"Uhh ... Aku tak percaya kita berhasil keluar dari tempat itu," ucap Bella yang kemudian merebahkan dirinya di kasur, ia nampak kelelahan akibat adrenalinnya sekaligus tenaga keluar cukup banyak setelah menyusup di markas musuh.
Neil juga ikut merebahkan dirinya, melemaskan seluruh otot-ototnya sembari bergumam, "Aku juga tak menyangka kita bisa keluar hidup-hidup, apa dengan ini kita akan jadi buronan internasional?" Neil menggulingkan dirinya menikmati sensasi istirahat setelah melakukan berbagai aksi nekad.
"Kalian ini, baru begitu saja sudah tepar, itu tak seberapa dibanding ketika aku bertarung dengan para pasukan dan pemimpin kalian itu," Tirta sedikit memejamkan mata dan terduduk di kursi.
"Tolong jangan samakan kami dengan dirimu," Bella sedikit melenguh sembari membuang jaket dan kuncir rambutnya.
"Ya tentu saja, aku berbeda dengan kalian, karena aku adalah bangsawan cantik jelita super kuat, sedangkan kalian adalah rakyat jelata, itu sungguh perbedaan bagai bumi dan langit," jelas Tirta sembari melebarkan bibirnya menunjukkan kekaguman pada dirinya sendiri.
Namun tidak bagi Bella dan juga Neil yang merasa tingkah laku Tirta itu seperti terlalu berlebihan, namun mereka lebih memilih untuk tak protes terlalu jauh.
"Ada apa dengan ekspresi kalian, apa kalian sangat mengangumiku. Sampai-sampai kalian terlihat begitu tidak nyaman dan memasang tampang heran?"
"Tidak juga ... Kami--"
"Tak apa, aku akan pergi ke kamar mandi dulu. Sembari menunggu mereka berdua bangun, tentu saja aku akan berdandan dahulu karena pertarungan tadi membuat bajuku lusuh."
Tirta pergi dari pandangan mereka berdua, nampak Bella dan Neil saling bertatapan melihat tingkah Tirta yang meskipun cukup jelas narsistiknya, namun mereka tetap tak mengerti apa tujuan Tirta melakukan itu.
"Apa dia selalu seperti itu?" tanya Bella.
"Kurasa baru kali ini aku melihatnya, mungkin saja dia kelelahan."
Bagi Neil, untuk seorang yang berwawasan dan beradab seperti Tirta, seharusnya ia tak terlihat bertingkah aneh seperti itu. Namun Neil mengira ia mungkin sengaja begitu untuk memperlihatkan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Apa kau pikir dia baik-baik saja?" Bella masih penasaran dengan tingkah laku Tirta.
"Jangan tanya padaku, mungkin Mikka lebih tahu."
"Siapa?"
"Bukankah sudah kuceritakan sebelumnya siapa dia?"
"Maaf, aku lupa."
Yang dilakukan Neil selanjutnya hanya mengobrol soal Mikka, menjelaskannya lagi kepada Bella soal keadaan di dunia mereka. Tak berapa lama tabung hibernasi mulai membuka tutupnya, Lina dan Bill akhirnya sadar, mereka kemudian memberikan penghangat dan baju, setelah keluar dari tabung itu.
***
"Aku pikir aku akan mati," Bell masih terlihat sedikit melenguh kesal.
"Bell! Aku pikir aku akan kehilanganmu," Bella berteriak dengan langkah sigap ia langsung memeluk Bell, pelukannya cukup erat membuat Bell kuwalahan.
Tentunya badan Bell sedikit goyah terkena pelukan Bella, ia berusaha menyingkirkannya sembari berteriak, "Hei! Jangan begini! Sudah kubilang panggil saja aku Kakak."
"Haha Bell, bukankah kita hanya beda beberapa menit saja. Tak usah sok jadi Kakak."
