Shalom dan yang lain ternganga mendengar apa yang Hening ucapkan. Biasanya kan cewek kalo suka sama cowok bakal histeris kaya reog gitu tau gebetannya pacaran sama cewe lain.
Lah ..., si Hening masih bisa senyum riang kaya habis dapat lotre. Nggak ada cemburu atau sakit hati apalagi ngamuk sama Dimas sambil mukulin dada tu cowok dengan airmata kekecewaan yang mengalir deras. Lebih deras dari air sungai Suka Sari, gila sih pengendalian diri si Hening ini.
Jangankan mereka yang baru tau Hening, Bayu dan Nur pun sama cengoknya. Kalo tau Hening nggak kesurupan, ngapain mereka ngejar Hening dan berniat menghentikan gadis itu yang menurut akal sehat mereka bakal meronta kaya anak monyet kehilangan induk karena nggak terima pujaan hati dari bayi jadian sama cewe lain di depan biji matanya.
Kagum sih ... tapi aneh aja Hening bisa tahan.
Bayu tersentak dari keterkejutannya pas Hening manggil dari atas jembatan. Dia mengajak Nur dengan cara menarik paksa tangan gadis yang masih berada di alam bawah sadarnya sambil liatin Hening yang siap terjun dengan tatapan kosong.
"Itu Hening kita?" Gumamnya setelah sadar.
"Iya ... semoga itu anak tetap tenang sampe kelar mandi. Jangan sampe dia nimbulin kegaduhan yang ujung-ujungnya mempermalukan diri sendiri."
Bayu ninggalin Nur di ujung jembatan, gadis itu mana berani terjun kaya Hening. Nur sendiri kembali melanjutkan aktivfitasnya, mencuci pakaian di pinggir kali.
JEBURRRRRRRR
Hening terjun bebas, nggak ada yang tau di dalam air dia nangis karena patah hati. Dia menghanyutkan diri agak jauhan dikit biar teman-temannya nggak liat matanya merah karena airmata sialan yang keluar tiba-tiba.
Tapi Hening terlalu lama nyelam sampe hampir kehabisan napas, dia berusaha muncul kepermukaan tapi tiba-tiba kakinya keram dam tangannya mengais asal apa yang ada di dekatnya.
"MASA DEPAN GUEEEEEEEEEEEEEEEE!!" Teriak Dipta menggelegar membuat Hening semakin kuay mencengkram sesuatu yang sejak tadi menjadi pegangannya.
Muka Dipta merah padam karena masa depannya di pegang dengan kuat entah dengan apa, dia sedang nyelam juga dan bersiap berenang ketepi karena mendengar suara riakkan air yang kuat, takutnya itu buaya.
"ANJING APA INI!!" Teriaknya lagi saat jari Hening begerak mempererat pegangannya lalu dengan sekali hentakkan Hening menariknya kuat agar bisa muncul ke permukaan.
Dipta udah nggak tahan, dengan kekuatan Dragon Ball dia menendang asal apa yang ada di bawah kakinya, tepat mengenai muka Hening yang baru nimbul, gadis itu terkengkang ke belakang. Untuk pertama kalinya selama bisa berenang, Hening terminum air sunge dengan hidung kemasukkan banyak air.
Dipta yang belum tau siapa yang menarik masa depannya langsung berenang ketepi dengan rasa takut dan sakit luar biasa. Sementara itu semua orang datang karena mendengar suara teriakkannya tak terkecuali Dimas cs.
Bayu langsung menolong Hening yang tersedak dan membawanya ketepi, gadis itu batuk-batuk dengan wajah memerah dan airmata yang mengalir. Sebenarnya bukan nangis karena tersedak tapi ... ya sudah lah pasti kalian tau Hening nangsi kenapa.
Mukanya yang sakit akibat keterjang kaki Dipta nggak sesakit hatinya saat ini. Asekkkkkk ....
Mata Dipta membelalak begitu melihat yang di bawa keluar dari dalam air itu Hening. Dengan muka merah padam menahan marah dia menarik Hening yang langsung terhempas dari pegangan Bayu.
"Nggak usah ikut campur, ini urusan gue sama dia." Tunjuk Dipta kearah Hening yang masih sempoyongan. Bayu langsung kicep, nggak berani ngomong apapun.
Hening masih batuk-batuk dengan tubuh sedikit lemas, dia nggak tau apa yang terjadi. Matanya mengerjap menatap Dipta yang melotot padanya, biji mata pemua itu siap menerkan Hening.
"Apa?" Tanya Hening ketus.
"LO ...!" Bentaknya sambil nunjuk Hening. Dikit lagi telunjuknya nyentuh hidung Hening yang mancung tapi mungil.
