"Tolong aku mbak (memepuk bahu)"
Aku karena takut jadi tidak menjawab perkataannya, sekali lagi dia memanggilku
"Mbak tolong aku"
Aku berkata pada diriku sendiri "hahahahahhaha (tertawa terpaksa) itu bukan darah lo liya, lu harus sadar (menepuk kedua pipinya) dasar cengeng lu (memukul badannya)"
Aku membalikkan badan dan kembali melihat darah yang mengalir ditangan yang sesang memegang perutnya.
" aahhhhhhh, bodoh (memukul pipinya lagi) itu bukan darah, kau mencoba membodohi diri sendiri ya....."
Kemudian dengan nada berani aku memarahi diriku " hei tolol, kalau kau beranggapan itu darah apa kau bisa menolong dia? haaa, jangan tolol anggap saja itu aaa (berpikir) coklat!" sisi diri lainnya membantah "tidak bisa bodoh, itu warnanya merah bukan coklat, wokeh jadi imajinasi yang lain" mencoba berpikir dalam rasa takut.
" aaa..... aku tahu itu, aaa perwarna makan, aaa itu obat merah wokeh" dengan sentah diriku menjawab " aa iya betul, betul sekali"
Laki-laki itu terlihat lemas dan menahan rasa sakit, dengan wajah binggung dia menatap ku
" apa wanita ini gila? dia berbicara pada dirinya sendiri dan tak menghiraukan ku, jika tidak mau menolong lihat saja apa yang akan terjadi nanti padanya, aku benar-benar sial bisa bertemu dengan seperti dia, lebih baik aku tidak menghentikan motonya tadi" (berkata dalam hati).
Aku pun mendekati laki-laki itu dan memapahnya untuk duduk, aku mengambilkan air yang ada di tasku, lalu memberikannya, lagi-lagi aku melihat darah segar itu mengalir, tubuhku tiba lemas seperti seluruh tubuhku luka parah, kepala ku pusing dia berkata padaku
"Kau kenapa? apa kau sakit? (wajah menahan sakit)
Aku memcoba kembali menyadarkan diriku, akupun memalingkan wajah dan menjawab perkataannya
"Aku tidak apa-apa, apa lukamu parah? sepertinya iya, kalau begitu....."
membuka tasnya dan mengambil pakaianku, karena kebiasaan buruk menyusun pakaian dalan tas dan meletakkan pakaian dalan di atas, sehinnga dia yang keluar dulu saat mengambil pakaian untuknya, dia tertawa sinis melihatku, aku jadi sedikit malu, tapi aku tetap mengambilkan bajuku untuk menutup lukanya.
Saat aku mencoba membantunya berdiri untum naik keatas motor aku memegangi tangannya bermuluran darah itu, betah gamangnya aku dengan itu, tak hentinya aku mencoba untuk tenang. Akhirnya dia naik ke atas motor, aku menyuruhnya untuk bersadar ke bahuku, tapi dia malah berkata
"Apakah kau memang bodoh, bagaimana aku bisa bersadar pada bahu yang kecil itu jika kau memakai helmmu, bisa-bisa luka di wajahku akan terbentur dengannya" . Aku pun mengerutuh di dalam hati
"Dasar nggak ada otak, ditolongin bukannya bersyukur malah bilang orang bodoh lagi, emang kalau manusia udah nggak ada otak, ya kayak gini...". (dengan terpaksa melepaskannya)
Kemudian pria itu bersandar pada bahuku, satu tangannya memegangi luka, dan satunya lagi memegangi pinggangku. Aku masih merasa gejala fobiaku, tetapi tetap berusaha tenang namun tubuh masih sedikit menggigil.
"Apa dia benar takut dengan darah? tapi kenapa masih mau menolongku, dia cukup tenang tapi tak bisa disembunyikan bahwa dia gemetaran ketakutan" (bicara dalam hati dan tertawa sinis)
"liya, tenang liya.... itu hanya pewarna, pe...war...na... liya, tenang lu liya" (bicara dalam hati)
Bukan hanya gemetaran karena ketakutan,tapi juga merinding karena pria itu bersandar padanku ditambah tanganya juga dipinggang.
" Beruntung lu ya.... untung lu lagi sakit parah sekarang, kalau nggak udah gua patahin tangan leher lu dari tadi, ahhh..... sabar liya... sabar...." (bicara dalam hati).