"Ibunya sudah meninggal," kata Addar nanar. "Tepat di hari kepindahanku ke sekolahnya."
"Aa- apa?" Kata-kataku tercekat di tenggorokan.
"Bunuh diri," kata Addar lagi.
Darahku seperti berhenti mengalir. Aku tidak lagi merasa berpijak di atas tanah. Kalimat Addar benar-benar membuatku tidak bisa berkata-kata. Beberapa jam yang lalu aku baru dari rumah Alvian dan dengan jelas dia bilang ibunya ada di rumah. Kalaupun sesuatu terjadi pada ibunya, kenapa Alvian tidak pernah cerita.
Tidak masuk akal. Benar-benar tidak bisa dipercaya. Aku ingin mendebatnya, bercandanya juga sudah keterlaluan. Tapi aku masih belum bisa mengendalikan diri dari kabar mengejutkan yang baru saja Addar sampaikan.
Wajahku dan wajah Addar, kira-kira siapa yang lebih pucat?
Di tengah kalutnya pikiranku, masih saja aku sempat memikirkan sesuatu yang tidak penting.