"Assalamu'alaikum, selamat pagi Bos," sapa Arisha seolah tak ada masalah. Dia memasang wajah cerianya.
"Untuk apa kau ke sini?" sahut Erland sambil menunjuk ke arah Arisha dengan jari telunjuknya.
"Aku ke sini untuk mengurus keperluanmu Bos, semua atas atas perintah nenek. Jadi, kalau Bos mau protes, silahkan sampaikan pada nenek." Arisa hanya tersenyum. Dia yakin Erland takkan komplain lagi, siapa berani melawan Victoria.
Erland mengepalkan tangannya. Ingin marah tapi ditahan. Menarik nafas panjangnya.
"Oh ya, aku harus menyiapkan baju Bos ya. Nanti kalau terlambat, aku yang dimarahin." Arisha berjalan dengan santai melewati Erland sambil tersenyum menuju lemari yang berjejer. Mengambil kemeja, setelan jas berwarna biru dongker dan dasi. Meletakkannya di atas ranjang.
"Nona pemberani, kau tidak takut masuk kawasan dinosaurus yang lapar?" tanya Erland. Mendekati Arisha yang sibuk menyatukan setelan jas dengan kemeja.
"Tidak, untuk apa aku takut, kalau nenek lebih menakutkan dari dinosaurus, tinggal bilang nenek dinosaurusnya pasti akan jinak," jawab Arisha bicara dengan santai. Tak ada rasa takut sedikitpun menghadapi Erland yang marah.
Erland mengepal tangannya. Kesal dengan Arisha yang berhasil mengusik hidupnya sepagi itu.
"Apa nenek memberimu baterai sampai sepagi ini kau sudah ada di kamarku?" gumam Erland.
"Kok tahu? Sudah dicas dari semalam. Jadi seharian ini aku siap menemanimu Bos." Arisha tampak riang.
Erland membuang nafas gusarnya. Gemas dengan sekretarisnya yang satu ini.
"Oya, kau datang sepagi ini, kau tahu apa yang biasa lelaki inginkan saat bangun pagi?" Erland mendekati Arisha. Menyudutkannya hingga ke dinding. Tubuh Arisha sudah tak bisa lagi bergerak mundur. Erland sudah memblokir gerakkannya.
"Cantik, bibir merah delimamu. Pasti rasanya manis saat aku menciumnya." Wajah Erland mendekati wajah Arisha yang begitu cantik. Dia ingin mencium bibir merah delima yang dari kemarin menantangnya terus menerus. Namun saat bibir Erland mendekat. Dia bukannya mencium bibir Arisha tapi bunga marigold yang baunya mirip kotoran ayam. Erland langsung mundur menjauh dari tubuh Arisha. Dia menutup hidungnya. Tak kuat mencium bau dari bunga itu.
"Aman. Ternyata bunga ini sangat ramah lingkungan." Arisha senang sekali sambil memegang bunga marigold di tangannya.
"Kau sudah membawa alat perang ya sebelum bertemu denganku?" Erland marah. Dia tak menyangka Arisha sudah siap sedia.
"Bunga ini ku petik di depan rumahmu Bos. Apakah bunga ini penangkal mesum?" Arisha sengaja menekankan ucapannya tentang kemesuman Bosnya di pagi hari.
"Kau tahu tidak, itu bunga kesayangan nenek," ujar Erland memberi tahu Arisha kalau bunga marigold yang baunya mirip kotoran ayam itu, bunga kesayangan neneknya.
Arisha menelan salivanya. Ke luar dari mulut singa masuk mulut buaya. Benar saja gara-gara dia memetik bunga marigold dia harus menghadapi nenek Victoria. Arisha duduk di sofa. Menatap wanita tua yang masih terdiam. Tatapannya dingin dan tajam membuat Arisha takut untuk berbicara.
"Maafkan aku Nek. Aku tidak tahu kalau bunga ini bunga kesayangan nenek." Arisha merasa bersalah sudah memetik bunga marigold tanpa meminta izin terlebih dahulu.
"Kau tahu bunga itu sangat berarti untukku?" Victoria terlihat marah pada Arisha. Suaranya dingin dan penuh penekanan.
"Tidak, tapi aku mengaku salah Nek, mengambil bunga ini tanpa izin," jawab Arisha sambil melihat bunga marigold yang ada di atas meja.
