Chereads / Goyah Batin / Chapter 17 - 17. Bisikan Sosok Makhluk Hitam Besar

Chapter 17 - 17. Bisikan Sosok Makhluk Hitam Besar

Kami dengan lahap segera menghabiskan makanan kami agar segera menuju puncak lebih cepat. Akan tetapi perjuangan akan lebih berat, karena tenaga sudah terkuras hampir habis mungkin tersisa 35% saja tenaga kami.

Semua itu tidak menyurutkan tekad dan ambisi kami, karena para perempuan ternyata masih sangat bersemangat untuk sampai ke puncak. Biasa perempuan emang besar sekali gengsinya, mungki mereka malu karena susah pasang insta story di sosial media mereka tentang niat mereka untuk mendaki, tapi malah tidak sampai puncak.

Bersyukurnya kami karena membawa handphone karena kemungkinan besar hingga puncak kami masih bisa mengakses internet untuk meng update sesuatu.

Akan tetapi kondisi yang basah setelah hujan dan sudah malam, kami sama sekali tidak mengeluarkan handphone kami karena takut rusak basah dan terdampak suhu dingin yang bisa menghabiskan daya baterai handphone kami.

Tidak terasa makanan kamipun hampir habis, perut kami sudah mulai terisi dan hawa mengantuk mulai menyerang kami. Langsung saja aku mengambil segelas kopi untuk mencegah rasa kantuk dan tetap terjaga mata ini.

"Waahhh gilaaaa, kopinya pahit banget udah kayak hidupku aja." ucapku merasakan pahitnya kopi.

"Justru kopi yang pahit dan masih hangat itu yang bikin kita tidak mengantuk, wahh kamu kurang baca buku ini." Ucap Mas Ryan.

"Ohhh bener kah mas ?, baru tahu aku kalo minum kopi pahit banget kayak gini bisa bikin mata jadi melek terus wkwkwk." Jawabku.

"Nanti kalo sudah habis kopinya, itu makan coklat atau kacang buat penambah stamina." Ucap Mas Ryan.

"Iya tadi emang aku sengaja enggak kasih gula kopi nya, biar tetap murni kopi hitam aja, itu request dari Mas Ryan." Ucap Putri bagian perkopian.

"Buat kalian yang tidak suka sama kopi hitam ini, bisa makan coklat atau semangka buat penambah stamina. Pokoknya perjuangan kita masih cukup melelahkan jangan sampai kita terlalu lelah nanti bisa kayak Fajar tadi." Ucap Risma.

Aku sambil menikmati kopi hitam yang pahit ini di dekat Risma. Sesekali aku memandangi dan memegang tangannya, sambil ibaratkan kopi ini rasanya manis karena minumnya sambil menatap wajah bidadari idamanku hehehe.

Jarak usia ku dengan Risma tidak begitu jauh cuman 1 tahun saja. Usia Siswanto dan Fajar hamper sama 17 tahun tetapi mereka lahir di tahun yang sama beda bulan saja. Usia Putri dan Shella adalah 16 tahun sama seperti Risma. Dan yang tertua di antara kami adalah Mas Ryan dan Mas Simon berusia 18 tahun.

Usia kami masih terbilang labil sekali untuk bisa mendaki gunung di usia muda tanpa pendampingan orang yang sudah cukup ahli dan dewasa.

Kami hanya percaya pada Mas Ryan dan Mas Simon juga Siswanto yang sudah beberapa kali bahkan sering mendaki gunung yang tentu saja sudah cukup mereka kuasai menjadikan kami tenang.

Usia yang cukup labil ini menjadi tantangan buat kami semua karena pemikiran kami masih mudah kosong dan gampang melamun, jadi makhluk-makhluk halus bisa sesuka hati untuk menguasai tubuh kami.

Memang dari awal pendakian ini sudah tidak wajar dan kurang begitu menyenangkan saat kami tiba di gerbang masuk pos pendaftaran (basecamp) yang ada di bawah tadi.

Bukan aku saja yang bisa merasakan kehadiran makhluk-makhluk halus yang ada di gunung ini, tapi teman-temanku juga bisa merasakan kehadirannya, seperti mereka menampakan wajahnya, mereka berlarian kesana-kemari berwujud anak kecil, dan juga mereka beberapa kali atau sesekali menepuk pundak atau kepala kami.

