Cairan bening terus saja jatuh tanpa henti membasahi kedua pipinya seakan mengiringi setiap langkah kaki yang dia ambil untuk menyusuri jalanan ini. Pekatnya malam seakan menunjukkan sekeping hati yang telah hancur, apa yang akan gadis remaja itu lakukan ketika takdir saja tidak berpihak pada hidupnya. Ingin mengambil keputusan untuk keluar dari perusahaan besar itu akan tetapi hidup tidak memberikannya pilihan selain tetap maju, kesedihan Nesya bertambah ketika ia membaca pesan singkat dari Keli yang mengatakan jika dia tidak perlu datang ke rumah sakit kalau hanya dengan tangan kosong saja. Beberapa pejalan kaki menatap kearah Nesya dengan penuh selidik bahkan sebagian dari orang-orang itu juga mengatakan hal buruk tentangnya padahal mereka tidak mengenal Nesya tapi kenapa masih menggunjing tentangnya, Nesya yang malang hanya bisa terus melangkah dengan tatapan terluka.
Nesya menengadahkan wajahnya menatap langit yang gelap tanpa adanya bintang dan juga rembulan yang selalu nampak dari bumi. "Tuhan, kenapa kau berikan cobaan padaku seberat ini? Tapi aku percaya jika kau pasti akan memberikan aku kebahagiaan suatu saat nanti dan aku tidak boleh meragukan apa yang telah kau takdir kan untukku," gumam Nesya lirih sembari memejamkan matanya.
Satu tetes Kristal bening jatuh ke pipinya, Nesya membuka mata dan melihat butiran Kristal itu jatuh dari lagi bukankah sekarang Tuhan sangat baik padanya. Hujan ini Nesya artikan sebagai keberuntungan karena dengan adanya air hujan maka sebanyak apapun ia menangis tidak akan ada orang yang melihatnya.
Semburat jingga mulai menghiasi langit. Nesya merasakan matanya berat sekali tapi ia tetap mencoba membuka mata dan manik mata berwarna caramel itu tidak bisa terbuka dengan sempurna sebab kedua kelopak matanya sembab karena terlalu lama menangis semalam. Ia merasakan suhu ditubuhnya mulai meningkat tapi Nesya tidak perduli akan hal itu, ia tetap bangun dari ranjang dengan tubuh yang menggigil.
"Aku tidak boleh sampai sakit, Papa membutuhkan banyak biaya, aku bisa dipecat jika sampai keluar dari perusahaan ini," gumam Nesya dengan melangkah masuk kedalam kamar mandi.
Perusahaan Raharja Grup.
"Kamu niat bekerja atau tidak. Kenapa masih belum juga pakai seragam." Sembur Bu Rani pada Nesya dengan suara yang lantang, suara itu terdengar sangat keras sekali sampai para pekerja lain bergidik ketakutan.
Bu Rani adalah kepala pelayan di perusahaan Raharja, tugas Bu Rani adalah mengatur dan juga memberikan perintah pada semua office boy di perusahaan ini. Bu Rani terkenal sangat kejam dan juga begitu mencintai kedisiplinan jadi ia tidak segan-segan untuk memecat siapa saja yang membuat ulah dibawah pimpinannya.
"Ma-maafkan saya Bu Rani, baju saya sobek semalam dan Tuan Jack meminta saya untuk menemui Bu Rani guna meminta seragam baru," ujar Nesya dengan suara lirih dan juga tubuh gemetar antara takut dan juga menahan kepala pusing akibat kondisinya yang kurang sehat.
Nesya bergidik ketika mengingat kembali adegan saat seorang lelaki mabuk merengut ciuman pertamanya didalam lift. Samar-samar Nesya juga bisa mendengar jika rekan kerja yang lain sedang membicarakan hal buruk tentangnya.
"Tuan Jack," ujar Bu Rani mencoba mengulangi apa yang Nesya katakan barusan.
"Iya," sahut Nesya dengan suara yang lemah.
Bu Rani menatap Nesya nyalang sembari melipat kedua tangannya di dada lalu berkata, "Kau kira aku bodoh! Mana mungkin pekerja baru seperti kamu bisa mengenal Asisten Jack, itu sangat mustahil sekali! Pasti yang kamu maksud itu adalah Jack yang lain," ucap Bu Rani yang tidak bisa percaya dengan apa kata gadis dihadapannya saat ini. "Kau dipecat, lekas keluar dari perusahaan ini. Aku tidak mau melihat pembohong seperti kamu masih berkeliaran didalam tempat ini!" titah Bu Rani dengan nada suara yang lantang.
Nesya yang semula menundukkan kepalanya langsung mengangkat pandangannya ketika mengetahui kalau dia akan di pecat. Nesya menjatuhkan lututnya di lantai kemudian memegang kaki Bu Rani sembari berkata.