Menarik napas dan membuangnya kasar Dipta melihat sekelilingnya yang udah rame, dia dan Hening jadi tontonan. Dengan kasar dia menarik tangan Hening dan membawanya menjauh dari semua orang.
Bayu mau nahan nggak keburu, gerakkan Dipta secepat kilat.
"Kenapa lagi mereka? Pantang dekat pasti ada aja masalah," gumam Nur dengan wajah khawatirnya. Gara-gara ini, cuciannya terbengkalai.
Dimas yang berdiri tidak jauh dari Nur langsung menoleh, "mereka saling kenal? Siapa dia?" Tanyanya dengan suara dingin. Dia nggak suka dengan Dipta sejak pertama kali melihatnya, selain gaya pemuda itu songong juga karena Shalom memujinya tampan.
"Dia cucu juragannya abah Hening yang baru datang dari kota dua hari lalu. Mereka tinggal serumah dan selalu bertengkar."
"Pantes dia beda dari yang lain. Datang dari kota rupanya," gumam Shalom tanpa sadar membuat Dimas mendengus kasar. Gadis itu langsung tersenyum kikuk dengan raut wajah memohon maaf.
"Maksud situ apa? Kami anak desa buruk begitu?" Ketus Bayu to the point.
Shalom kaget dan langsung menggeleng, dia bersembunyi di belakang tubuh Dimas. Bayu meliriknya tak suka sementara Dimas menatap Hening dan Dipta yang sepertinya sedang bertengkar.
'Cucu juragan abahnya Hening, itu artinya pemuda itu pemilik hampir keseluruhan tanah yang ada di desa ini' batin Dimas dengan mata memicing, fokus menatap Dipta yang tengah menahan marah sepertinya.
*
"Otak lo emang nggak ada ya ... apa yang lo pegang tadi, hah?" Tanya Dipta kesekian kali, tapi nggak ada jawaban dari Hening. Muka gadis itu sok polos, demi apa pengen kali Dipta benam muka si Hening kedalam air sampe kehabisan napas.
"Pegan apa? Mana aku tau, aku asal aja karena nggak sengaja kelelep. Emang apa yang aku pegang?" Hening mengerut-ngerutkan alis, mengingat tekstur benda yang di raihnya tadi.
Dipta mengurut pangkal hidungnya yang mendadak nyeri, tangan satunya berkacak pinggang. Dia sejenak memejamkan mata supaya emosinya nggak meledak.
"Lo tau ... gue pengen banget nerjang lo sekarang! Demi Tuhan, sejak ketemu lo hidup gue sial teruss!" Desis Dipta gemas. Kalo Hening bukan perempuan, dapat di pastikan batang leher Hening udah patah di buatnya.
"Apa lagi aku, bukan sial lagi tapi lebih dari sial! Nggak pernah lagi mujur." Hening yang udah sadar sepenuhnya berkacak pinggang.
Dipt menyipitkan matanta bak elang yang siap menerkam mangsa dan biasanya selalu ampu buat lawan bicaranya menggigil ketakutan.
"Nggak usah natap aku kaya gitu, kau pikir aku takut?" Tantang Hening. Dipta membaca raut wajah Hening dan sepertinya gadis ini emang nggak tau kalo barusan hampir aja buat dia impoten.
Dengan menahan marah Dipta berkata, "kita saling benci itu faktanya. Gue udah sebisa mungkin menjauh dari lo, Jenong. Tapi, lo kayanya demen deket sama gue. Buktinya berenang kearah gue."
"Udah gila kau ya? Aku cuma ngikutin arus, ngapain aku datangin kau, nggak ada manfaat dunia akherat. Oh ... aku ingat yang aku pegang tadi batang kayu lapuk."
Mata Dipta membelalak sempurna.
Apa katanya? Batang kayu lapuk?
"Lapuk?" Tanyanya. Dia mengikis jarak, dan sekarang berdiri tepat di depan Hening dengan kepala menunduk agar bisa menatap gadis gila dengan tatapan yang sangat mengintimidasi.
"Ya lapuk, nggak keras kaya batang kayu biasa, sedikit kenyal juga." Hening mengernyitkan dahinya, bingung dengan ucapannya sendiri.
"Tapi ... kayu lapuk nggak kenyal," gumamnya dengan membalas tatapan bengis Dipta dengan tatapan bingungnya.
"Lo megang titid gue, anjir!" Desis Dipta yang udah nggak tahan dengan muka bodoh Hening. Persetan gadis ini bakal trauma seumur hidup.
"Titid itu apa?" Hening emang nggak tau kok. Mana ngerti dia bahasa gaul.