Tanpa diduga-duga ternyata saat kami berada di api unggun ada yang melempar kami, ada yang melempar sebuah kayu, melempar sebuah batu hingga mengenai beberapa temanku yang ada di sini.

Aku cukup terkejut apa yang mereka lakukan kepada kami, apa salahku dan teman-temanku ini yang mereka mulai mengganggu dan menampakkan diri mereka.

Satu persatu teman ku mulai merasakan keanehan sekarang giliran Putri yang mulai mendapatkan gangguan dari mereka di pos 3 ini. Putri mengalami keanehan di bagian pundak dan juga kakinya.

Dia merasakan sesuatu yang cukup berat ada di pundak dan jumlah kakinya. Aku meminta kepada teman-teman untuk memejamkan mata dan jangan sampai panik.

Dengan tanpa permisi, kapan saja mereka bisa saja mengganggu dan juga menampakkan diri mereka secara utuh nya di depan mata teman-temanku ini.

Aku dan Mas Ryan mencoba untuk membantu Putri yang mengalami keanehan, aku takut dia ada seperti Fajar tidak bisa menguasai tubuhnya, akhirnya kalah dengan makhluk halus tersebut.

Memang perempuan sangat peka terhadap hal-hal yang tidak kasat mata.

Putri akhirnya menangis, dia merasakan ketakutan yang cukup besar karena dia merasakan sakit dan juga berat berada di pundak dan kakinya.

Aku mencoba memegang pundak dan juga kakinya yang udah cukup kaku.

Sekarang kami mulai sedikit khawatir untuk melanjutkan pendakian ini akan tetapi kita sudah berada di separuh perjalanan, pilihan yang sulit apakah kita tetap melanjutkan ke puncak dengan kondisi yang seperti ini yang kami alami, atau kita kembali turun mengubur mimpi kami upacara bendera di atas gunung ini dengan perjalanan turun sama halnya kondisi seperti sekarang ini banyak sekali kejadian hal aneh yang menimpa kami.

Aku terus menenangkan Putri, agar dia tetap berusaha kuat melawan kekuatan dari makhluk-makhluk halus tersebut agar tidak bisa menguasai tubuhnya secara utuh.

Sambil memegangi kaki Putri, aku membacakan beberapa doa agar berat dan sakit yang berada di kaki Putri sedikit mereda.

Saat aku membacakan beberapa doa-doa Putri merasakan rasa sakit yang cukup besar dia sampai menangis menendang-nendang karena menahan rasa sakit yang ada di kakinya, aku pun semakin khawatir dengan kondisinya tambah dengan pundaknya yang juga ia rasakan.

Saat aku sedang membacakan beberapa doa doa, tiba-tiba saja ada yang menepuk pundakku dari belakang yang membuatku aku terdiam sejenak sambil melamun, lantas dengan suara samar samar ada yang berbicara di samping telingaku.

"Jangan macam-macam kalian disini, ini rumah kami, kamu hanya lewat disini jangan sampai kamu hanya pulang tinggal nama saja."

Samar-samar perkataan seperti seorang laki-laki, seolah dia sedang di belakangku saat aku menolehkan kebelakang ternyata tidak ada siapa-siapa, pikiranku mulai tidak karu-karuan apa yang terjadi dengan ku dan juga teman-teman nantinya.

"Siapa suara laki-laki tua yang tadi membisikan perkataan kepada aku agar tidak macam-macam di gunung ini." Ucapku dalam hati.

Aku terus saja mencoba membantu Putri aku menanyakan bagaimana kondisi pundak dan kakinya setelah aku bacakan doa-doa.

"Bagaimana kondisimu saat ini? apakah masih cukup berat?" tanyaku kepada Putri.

"Kakiku sedikit ringan sekarang, tinggal pundakku ini terasa berat sekali seperti ada yang sedang duduk di pundakku." ucap Putri sambil memegangi pundaknya meringis kesakitan.

"Ya sudah, sekarang coba kamu pejamkan mata dan sedikit membungkuk sambil membaca doa-doa agar kamu diberikan keselamatan." ucapku menyuruh Putri.

Tanpa berpikir lama, Putri pun langsung menuruti perkataanku dan juga berdoa di dalam hati sambil memejamkan mata, sambil aku membantunya aku mencoba melihat raut wajah putri yang sangat ketakutan, tidak kuasa melihat seorang perempuan merasakan sakit karena mengalami gangguan makhluk halus.