Chapter 15 - Kemajuan

Genta menatap isterinya itu. sulit baginya untuk percaya. Konyol memang. Dimensi waktu memang selalu menjadi misteri yang belum bisa terpecahkan melalui teori apapun sampai sekarang. "Om, aku benaran jujur sama Om, aku keluar rumah aku sangat terkejut dengan orang-orang yang menggunakan masker, aku pikir itu trend fashion terbaru. Aku mengunjungi layanan public dan terkejut ketika diminta scan barcode aplikasi peduli lindungi. Jangan untuk memikirkan perasaan cinta sama om, hubungan kita, seisi bumi baru mulai reda dari pandemi aja aku enggak tahu."

Genta menarik nafasnya. "Bukannya saya tidak bisa percaya sama kamu, Ka'. Pemikiran saya berjalan dengan sains dan logika."

'Tapi sains juga berkata perihal metavisika, Om. Aku emang enggak bisa jelasin. Disaat kebanyakan kasus perjalanan waktu seseorang memiliki bentuk tubuh yang tidak berganti entah kenapa aku memiliki penyesuaian waktu, seperti tokoh utama dalam manga Tokyo revengers. Dia mendapatkan tubuh mudanya di masa lalu, dan mendapatkan tubuh tuanya lagi saat kembali. Aku juga seperti itu."

Genta diam beberapa saat mendengarkan semua penuturan isterinya. "Lalu, kamu ingin apa sekarang dengan kita yang seperti ini?"

Kania diam. Rentetan kalimat panjangnya lenyap. "Aku hanya ingin kita berjalan seperti Om dan Kania yang aku kenal."

"Lantas Mika? Dia bukti nyata buah cinta kita, Ka'."

"Dengan Mika urusan lain. aku akan mengurusnya dan bibi juga membantukan? Lagipula Mika yang nangani dia di malam hari tetap Om. Maaf, aku enggak bisa menjanjikan Om waktu untuk menunggu karena aku enggak yakin aku akan menerima keadaan seperti ini."

Genta menganggukkan kepalanya. "Okeh, saya hanya minta sedikit pengorbanan kamu untuk menyusui Mika. Hanya sampai usia Mika enam bulan atau tujuh bulan. Setelahnya kamu bebas menentukan pilihan kamu."

"Terus Mika dikasih apa?" tanya Kania.

"Susu formula?"

Kania berdecak. "Aku akan menyusui Mika sampai dua tahun. Masa anak aku dikasih susu sapi sih Om. Dia kan bukan anak sapi."

"Susu dari kedelai juga ada."

Kania menggelengkan kepalanya. dia merebut Mikaela dari sebelah Genta yang tertidur pulas berbaring. Kania berdiri membawa anaknya ke kamar. "Aku enggak setuju. Aku akan menyusui Mika sampai satu tahunan lebih. Kalau sanggup dua tahun akan aku lakukan. Itu kalau enggak ada keajaiban aku kembali masa lalu." Kania dengan raut kesalnya membawa Mikaela ke dalam kamar. Dia tidak terima puterinya diberikan susu formula. Padahal maksud Genta baik.

Saat itulah pandangan Genta bertemu dengan Tara. Mertuanya itu menguping pembicaraan mereka dari tadi. Genta tersenyum pada temannya. "Setidaknya Kania sudah bisa menerima Kania sedikit. Sedikit ada kemajuan."

***

Pagi setelah cerita panjang Kania dan Genta kemarin berubah menjadi lebih baik. Wajah Kania tidak sekusam biasanya ketika bibi meminta tolong membangunkan Genta. Pria itu lebih luwes. Ia memasuki kamar Genta dan seperti biasa pria itu tidur seperti kepompong.

"Om!" ujarnya membangunkan suaminya yang tidak mendapatkan sahutan apapun itu. Kania tidak ingin Genta terlambat sementara Tara sudah hampir rapi dalam berberes. Perempuan itu menarik selimut Genta bermaksud agar laki-laki itu bisa merasakan dingin. Mimpi nyenyak Genta pasti akan buyar dengan keadaan seperti itu. namun Kania tidak memprediksi apa yang tersembunyi dibalik selimut.

"Huaaa!" Kania berteriak keras sambil menutup matanya melihat tubuh polos Genta tanpa mengenakan pakaian itu. tidak hanya Genta yang terkejut dengan suara Kania. Tapi Mikaela yang tertidur pulas juga. Bayi lima bulan itu langsung menangis di dalam boxnya.

