Setelah Iwan, si supir itu sudah pergi jauh Vito kembali lagi berhadapan dengan Nona. "Apa maksud kamu tempat yang tenang? Seperti apa tempat itu?"
"Saya pikir, Anda pasti paham maksud saya. Tempat yang tenang itu seperti, ruangan private di sebuah restoran, ruang tamu di rumah yang sepi atau bisa juga kamar hotel. Saya bisa di mana saja, selama itu tempat tenang."
Vito maju dan mendekat ke arah Nona, memiringkan wajahnya agar bisa berbisik, "Kalo gitu, mari kita atur janji di tempat tenang yang kamu maksud itu."
Kalau saja tidak sedang berpura-pura, mungkin kakinya sudah menendang perut laki-laki tua ini. Mata Nona mengerling sebelum kembali bertatapan dengan Vito. Dia kembali memasang senyum manisnya.
"Apa istri sah dan istri simpanan Pak Vito enggak akan marah kalau kita pergi ke tempat tenang itu?"
Wajah ramah yang sendiri tadi di tampilkan Vito berubah cemberut. "Apa maksud kamu? Bukannya kita hanya akan berdiskusi tentang keluarga?"