Chereads / Encouragement For Lunara / Chapter 6 - Menyelinap Ke Kamar Lunara

Chapter 6 - Menyelinap Ke Kamar Lunara

Sosok yang berdiri di hadapan mereka adalah Liam Walandra. Ucapan terima kasih diberikan oleh Liam sambil menjabat tangan Saka dengan tingkahnya seolah gurunya tersebut adalah temannya sendiri. Gayanya terlihat sok, kedua tangan berada di dalam saku celana.

Luna menatapnya tanpa kedip, dia begitu terpesona melihat pemuda tersebut yang membuat jantungnya berdetak sangat kencang.

DEG DEG DEG!

Dia bisa merasakan jantungnya tak terkontrol, dia tersenyum dan ketika Liam melirik ke arahnya senyuman itu menghilang dengan kepala yang dia tekuk.

"Tumben kamu mengucapkan terima kasih."

Saka melepaskan tangannya dari Liam, dia kebingungan melihat tingkah murid angkuhnya tersebut. Dia berdiri dan berada di hadapannya sambil bertanya maksud dari perkataannya.

"Ternyata pacar Anda begini. Ini."

Liam mengira mereka berdua menjalin hubungan, dia mengambil jepitan rambut yang dia temukan dan memberikannya kepada Saka. Dia berlaku pergi meninggalkan keberadaan mereka berdua, dengan gaya yang sama.

"Pemuda angkuh itu berbeda sekali dengan kakaknya."

Wajah kesal Saka terlihat, dia mengepal tangan dan baru menyadari jepitan rambut itu.

"Ini punyaku. Aku ingat saat itu menyelipkannya di buku yang kami antar ke rumah besar itu."

"Kalau begitu ini."

Saka membantu untuk memasangkannya ke rambut Luna. Dia tersenyum menepikan emosional.

Usai hukuman selesai Luna kembali ke kelas, dia membuka buku yang dia pinjam di perpustakaan. Kembali memorinya keringat saat dimana dia melihat Liam dan itu benar-benar membuatnya ke pikiran. Dia sampai tersenyum-senyum sendiri, dia bahkan tak konsentrasi saat belajar di mata pelajaran berikutnya.

"Cie... kenapa Ini?"

Yona menoleh ke belakang saat seorang guru wanita menulis di papan tulis.

"Aku bertemu seseorang hari ini. Dia tampan sekali."

"Baru kali ini aku mendengar kamu bercerita tentang cowok. Siapa?"

"Mungkin Liam Walandra. Hari ini aku bertemu dengannya di lapangan saat istirahat setelah mengutip sampah. Dia datang menghampiri Pak Saka dan memberikan jepitan rambut yang waktu itu aku bilang hilang. Aku lupa ternyata menyelipkannya di buku yang kita antar. Namun... sepertinya dia berpikir aku dan Kakakmu menjalin hubungan karena Pak Saka tadi datang dan memberikanmu minuman setelah melihatku kepanasan di luar."

"Kak Saka?"

"Em...."

Yona bingung, sebelumnya dia tidak pernah melihat kalanya diperhatikan itu kepada cewek lain. Dia tersenyum ringan, dia menyadari kakaknya itu sudah jatuh hati kepada temannya. Namun, Yona tidak mengatakannya dan akan membiarkan apa yang terjadi berjalan alami.

"Kenapa kamu tersenyum?"

Yona menggeleng, dia kembali menoleh ke depan.

***

Di malam hari Luna mengerjakan tugas sekolah, dia duduk di bangku yang ada di sudut kamar menyelesaikan pelajaran angka-angka yang menjadi kelemahannya tetapi dia berusaha untuk maksimal. Satu hal yang menjadi kebingungannya saat ini yaitu bakatnya sendiri, dia bingung apa sebenarnya bakat yang dia miliki dan cara mengembangkannya.

"Ini sudah waktunya aku mengenali bakatmu. Tapi, apa sebenarnya yang menjadi bakatku. Yona suka olahraga, apalagi renang dan lari. Bakatnya yah itu, olahraga. Lalu aku...."

TOK TOK TOK!

Seseorang mengetik pintu jendela, itu membuatnya kaget. Dia berdiri, menepikan tirai jendela dan tidak melihat siapa pun di balik kaca jendela yang bening. Satu, dia, tiga!

Chan muncul, dia kaget seperti melihat hantu hingga tubuhnya melangkah mundur. Chan tersenyum, melihat orang yang dia kenal barulah Luna membuka pintu jendela berbicara dengannya.

"Kak Chan.."

"Kamu kaget. Bolehkah aku masuk?"

"Apa?"

Chan melompat masuk tanpa persetujuan, dia duduk di tepi kasur merasakan keempukan kasur dan mata yang menjelajah ke setiap sudut kamar. Dia berdiri, mendekati meja belajar dan melihat beberapa buku novel yang tersusun rapi.

