu Saka memeriksa hasil ujian bahasa inggris para kakak kelasnya. Penjelasannya diberitahukan oleh Saka jadi Luna sekaligus Yona yang ikut hanya memberikan simbol centang atau silang saja.

"Hem... Yona, ini tepat sepuluh tahun kedua orang tua kita meninggal jadi nanti malam kita akan mengadakan acara kecil-kecil dengan anak panti."

"Iya Kak Luna, apa kamu mau ikut?"

Yona mengajak Luna, dia sudah merasa menjadi teman dekat.

"Aku tanya Mama dulu nanti."

Luna keluar dari ruangan Saka, dia berjalan menuju keluar dari sekolah tetapi ketika baru berjalan di depan gudang seseorang terasa sedang mengikutinya.

Dia menoleh ke belakang, akan tetapi hanya yang dia lihat.

"Hai!"

Seseorang memanggilnya dari depan, Luna kembali menoleh ke depan.

Bola basket langsung terarah kepadanya dan mengenai kepalanya hingga kepalanya pusing.

Naomi melemparkan keranjang bola tersebut kepadanya.

Kedua temannya muncul dari belakang, mereka memegang kedua tangan Luna dan membawanya masuk ke dalam gudang.

"Lo pikir lo itu cantik. Ini gue buat lo cantik seperti bidadari bersayap sepuluhan. "

Naomi memberikan lipstik di bibir Luna, bukan hanya di satu titik tetapi mereka juga memberikan tanda silang di pipi dan dahinya. Pemberontakan dikeluarkan oleh Luna, akan tetapi semua itu hanya sia-sia.

Dia begitu tertindas hingga menangis, mereka meninggalkannya di gudang dengan pintu yang tidak terkunci.

"Awas kalau lo ngadu. Pendidikan lo bisa punah sampai di sini."

Naomi mengancam.

***

Mata Luna terbuka, dia menyadari dirinya berhasil di lantai gudang. Dia melihat seseorang membuka pintu, sepasang sepatu yang dipakai seorang pria berjalan mendekatinya hingga berhenti tepat di depan dia dengan jarak satu cm. Mata Luna memandangi sosok itu dari bawah hingga ke atas dengan posisi yang masih terbaring. Dia bangun duduk dengan kaki yang melipat ke belakang.

"Siapa yang melakukan ini? Apa Naomi?"

Sosok itu adalah Liam, dia membantu Luna berdiri dan membawanya keluar dari gudang menuju ke toilet sekolah.

Mereka berjalan di bawah terangnya lampu sekolah karena hari sudah malam.

"Cuci wajahmu dan bersihkan."

Liam memberikan sapu tangan kepadanya, dia membersihkan wajahnya dengan Liam yang berdiri di luar dengan bersandar di dinding dan kedua tangan di sakunya.

Liam mengucek kedua bola matanya karena merasa mengantuk.

"Terima kasih, Kak."

"Sejak kapan kamu terkunci di sana?"

"Siang. Mereka...."

"Jangan berbicara di sini. Biasanya di toilet sekolah biasa ada makhluk astral."

Bunyi suara benda terjatuh terdengar, Luna memeluk Liam karena kaget sekaligus takut. Tremor tangan Luna bisa dirasakan oleh Liam, dia juga bisa merasakan gadis itu yang terkena mental oleh sikap Naomi yang sering membuly anak-anak di sekolah.

Liam memanggilnya, dia menggenggam tangan Luna dan membawanya keluar dari sekolah yang menaiki motor besarnya.

"Kak ngapain di sekolah malam-malam."

Liam hanya diam, bertanya-tanya pertanyaan Luna yang duduk di belakangnya.

"Ini rumahmu?"

Liam melepaskan helm, dia melihat kedua orang tua Luna berdiri berdiri diteras.

"Kamu dari mana saja...."

"Maaf Tante. Sebenarnya ada pekerjaan di sekolah bagi murid yang unggul. Kami membersihkan dan mempersiapkan sekolah untuk penyambutan olimpiade di sekolah yang dijadikan sebagai tuan rumah."

Liam berbohong demi menjaga rahasia pembulian tersebut.

Luna sudah berpesan untuk tidak mengatakannya karena dia takut apa.yamg dikatakan oleh Naomi benar kenyatannya.

"Lain kali kamu tidak boleh begini karena kamu membuat Mama dan Papa cemas," tegas Arya.

"Iya, Pa."

Arya menyuruh Liam pulang karena sudah malam, aku masuk ke dalam rumah dengan pandanganku menoleh ke belakang.

"Aku senang waktu waktu banyak bersama kak Liam," kata Luna dalam hati.

Dia masuk ke dalam kamar, membersihkan tubuh dengan senyuman ketika membuat kembali dengan Liam, dan dia juga ingat dengan Naomi yang membuat dia sedih.

"Yona. Dia mengajakku tadi ke rumahnya."

Luna membersihkan tubuh dengan cepat, keluar dari kamar mandi dan memakai baju yang panjang. Mata Luna memandangi jam tangan yang diberikan oleh Saka, masih jam tujuh dan acara akan dilaksanakan jam delapan. Karena ada waktu dia pergi ke sana untuk menghargai Yona yang sudah mau menjadi teman.

"Kamu ke mana lagi?"

Tiwi bertanya, dia sebenarnya masih marah. Namun, tadi mereka tidak menunjukkan kemarahan karena di hadapan Liam.

"Sebenarnya ada acara sedekah di rumah Yona. Dia teman baruku di sekolah. Sedekah itu dilakukan untuk kematian kedua orang tuanya. Dia tinggal bersama kakaknya guru di sekolah."

"Biarin aja, Ma. Kalau begitu Papa antar dan nanti pulang naik taksi. Pilih sopir wanita agar kamu tidak diapa-apakan malam-malam begini."

Ketika ingin mengantar Luna mobil tiba-tiba tidak bisa disetir, mesinnya mati. Dia mencarikan taksi terpercaya untuk luna.

"Ke jalan Matahari, Mas."

Si sopir itu mengangguk. Awal Arya tak percaya, dia langsung bingung sekaligus penasaran.Namun, Luna keburu masuk dan mengalahkan tangan Arya.

Senyuman licik terlihat dari sopir yang memakai topi warna putih tersebut. Namun, Luna tidak menyadarinya.

Sampai jumpa di bab selanjutnya....