"Aku mengerti, tapi bisakah kau menyingkir!"
Setelah beberapa menit, akhirnya Bell dapat menyingkirkan Bella di sampingnya. Lalu mereka semua kembali berwajah serius.
Neil kemudian memulai diskusi, mencoba menghubungkan situasi yang terjadi, ia mulai berucap ke arah Bell, "Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa kalian bisa ke tempat itu?"
Bell mengambil napas panjang dan mulai menyampaikan perkataannya, "Ceritanya cukup panjang. Tapi yang jelas, sistem telah menipu kami."
Dalam pemaparan Bell, ia hanya diberi suatu tugas, namun tiba-tiba seseorang membuatnya pingsan sehingga dia kemudian di lempar ke dalam tabung hibernasi itu oleh orang-orang.
"Tapi untuk apa mereka melemparmu ke dalam tabung?" tanya Bella.
"Ahh, jangan membuatku berpikir sesuatu yang rumit, aku tidak tahu hal semacam itu," jawab Bell sembari menggesek-nggesek rambutnya dengan tangannya.
Tapi setelahnya Bella langsung mencengkeram Bell, "Hei, aku tanya padamu, kenapa kau malah seenaknya bilang pusing memikirkannya, padahal aku sudah susah-susah menyelamatkanmu."
"Bukan kau, lebih tepatnya Tirta dan Neil bukan?"
"Bukan aku, tapi akulah yang meminta mereka melakukannya--"
Saat Bella sibuk menggoyang-nggoyangkan badan Bell kemudian Lina menyela, "Dia takkan tahu Bella, itu sendiri mungkin proyek akhir pembuatan otak kecerdasan buatan yang sempurna."
Bella segera melepaskan Bell lalu terperanga mendengar penjelasan dari Lina.
"Maksudmu proyek yang dulunya dihentikan itu, bukankah pemerintah sudah sepakat untuk tidak melakukan penelitian itu lagi?" Bella nampak kebingungan.
"Apa kau masih percaya pada mereka setelah semua ini?" Neil berusaha mengingatkan.
"Kau benar, tidak ada yang perlu kita percaya lagi dari mereka."
Sejenak mereka diam sampai kemudian Tirta datang dari arah kamar mandi, ia sudah berdandan berbeda yang membuat mereka semua tercengang ketika Tirta menggunakan kostum bangsawan abad pertengahan.
"Apa yang sedang kau lakukan Tirta?" Neil nampak heran.
"Tentu saja melakukan persiapan, baju juga bisa memberikan dorongan psikologis seseorang untuk lebih percaya diri dan kuat."
"Untuk dirimu, kurasa kau sudah terlalu percaya diri."
"Hahaha, terimakasih. Kalau begitu, ayo kita pergi," ucapnya.
Namun dari ujung ruangan Lina kemudian berdiri lalu berkata, "Tunggu, Tirta, bisakah kau menolong Vall."
Namun kemudian Tirta memperlihatkan mimik wajah yang serius padanya. Lalu dengan berat hati ia berkata, "Maaf Lina, aku tak bisa menyelamatkan semua orang."
"Tapi?"
"Dia sudah memilih jalannya sendiri."
Namun Lina belum menyerah begitu saja, ia kemudian bersujud ke arah Tirta, memperlihatkan raut wajahnya yang memelas. Itu membuat kaget teman-temannya yang lain.
"Aku mohon, aku tak ingin berpisah dengannya," Lina cukup berharap kepadanya dengan nada yang memelas.
"Lina, dunia ini tidaklah semudah itu, mungkin aku terkesan memiliki banyak kekuatan, namun bukan berarti aku bisa menyelamatkan dia, kau sudah tahu sendiri bukan, bahwa aku juga belum bisa menyelamatkan duniaku."
"Tapi, aku ..."
"Baiklah, tapi kemungkinannya sangat kecil, terlebih, apa teman-temanmu mau membantu?"
*****