"Di luar dugaan ku. Kamu penikmat novel romansa ternyata, semua genre novelku percintaan. Apa kamu berharap kisah cintamu seperti novel tersebut?"

"Tidak. Semua dari kisah yang aku baca memiliki alur yang hampir sama. Bertemu, perasaan, konflik, dan bersatu. Aku menginginkan kisah yang berbeda, tetapi memiliki Ending bersedih tapi bahagia."

"Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan."

"Apa seorang Chan yang selalu memberikan nasihat tidak memiliki pikiran untuk menetralisirnya."

Luna duduk di bangku belajarnya, dia duduk tersenyum sambil membayangkan wajah Liam yang dia lihat untuk hari ini. Dia duduk tersenyum dengan tangan yang memikul berat beban kepalanya dengan tangan yang ada di rahang kanan. Matanya mengarah ke depan, kosong tetapi terlihat indah.

"Aku bertemu seorang pangeran hari ini. Dia tampan, lembut, dan.... jantungku berdetak sangat kencang ketika melihatnya."

"Pak Saka?"

Lamunan Luna dipatahkan oleh Chan, senyuman langsung berubah menjadi masam dan kesal.

"Kenapa Kakak mengatakannya. Tidak mungkin Pak Saka, tetapi senior lokal inggu itu. Oh iya, apa Kakak mengenalnya? Namanya Liam Walandra."

Senyuman Chan berubah menjadi wajah datar.

"Kakak mengenalinya, kan? Jawab...."

Luna mengguncangkan tubuh Chan yang berdiri di hadapannya.

"Iya. Dia murid yang tampan dan pintar. Kamu menyukainya?"

"Iya. Kenapa aku yang serba kekurangan ini malah menyukai dia yang sempurna. Tidak mungkin dia juga menyukaiku. Oh iya, satu bulan yang lalu aku ke rumahnya, bukan rumah lagi bagiku tetapi istana."

"Aku tahu."

Chan menjawab dengan dingin.

Dahi Luna mengerut, dia berdiri menatap Chan yang memalingkan pandangan darinya. Pemuda yang selaku ceria di depan matanya kini terlihat murung, dia kebingungan. Dia memanggil Chan tetapi tidak menoleh ke arahnya, dia sadar pemuda itu sedang berpikir dalam pikiran kosong hingga tidak mendengar suaranya. Luna melambaikan tangan di hadapan wajahnya tetapi mata pemuda itu masih menatap ke arah jendela.

"Kak!"

Luna menepis bahunya lembut. Hal itu membuatnya kaget dan menoleh langsung menatap kedua bola mata Luna yang besar. Bukannya Luna, tetapi malah dia yang salah tingkah setelah mengadu kontak mata tersebut.

"Apa yang terjadi?"

"Aku sedang berpikir. Jika kamu menyukainya mungkin kamu akan bersaing dengan banyak cewek di sekolah. Kamu akan melawan geng AngelEs dan mereka adalah cewek populer di sekolah."

"Bidadari? He! Di beberapa buku yang aku baca memang ada geng semacam itu."

Luna tersenyum, dia kembali duduk dan menatap laptop. Di kolom pencarian internet terdapat tulisan cara menemukan bakat. Chan mencondongkan tubuh berada tepat di atas kepala Luna dengan tangan menapak di sudut meja dan mata yang memperhatikan layar monitor.

"Bakat. Mendingan kamu menggunakan caraku untuk mengenali bakatnya sendiri."

Luna menoleh ke kanan dan menatap matanya, bibirnya miring dan menyuruh Chan minggir menjauh darinya. Dia berdiri dan memperlihatkan jam tangannya kepada Chan.

"Sekarang jam sepuluh malam. Bagi seorang cowok tidak baik berkunjung apalagi ke kamar cewek. Sekarang keluarlah!"

"Luna...!"

Suara Tiwi terdengar memanggilnya, Luna mulai panik mendorong Chan keluar dari jendela. Pemuda tersebut melompat dan terjatuh, Luna sedikit cemas tetapi dia lebih cemas jika Ibunya menemukan dia bersama pemuda di kamar.

"Kamu ngapain?"

"Ini, Ma. Tadi ada kucing yang masuk ke rumah dan kucingnya lucu sekali. Mungkin kuncing tante Marie yang lucu itu."

"Mana?"

Tiwi ikut mendekati jendela.

"Dia sudah pergi."

"Tunggu... seperti bau parfum cowok. Ini, punya siapa?"

Jaket hitam Chan berada di tepi kasur.

Luna memukul kapalnya karena menyadari jaket itu masih ada di atas kasur. Dia menoleh ke arah jendela dan melihat Chan pergi dan sudah keluar dari gerbang rumah.