Chereads / Jodoh! Masa Gitu? / Chapter 14 - Dengan Status Yang Lebih Tinggi

Chapter 14 - Dengan Status Yang Lebih Tinggi

"Kenapa kamu?" Tanya ibu guru pada Ratih begitu masuk ke dalam kelas. Ratih masih nangis pakek sesegukkan padahal Hening udah minta maaf.

Ratih maafin tapi emang airmatanya nggak bisa berhenti keluar padahal hatinya udah nggak sedih sebab Hening janji bawain jambu air besok. Di ladang Hening ada pohon jambu air yang manis kali, kalo mau rasa ya minta sama Hening, dan gadis itu ada pelit-pelitnya.

Sama Bayu dan Nur aja di jual apalagi sama orang. Menurut Hening apapun yang bisa di jadikan uang ya jadikan lah ... mayan buat di tabung uangnya.

"Kotak pinsilnya di hancurin bu kades, bu!" Juki yang jawab. Teman sebangku Jepri itu mulutnya emang lemes, nyinyit kalo kata orang desa.

Hening langsung natap Juki dengan tajam, tapi di abaiin pemuda itu. Hari ini aja dia pengen nistain Hening sampe puas.

"Bu Kades?" Tanya ulang guru bertubuh tambun itu.

"Alias Hening, pak Kadesnya ketua kelas kami alias Jepri calon Kades Suka Makmur!" Riuh tepuk tangan memenuhi kelas. Hening kembali di buat kesal sementara Jepri seneng di ejekkin gitu.

"Ada-ada saja kalian." Guru itu tidak menanggapi, dia kembali menatap Ratih lalu bertanya, "benar?"

Ratih mengangguk, "Hening nggak sengaja."

"Terus kenapa masih nangis?" Tanya guru itu. Dia harus menuntaskan masalah ini jangan sampe berlarut-larut. Takutnya Ratih di tekan Hening makanya kaya orang trauma gini.

"Airmata saya kalau udah keluar susah berhenti, di paksapun nggak mau. Nanti berhenti sendiri." Guru dan seisi kelas cengok. Ratih berkata dengan terbata sambil sesegukkan.

Macam orang di tinggal mati orangtua sedihnya. Nggak lagi-lagi Hening buat nangis Ratih. Masalahnya nggak seberapa rasa bersalahnya seumur hidup.

"Masa?" Tanya Hening nggak percaya. Guru matematika itu memberikan tatapan peringatan buat Hening. Gadis itu langsung diam.

"Ya sudah ... sekarang kita mulai pelajaran. Dan kamu Ratih, minum dulu suapaya tenang." Kemudian dia menatap Hening, murid super aktifnya, "kamu juga Hening, jangan kelewat aktif, di ganti itu kotak pinsil Ratih."

"Nggak usah!" Seru Ratih. Seisi kelas kembali cengok, sebenarnya si Ratih ni kenapa? Kok aneh kali. Sawan apa?

Sebelum gurunya bertanya, Ratih melanjutkan, "Hening janji bawain saya jambu air."

"Ya Allah ....!" Seru seisi kelas yang buat airmata Ratih semakin deras.

"Sudah!" Tegas bu guru lalu dia memulai pelajaran tanpa menghiraukan Ratih yang menurutnya juga aneh. Alah ... bukan Ratih aja yang aneh, seisi pun aneh, tingkahnya buat sakit kepala.

**

Selama jam pelajaran berlangsung, Hening terus mendumal, memaki teman-temannya tanpa suara. Mulutnya komat-kamit kaya dukun lagi bacain mantra.

Sesekali tatapan tajamnya melayang kearah Jepri yang terlihat sangat serius menatap papan tulis dimana guru matematika tengah memberikan contoh soal.

Bulu roma Jepri meremang, tanda ada sosok yang tengah merhatiin dia. Entah itu setan atau manusia tapi hawanya nggak enak kali, horor.

"Bulu roma aku meremang, kau juga?" Tanyanya pada kawan sebangku. Tangannya langsung di tepis si kawan pas mau liat bulu roma yang ada di pundak.

"Nggak usah pegang juga! Tadinya nggak meremang jadi meremang!" Ketus teman sebangkunya sambil menggosok pundaknya.

Gelilah di pegang sesama cowok walau si Jepri nggak mungkin punya niat macam-macam.

"Selo lah ... aku kan cuma nanya!" Jepri ngegas walau tanpa suara.

"Nanya nggak usah pegang juga! Kirain orang kita belok!"

"Tikungan kali ah ... belok-belok!"

