Chereads / EXILE : yang terbuang / Chapter 22 - First Kiss

Chapter 22 - First Kiss

Pintu kamar mandi terdengar terbuka, Karin segera menoleh ke arah sana. Jaya terlihat ke luar dengan pakaian lengkap, kaos dan juga celana pendek selutut. Handuk kecil dikalungkan di lehernya sambil dia usapkan ke rambut yang masih basah.

"Mama aku kasih kamu apa?"

"Alat mandi, jubah, handuk kecil sama mini dress."

"Kalau gitu, kamu mandi aja."

Karin mengangguk. "Titip Emily ya."

Jaya menaikkan kedua alisnya.

Karin pun membawa peralatan yang sudah disiapkan oleh Anggita. Apa yang diberikan pada Karin cukup lengkap, seperti sikat gigi, sabun, sampho, sampai pembersih wajah. Wangi yang dikeluarkan dari produk itu sangat nyaman dan dapat menenangkan pikiran.

Selesai mandi Karin memakai jubah mandi, namun dia malah mendapat masalah di sana. Anting-antingnya tersangkut dan Karin kesulitan untuk melepaskan itu. Untungnya, bagian tersangkut ada di bagian leher sehingga Karin masih bisa menutupi bagian tubuhnya yang lain.

"Kak Jaya," panggil Karin sambil keluar dari kamar mandi. "Bisa bantu buat lepasin ini?"

Jaya yang sedang bermain dengan Emily, segera membantu Karin. Sebelum menarik benang yang menyangkut di anting-anting, Jaya memeriksanya terlebih dulu. Setelah mengetahui di mana bagian yang menyangkut baru Jaya melepaskannya.

"Sudah."

"Makasih," kata Karin sambil menatap mata Jaya.

Tatapan keduanya terkunci di mata satu sama lain. Tangan Jaya masih ada di bahu Karin. Kini tangan itu terus naik ke leher dan menuju ke bagian belakang.

Karin seakan mengikuti gerakan yang diisyaratkan oleh Jaya. Dia pun maju selangkah agar tubuh mereka makin dekat. Tangan Jaya terasa mendorong belakang leher Karin. Otomatis Karin mendongakkan kepalanya dan juga berjinjit agar bisa menyamakan tingginya dengan Jaya.

Bibir keduanya, saling bertemu. Tidak ada penolakan atau pun perlawanan. Karin membiarkan Jaya melakukan apa yang cowok itu inginkan. Kelembutan bibir Jaya kini bisa Karin rasakan. Tangan Karin juga perlahan memegangi pinggang Jaya. Dia mulai berani membalas ciuman cowok itu.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka dan segera saja mereka menghentikan ciuman mereka. Jaya menoleh ke arah pintu sedangkan Karin menghadap ke arah lain untuk menyembunyikan wajah merahnya. Dia belum siap menatap orang yang telah menangkap basah dirinya dan Jaya.

Orang yang ada di depan pintu itu sepertinya sama terkejutnya. Dia kembali menutup pintu tapi tidak begitu rapat, sehingga masih bisa terlihat kalau dia masih berdiri di sana. Selain itu, suaranya juga bisa terdengar dari dalam kamar.

"Nolla, ketuk dulu pintunya sebelum masuk," protes Jaya.

"Maaf Den Jaya, saya lupa kalau ada Non Karin. Biasanya kan jam segini waktunya Den Jaya mandi."

Jaya tidak bisa menyalahkan Nolla juga, karena biasanya memang seperti itu. Hidup dengan keteraturan membuat Nolla tahu jam-jam tertentu kegiatan Jaya. Contohnya jam mandi pagi Jaya yang selalu tepat waktu.

Saat Jaya berada di kamar mandi, Nolla akan masuk ke kamarnya untuk merapikan tempat tidur. Namun hari ini berbeda, Jaya tidak lagi melakukan hal-hal yang biasa dia lakukan. Adanya Karin dan Emily merubah kebiasaan paginya.

"Kamu bisa pergi sekarang, bersihkan kamar bisa nanti."

"Kalo gitu, saya permisi Den."

Sepeninggal Nolla, Jaya kembali dihadapkan dengan Karin. Kini keadaan mereka jadi agak canggung. Tentu saja mereka tidak bisa melanjutkan apa yang sudah mereka lakukan tadi.