"Sebagai gantinya. Aku punya tugas untukmu."
Arisha mengangguk.
Tak disangka tugas yang nenek Victoria berikan pada Arisha adalah menanam bunga marigold di pot bunga yang sudah disediakan.
"Nona pemberani sepertinya kau suka dengan pekerjaan barumu!" ledek Erland dari balkon lantai atas. Dia memegang secangkir kopi hangat sambil melihat Arisha yang menaman bunga marigold.
Arisha mengacuhkan suara sumbang dari atas. Menganggapnya sebagai angin yang berhembus begitu saja.
"Nenek benar-benar marah padaku, tapi kenapa dia suka bunga ini? Biasanyakan wanita suka bunga mawar ya?" gerutu Arisha sambil menanam bunga-bunga itu. Dia tak menyangka niat hati melindungi diri dari ciuman panas yang sering dilayangkan Erland padanya justru berujung menanam bunga di pagi hari.
Di atas balkon Erland hanya tersenyum tipis melihat Arisha. Dia senang sang pengganggu sudah mendapatkan hukuman yang sepadan untuknya.
"Siapa dia? Sepertinya kau memperhatikannya?" Renata menghampiri Erland yang berdiri sambil memperhatikan Arisha.
"Hanya sekretarisku." Erland menjawab dengan datar. Kembali menyeruput kopi hangat di cangkir yang dipegang olehnya.
"Sekretarismu kenapa aku tidak tahu?" Renata tampak tidak menyukai jawaban Erland. Dia merasa masih memiliki hubungan dengan Erland meskipun sudah menikah dengan Bara.
"Tidak semua urusanku harus kau tahu," jawab Erland. Kedua netranya menatap ke depan. Sejak Renata memutuskan menikah dengan Bara, Erland mulai menjaga jarak dengannya.
"Erland, kenapa kau berubah?" tanya Renata.
Erland membuang nafas gusarnya. Jika harus mengingat masa lalu, Renata yang sudah meninggalkannya di saat Erland sangat mencintainya.
"Aku atau kau yang sudah berubah?" Erland bertanya balik.
"Aku terpaksa menikah dengan Bara." Renata kembali menggunakan alasan yang sama untuk mengambil simpatinya Erland dan mengais sisa-sisa cinta yang mungkin masih ada di hatinya.
"Sudah siang, aku harus berangkat." Erland berjalan meninggalkan Renata. Dia tidak ingin kembali membahas hubungan mereka yang sudah lama berakhir.
Renata terdiam. Tangannya mengepal. Apalagi saat melihat Arisha yang baru saja hadir dihidup Erland.
Di bawah Arisha terlihat keasyikan bercocok tanam. Tak hanya bunga marigold yang ditanam olehnya, segala jenis bunga juga ditanam di halaman rumah besar itu.
"Sepertinya aku lebih cocok jadi petani dari pada sekretaris Bos mesum itu," gerutu Arisha.
"Kau bilang apa? Bos mesum?" Erland berdiri di belakang Arisha. Dia mendengar apa yang tadi diucapkan olehnya.
Wajah Arisha berubah panik. Dia merasa Erland mendengar ocehannya. Arisha langsung berbalik. Ternyata Erland berdiri di dekatnya. Bahkan wajah mereka begitu dekat.
"Astagfirullah setan!" seru Arisha menatap Erland tepat di depan matanya.
"Kau bilang aku setan? Mana ada setan tampan sepertiku?" Erland marah sambil menunjuk wajah tampannya.
"Kali aja setannya oplas Bos," sahut Arisha sambil tersenyum meringis dan mundur ke belakang. Dia tahu Erland sudah kebakaran jenggot mendengar ucapannya.
"Baiklah, setan tampan ini harus mendapat sarapan pagi darimu." Erland kembali mendekati Arisha yang berjalan mundur.
"Bos, ada Nenek!" seru Arisha sambil menunjuk ke balkon atas.
Erland mengalihkan pandangannya ke atas, melihat Erland terlalihkan, Arisha langsung kabur. Berlari menuju pintu gerbang.
"Arisha!" seru Erland.
"Assalamu'alaikum, sampai jumpa di kantor Bos." Arisha berlari sambil berbicara tanpa menoleh ke belakang. Secepatnya ke luar dari pintu gerbang itu.