Guru yang merasa ada grasak-grusuk langsung berbalik, matanya menangkap Jepri yang tengah adu mulut dengan teman sebangkunya.

"Jepri kalau mau merumpi, keluar!" Tegas ibu guru.

Jepri yang di tegur langsung senyum kikuk, "nggak merumpi kok buk, cuma meluruskan kesalah pahaman aja. Di piki Juki saya nyontet, padahal ibu baru kasi contoh soal." Seisi kelas tertawa sementara Juki mendengus kesal karena kelakuan teman gilanya ini.

"Buk!" Ibu guru itu nggak jadi marahin Jepri lagi sebab perhatiannya teralih sama Hening yang memanggilnya dengan tangan terangkat sebatas bahu.

Guru itu nggak menjawab cuma menatap Hening, mempersilahkan gadis itu mengutarakan maksud dan tujuannya menyela.

"Saya izin ke toilet." Bayu dan Nur tau kalau itu akal-akalan Hening, pasti mau nemuin Dimas yang masih ada di ruang guru sama temen-temennya.

"Silahkan!"

Hening langsung keluar dari kelas, tujuannya emang nyarik Dimas. Pengen tanya kabar, sebab dia nggak pernah liat Dimas di desa padahal pemua itu tengah berada di rumahnya.

Hening melihat Dimas sedang bersenda gurau dengan teman-teman kuliahnya. Ada teman ceweknya juga, gayanya modis, kalo muka cantikkan Hening kemana-mana.

"Mas Dimas." Panggilnya tanpa rasa malu dia mendekati bangku dimana Dimas tengah duduk dengan teman-temannya.

Dimas yang tadinya sedang happy langsung badmood gitu dengar suara Hening yang berani menyela. Dia menoleh dan langsung menatap Hening dengan tajam, nggak perduli teman-temannya heran dengan perubahan sikapnya.

Hening yang cari malu sendiri. Pikirnya.

Hening tersenyum ramah, di tatap tajampun nggak apa-apa, yang penting di tatap, mang gila si Hening.

Johannes yang paham situasi langsung mengajak teman-temannya menjauh kecuali satu orang gadis yang emang naksir sama Dimas dan sepertinya Dimas pun begitu.

Johannes nggak bisa melakukan apapun.

"Tau kata malu?" Tanya Dimas dengan suara yang cukup pelan namun dapat di dengar Hening dan gadis yang tangannya di genggam Dimas.

Hening yang melihat itu hatinya langsung mendadak nyeri. Dia kan pengen juga di pegangin gitu sama Dimas.

"Tau," jawab Hening.

"Tau tapi tidak mengerti maksudnya? Berapa kali saya bilang jangan pernah menyapa apalagi mengajak saya bicara. Kalau kamu tidak tau malu, saya cukup tau. Dan jangan libatkan saya kalau kamu mau malu, paham?"

Dimas emang selalu pakek bahas formal jika bicara dengan Hening. Bahasa formal itu menegaskan kalau dirinya ingij menjaga jarak dalam bentuk apapun sama Hening.

"Kakak siapa?" Tanya Hening pada gadis yang tangannya masih di genggam Dimas. Dia mengabaikan kalimat menyakitkan yang Dimas ucapkan.

Baginya berjuang emang semenyakitkan itu.

"Menurut kamu siapa?" Tanya gadis itu sedikit angkuh. Dia iri dengan kecantikkan Hening. Tapi nggak gitu benci sama Hening karena Dimas nggak tertarik.

"Saingan aku. Sekarang kakak boleh pegangan tangan sama mas Dimas tapi suatu hari aku yang bakal pegangan dengan status yang lebih tinggi."

Hening menatap Dimas dengan sopan lalu berkata, "makasi mas, udah mau bicara sama aku. Paling nggak aku di tanggapin, sampai jumpa."

Hening berbalik lalu berlari menuju toilet, jantungnya berpacu dengan cepat. Dimas menatap kepergian Hening dengan tatapan benci sampe ke tulang.

*

Sepanjang perjalanan pulang Hening lebih banyak diam, Bayu sama Nur kesel sendiri kalo liat Hening nggak pecicilan dan penyebabnya Dimas.

Gitu masuk kearea ladang, langkah Hening terhenti saat melihat seseorang tengah mencangkul, dia mengisyaratkan dua temannya untuk diam.

Dengan kejam dia menolak bokong pemuda itu sampek terjengkang kebelakang.

"Berani-beraninya nyuri singkong di ladang Hening Permata Hati!" Serunya sambil berkacak pinggang.

"MAS JIN!" Seru Nur. Yang di tolak Hening itu si Dipta.