"Aku mau ganti baju di kamar mandi." Karin mengambil kotak yang ada di atas tempat tidur dan melangkah kembali masuk ke kamar mandi. Dia begitu untuk menghindari Jaya.

Saat ada di dalam kamar mandi, Karin memegangi dadanya. Dia bisa merasakan jantungnya bertedak lebih cepat dari biasanya. Ciuman tadi itu adalah yang pertama bagi Karin. Jaya menjadi orang pertama yang melakukan itu padanya.

****

"Karin, kapan mau ambil barang-barang kamu di apartemen dan tinggal di sini?" tanya Anggita saat mereka sedang menyantap sarapan.

Hanya Karin yang belum menyantap makanannya karena harus menyuapi Emily lebih dulu. Saat ditanya seperti itu, Karin pun berhenti dari kegiatannya menyuapi Emily. Bukannya menjawab, Karin malah menoleh pada Jaya.

Cowok itu pun dengan sigap mengerti dan langsung menjawab, "Mungkin nanti sore atau besok Ma. Tergantung barangnya Karin sebanyak apa."

"Lalu, kapan kamu omongkan soal Karin ke Marissa?" tanya Ghani.

"Selesai sarapan ini, Januari sama Karin bakalan ketemuan sama Marissa," jelas Jaya. 

"Kalo gitu, biar Mama yang urus Emily."

"Bukannya Mama harus ke kantor?" tanya Karin.

"Mama bisa libur, pasti banyak orang di kantor yang bisa mewakilkan kerjaan Mama." Anggita menoleh pada Ghani dan dibalas dengan anggukan oleh suaminya.

"Apa enggak ngerepotin Ma?" tanya Karin yang merasa kalau dia terus merepotkan orang di rumah sini. Terutama Anggita yang terus menyediakan perlengkapan untuknya.

"Ngurusin cucu sendiri itu enggak ngerepotin sama sekali," kata Anggita.

Kalau dipikir-pikir, memang benar. Emily mungkin bukan anak Jaya tapi dia tetap cucunya Anggita. Malah, Karin lah yang bukan siapa-siapa Emily.

"Makasih Ma," kata Karin.

"Kamu bisa pergi sama Januari ke mana aja."

Saat semua orang sudah selesai dengan makanannya, Karin baru menyuap makanannya. Anggita mengantar suaminya ke luar sambil membawa Emily, sedangkan Jemmi izin pergi untuk menemui teman-temannya. Tinggal Jaya yang menungguinya di meja makan.

"Kak Jaya enggak pergi?"

"Kamu ngusir?" Jaya menyerutkan keningnya.

"Oh, bukan maksudnya gitu. Mungkin Kak Jaya ada yang mau diurus, bisa langsung kerjain aja."

"Enggak ada yang perlu aku urus," kata Jaya. "Jadi aku mau di sini aja."

Karin pun kembali lagi menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Walaupun agak malu terus diperhatikan oleh Jaya dia tetap makan saja. Sebab perutnya telah sakit dari tadi tapi Karin tidak bisa langsung makan seperti orang lain. Ada Emily yang harus dia buat kenyang dulu perutnya.

"Soal tadi pagi..."

Makanan yang baru saja dimasukkan ke dalam mulut Karin seakan berhenti di tengah-tengah tenggorokan. Karin terbatuk-batuk karena tersedak. Tangannya meraih gelas yang ada di dekatnya dan meminum setengah isinya.

Jaya membantu Karin dengan cara  mengusap punggung cewek itu. "Udah baikkan?"

Karin mengangguk sambil menaruh kembali gelasnya di meja. "Buat apa bahas soal itu?"

"Aku cuma mau minta maaf karena udah lancang."

Karin kembali memikirkan apa yang terjadi pagi tadi. Semenjak diganggu Nolla,  Karin dan Jaya seperti sama-sama saling menghindar. Sehingga mereka tidak ada membicarakannya lagi.

"Kita berdua mungkin cuma terbawa suasana. Enggak perlu dibahas lagi," kata Karin.

"Tapi, itu yang pertama buat aku."

Kali ini Karin menoleh pada Jaya. Dia benar-benar tidak percaya kalau itu ciuman pertama cowok itu. Sebelum melanjutkan omongannya Jaya melihat ke sekitar. Merasa aman, cowok itu memajukan wajah mendekat ke arah Karin.

"Aku kasih itu ke kamu karena aku serius dengan apa yang aku bilang semalam."