"Maaf, maaf!" ujar Genta terburu-buru memasang celananya.

"Ngapain tidur kayak gitu sih om? Kayak enggak punya baju tidur aja!" geram Kania dengan protes. Tidak lupa wajah yang memerah.

"Iya saya minta maaf. Saya tidak memprediksi kamu akan membangunkan saya pagi ini." Genta mengulang permintaan maafnya sekali lagi.

"Habis ngapain sih Om semalam sampai tidur pulas gitu? Mika berulah ya?" tanya Kania.

Genta mengusap kepala belakangnya yang tidak gatal. "Mika enggak berulah cuma …"

"Cuma?" Kania mengerutkan keningnya.

"Saya hanya … itu. sayakan juga punya kebutuhan. Kalau tidak dikeluarkan …"

Mata Kania melotot. "Ih om genta!" dia menutup kupingnya tidak ingin mendengar kelanjutan kalimat dari Genta. Tidak sengaja tatapan Kania beralih pada fotonya yang tergeletak di tempat tidur. "Jangan bilang …"

Genta memejamkan matanya. "Saya minta maaf. Itu buat bantu saya cepat aja."

Kania reflek bersidekap. Melindungi tubuh depannya. "Kan bisa pakai vidio Om. Banyakkan film-film diluaran sana yang menyajikan kesenangan seperti itu."

"Yang lainkan enggak semenarik kamu di mata saya, ka'." Genta menggumam sambil memajang lagi foto Kania di dalam dompetnya. "Iya deh. Ke depannya enggak lagi. Maaf, saya sudah terbiasa sama kamu. tidak pernah mencoba yang lain."

Mata Kania lebih melotot dari sebelumnya. "Om lebih mencoba sama yang lain gitu?!" geram Kania.

"Tadi kata kamu ada vidio …"

Kania meletakkan tangannya di wajah Genta menghentikan laki-laki itu berbicara. "Jadi Om lebih memilih melihat perempuan lain gitu?"

"Lalu saya harus gimana?" Genta kebingungan dengan kelabilan isterinya.

"Pokoknya enggak boleh. Perempuan lain juga enggak boleh."

"Lho, Mikaela menangis kalian malah sibuk berantam." Tara memasuki kamar menenangkan cucunya.

"Teman papa nhi. Dia berniat berselingkuh."

"Saya tidak mengatakan saya akan berselingkuh, Ka'. Tidak pernah. Tolong jangan buat hipotesis sendiri."

"Masa dia berfantasi pakai foto aku, pa!" Kania mengadu lagi pada papanya.

"Kamu memberikan saya opsi pilihan artis lain."

"Enggak boleh!" ujar Kania tegas.

Tara yang berada disana terdiam menatap anak manusia itu. "Apa papa harus mendengarkan masalah rumah tangga terdalam kalian yang seperti itu? Ka', kamu ingin seperti apa suami kamu sebenarnya? Dia udah mengalah sama kamu. kamu ingin dia pijat plus-plus atau bayar aja perempuan lain gantiin kamu. Genta udah berusaha setia lho sama kamu. sampai kapan kamu harus dimengerti." Tara membawa cucunya ke lantai satu dengan wajah amarah.

Kania menunduk. Perempuan itu memainkan kakinya di lantai. Dia tidak menyangka Tara akan menghardiknya. Kania hanya mengatakan ketakutannya, tapi Tara menganggapnya terlalu berlebihan.

Genta yang melihat wajah isterinya yang langsung jatuh mentalnya itu mengerti posisi Kania. Mereka sudah curhat panjang lebar kemarin. Genta tidak ingin Kania merasakan hari yang buruk kembali. "Enggak. Saya enggak akan ke tempat pijat plus-plus atau mencari yang lain. saya juga enggak lihat aktris lain. juga enggak lihat wajah kamu lagi buat keinginan saya. Maaf ya karena saya kamu jadi dimarahin Tara."

Genta mengusap air mata yang mengalir di wajah Kania. "Hush! Jangan menangis! Please …" ujar Genta lembut. "Saya udah enggak bisa marahin Tara lagi. posisinya mertua saya sekarang, tapi nanti saya akan minta sama dia untuk enggak bicara terlalu keras sama kamu. saya akan minta pengertian …"