***
Restoran Francisco pukul 1 siang
Nenek Victoria duduk sambil menikmati teh hijau yang sudah dipesan olehnya. Seperti biasa dia tampil berkelas di manapun dia berada. Dengan rambut pendek dan dress yang terbuat dari brokat berwarna hitam senanda dengan jepit bunga mawar di sudut kiri kepalanya.
Tak lama datang seorang kakek-kakek. Lelaki tua yang sebaya dengannya. Kakek tua itu bernama Abraham Mahendra. Dia mengenakan setelan jas hitam rapi dan elegan. Terlihat tampan di usianya yang sudah tua. Abraham menghampiri Victoria dan duduk bersamanya di meja yang sama.
"Sudah lama kau menungguku?"
"Tak selama menunggumu dulu." Victoria tampak dingin membalas ucapan kakek itu.
"Baiklah. Aku tak ingin berdebat. Bukannya kita akan membahas masa depan?" Abraham tidak ingin membahas sesuatu yang sudah berlalu. Ada masa depan yang jauh lebih penting untuk keduanya.
Victoria meletakkan cangkir di tangannya ke atas meja. Kemudian menatap lelaki tua di depannya.
"Aku setuju dengan perjodohan cucu kita, semua ini demi almarhum suamiku." Sebelum meninggal suami Victoria berpesan untuk menjodohkan salah satu cucunya dengan cucu Abraham.
"Apa kau sudah bicara dengan cucumu?" tanya Abraham.
"Cucuku hanya bisa menjalankan perintah. Dia tidak bisa menolak," jawab Victoria. Semua perintahnya wajib dipatuhi semua anggota Keluarga Dewangkara.
"Kalau begitu tinggal atur pertemuan mereka," jawab Abraham. Setelah keduanya setuju tinggal mempertemukan cucu mereka. Sebelum pernikahan itu diselenggarakan sangat penting mengenal satu sama lain.
"Oke." Victoria malas berbicara lebih panjang lagi. Dia ingin segera mengakhiri pertemuannya dengan Abraham.
Pertemuan itupun di akhiri. Victoria meninggalkan meja itu begitu saja. Tanpa basa basi pada Abraham.
***
Abraham duduk di ruang keluarga sambil menonton berita dalam negeri maupun luar negeri sebagai penambah wawasan dan informasi untuknya Setiap sore hari tak pernah absen nonton berita utama di salah satu stasiun televisi favoritnya.
Abraham Mahendra memiliki satu anak dari pernikahannya dengan Nirmala Mahendra. Anaknya bernama Raditya Mahendra. Raditya memiliki istri bernama Erica Pricilia dan anak tirinya bernama Gio Fernando. Sebelum menikah dengan Erica, Raditya pernah menikah dengan Safira Maulida namun mereka bercerai setelah Safira melahirkan Elina Clemira putri semata wayangnya. Abraham pemilik Perusahaan Ainsley Mahendra Group, perusahaan kelapa sawit terbesar kedua di Negara Grissham.
Raditya masuk ke dalam ruang keluarga. Dia ingin menemani ayahnya menonton acara berita di televisi. Tidak setiap hari bisa duduk bersama ayahnya dan mengobrol dengannya. Kali ini Raditya menyempatkan untuk duduk bersamanya.
"Kau sudah pulang?" Abraham menoleh ke samping. Anaknya sudah mengenakan baju yang biasa dipakai untuk bersantai di rumah.
"Baru Pa."
"Ada yang ingin ku bicarakan. Apa kau punya waktu?" tanya Abraham. Apa yang ingin dia bicarakan dengan anaknya sangat penting. Dia harus bicara empat mata dengannya.
Raditya mengangguk.
Abraham menarik nafas panjangnya. Dia mempersiapkan diri untuk menyampaikan hal penting pada anaknya.
"Papa ingin menjodohkan Elina dengan cucu sahabatku."
Raditya menoleh ke arah ayahnya dengan serius.
"Apa? Menjodohkan Elina dengan cucu sahabat Papa?" Raditya terkejut mendengar pernyataan ayahnya. Selama ini tak pernah ada pembicaraan tentang perjodohan. Namun tiba-tiba ayahnya membicarakan perjodohan anaknya dengan cucu sahabat ayahnya.