"Bu Rani, tolong jangan pecat saya, sungguh saya tidak berbohong dan semua yang saya katakan itu memang benar," rengek Nesya dengan derai air mata.
"Lepaskan kakiku. Baru bekerja dua hari saja kau sudah terkena demam tinggi jangan-jangan kau itu gadis yang penyakitan." Tuduh Bu Rani dengan kejam tanpa rasa iba menatap gadis yang kini sedang bersimpuh dikakinya.
"Bu Rani. Cepat suruh dia keluar dari ruangan ini, atau jangan-jangan ia mempunyai penyakit menular," ucap Liza dengan menatap kearah Nesya dengan tatapan membenci.
"Benar itu apa yang dikatakan oleh Liza barusan." Timpal Gina mendukung apa yang Liza ucapkan.
Kedua wanita itu sudah tidak menyukai Nesya sejak awal gadis itu masuk kedalam perusahaan ini. Nesya sangat cantik meskipun hanya mengunakan riasan natural dan juga lipstick tipis diwajahnya bahkan semua pekerja lain juga sering curi pandang pada Nesya, hal itu menimbulkan kebencian yang semakin besar di hati Liza dan juga Gina.
"Bu Rani, sebaiknya menyelidiki dahulu apa yang dikatakan oleh Nesya tadi," pinta Andin pada Bu Rani.
"Kau keluar dari ruangan ini sendiri atau harus di seret oleh dua lelaki itu," ancam Bu Rani pada Nesya.
"Bu Rani, tolong pertimbangkan apa yang saya katakan tadi," pinta Andin pada Bu Rani. Andin memang tidak mengenal dekat Nesya akan tetapi ia merasa kasihan pada gadis remaja yang usianya jauh lebih muda darinya itu.
"Jika kamu merasa keberatan, maka sebaiknya kau keluar bersamanya." Ancam Bu Rani dengan serius. Hal itu berhasil membuat Andin menutup mulutnya dengan rapat.
"Sa-saya akan pergi sendiri," sahut Nesya.
"Baru saja lulus SMA sudah pandai berbohong," ejek Bu Rani setelah melihat Nesya sudah berada diambang pintu.
Nesya memegangi kepalanya yang terasa pusing ia berhenti sejenak dengan satu tangan berpegangan pada dinding. "Tidak pa-pa aku di pecat dari tempat ini bukankah sejak dari awal aku juga ingin keluar dari perusahaan ini, aku akan mencari pekerjaan baru dan karena sebab itu aku tidak boleh sakit," batin Nesya sembari kembali melanjutkan langkah kakinya.
Beberapa pegawai langsung membungkukkan tubuhnya ketika melihat Tuan Erlanga dan juga Asisten Jack baru saja berjalan melewati pintu utama perusahaan ini. Jack melihat kearah seorang gadis yang wajahnya sangat tidak asing diingatkannya, keningnya berkerut mencoba mengingat siapa gadis itu.
"Erlanga, dia gadis naas yang hampir kau perkosa semalam," ujar Jack menghentikan langkah Erlanga.
"Apa maksudmu, Jack?" tanya Erlanga bingung.
"Apa kau lupa siapa gadis yang kau sentuh didalam lift kemarin malam?" tanya Jack balik.
"Ranti, siapa lagi," sahut Erlanga dengan enteng.
Semua pekerja masih membungkukkan tubuhnya karena kedua orang yang berpengaruh di perusahaan ini masih berdiri di dekat pintu keluar. Nesya terus saja melangkah dengan kepala tertunduk bahkan satu tangannya juga masih memegangi kepalanya yang terasa semakin berat. Gadis itu tidak menyadari jika ia melangkah mendekati Erlanga.
Bu Rani tidak sengaja melihat kearah Nesya ia buru-buru berlari sembari memanggil nama gadis itu dengan kedua tangan yang sudah terkepal dengan kuat seakan wanita paruh baya itu mencoba untuk menggenggam emosinya.
"Nesya, berhenti," ujar Bu Rani.
Jack dan juga Erlanga melihat kearah Nesya dengan wajah datar.
Nesya menghentikan langkahnya kemudian mengangkat kepalanya, manik mata karamel dan juga hitam pekat milik Erlanga saling beradu pandang. Nesya menghentikan langkah kakinya kemudian berjalan mundur dengan wajah pucat pasih, ia hendak berbalik arah untuk kabur namun kepalanya terasa berat hingga ia mulai kehilangan kesadaran. Semua pekerja langsung membulatkan matanya tidak percaya ketika melihat Tuan Erlanga dengan sigap menangkap tubuh Nesya-pelayan perusahaan ini.