Sekitar tiga hari setelahnya, Tirta bersiap untuk pergi dengan yang lainnya.
Beberapa menit sebelum semuanya berpindah dunia, Tirta mendekat ke arah Mikka, "Tolong jaga tempat ini ya."
"Ya serahkan padaku," jawab Mikka, ia tersenyum ke arah Tirta layaknya seorang pengawal, meski pada dasarnya ia memang bukan pengawal.
"Jangan sampai hilang gadis yang sudah kau tolong itu," ucapnya sembari jari telunjuknya menutup mulutnya yang tersenyum dan salah satu matanya berkedip.
"Tolong jangan menggodaku Tirta."
"Hahaha, baiklah, sampai jumpa."
Tirta berbalik sembari melambaikan tangannya, Tirta menyalakan sebuah alat yang setelahnya terbuka dimensi seperti portal, ia kemudian pergi diikuti oleh Vall, Lina, dan yang lainnya.
Mikka hanya dapat membalas dengan lambaian tangan, alisnya sedikit merendah sebab ia tak berkeinginan mereka kembali ke dunianya, namun ia masih tersenyum berharap mereka akan baik-baik saja.
***
Pemandangan berubah, mereka akhirnya kembali ke dunianya. Lina memandang tempatnya yang masih sama seperti dulu, mereka berada di pembatas wilayah kota Loklia. Sebelum memasuki kota, Vall kemudian mengamati dengan teropong kecil, kotanya tak mengalami sedikit perubahan. "Kau bilang dunia kami mengalami percepatan waktu hingga seratus tahun setiap detiknya, apa kau berbohong pada kami?!" ucapnya dengan nada tinggi.
Tirta menanggapinya dengan tenang, "Semua hal bisa terjadi, jadi beginikah kau berterimakasih pada penolongmu?"
Vall tak menanggapi, ia hanya fokus dengan apa yang ingin ia tuju. Mereka kemudian pergi meninggalkan Tirta, kecuali satu orang yang belum melangkahkan kakinya sedikit pun.
"Ada apa Neil?" tanya Moriv yang ada di depannya. Terlihat jelas dari wajah Neil yang mengerut.
"Bukankah sebaiknya, kita tak perlu kembali?" ucapnya dengan nada sedikit ragu.
Vall yang mendengar hal itu langsung mencengkeram kerah dari Neil, "Apa maksudmu mengatakan hal semacam itu, apa kau lupa dimana kita tinggal dan dibersarkan selama ini!" Teriakannya membuat yang lain merasa khawatir.
"Aku tahu, tapi bukankah setiap orang berhak memilih akan kemana ia pergi?"
Vall sedikit mendorong dan melepaskan cengkramannya, namun alisnya masih terangkat dan menatap tajam Neil.
"Kita tinggalkan saja dia."
Vall pergi begitu saja dengan yang lainnya, kecuali Moriv yang mendekat, "Jika kau berubah pikiran katakan padaku."
Moriv kemudian pergi meninggalkannya bersama dengan Tirta.
**
"Kau yakin tidak mau kembali bersama mereka?" ucap Tirta yang duduk di bawah pohon bersama dengan Neil.
"Sebenarnya ..."
Neil mulai bercerita bahwa ia adalah pasukan elit dari negeri yang bernama Melltria ini, memiliki banyak senjata yang canggih dan juga sistem lingkungan yang sudah diatur, namun ia mengalami banyak eksperimen sebelum menjadi pasukan. Memang di negerinya, segala sesuatu sudah ditentukan sejak dirinya lahir. Ia sebenarnya lebih menyukai dunia Tirta, meski dunianya cukup kacau, namun ia mendapatkan kebebasan disana.
Dalam beberapa perkataannya, ia menjelaskan tentang bagaimana negerinya itu, termasuk sebuah proyek besar yang di ketahui beberapa golongan untuk menciptakan kecerdasan buatan super, namun baginya itu menakutkan.
"Sejujurnya, aku tak ingin mereka kembali."
Neil merasa bahwa negerinya sudah seperti robot, tiap hari hanya mengikuti jadwal, meski ada perpindahan kasta, namun segala aktifitas kehidupan mereka dipantau dengan alat chip. Itu membuatnya tak memiliki sedikitpun privasi.
"Itu artinya, sekarang juga mereka mengetahui apa yang kita obrolkan?" tanya Tirta. Tapi Neil menggelengkan kepala.
"Jaringannya tidak sampai sini, seharusnya obrolan kita masih aman jika diluar kota."
"Jadi, apa yang kau inginkan sekarang?"
Neil tanpa rasa malu bersujud ke arah Tirta, sehingga membuat Tirta terkejut. Ia memohon untuk membantunya menemui temannya lalu pergi dari dunia ini, sejujurnya ia dan temannya di tempat ini ingin sekali pergi jauh, namun mereka terhambat oleh sistem.
"Ho, jadi begitu. Lalu apa yang akan kau berikan padaku?"
"Aku akan melakukan apa saja, selama bisa pergi dari negeri ini, meski aku hidup sama saja dengan mati jika seluruh keinginanku dibelenggu."
"Baiklah, mari kita berjalan-jalan, tapi sebelum itu perlihatkan chipmu?"
Neil memandang sedikit ragu, namun karena Tirta waktu itu menolongnya dari kematian jadi ia memiliki sisi yang cukup percaya kepada Tirta, bahkan dalam waktu singkat sejujurnya Neil memiliki kepercayaan yang cukup kuat.
Neil sedikit membuka kerah bajunya, "Disini." Ia menunjuk letak dari chip yang ditanam dari tubuhnya, ada semacam garis hitam dan tanda seperti sebuah bar.
"Hoo, begitu rupanya," ucap Tirta dengan melebarkan matanya.
"Kau tahu sesuatu?" tanya Neil heran.
"Ya, intinya kita bisa memasuki kota dan memanipulasi data yang masuk pada sistem cloud, jadi kau tak perlu risau soal mereka memantau kegiatan kita."
Perkataan Tirta membuat Neil sedikit terperanga, sejujurnya meski Tirta baginya cukup kuat, namun untuk memahami sistem semacam ini seharusnya cukup sulit. Bahkan beberapa hacker di dunianya tak ada yang mampu melakukan itu sepengalamannya, ia berharap Tirta tak hanya membual.
"Bagaimana caranya?"
"Kau cukup diam saja, biar kuatur darisini, lagipula aku seorang putri sekaligus ratu yang sangat cantik, baik hati, kuat, dan pintar."
Namun, seperti biasa. Seperti halnya Mikka, Neil pun hanya keheranan dengan perkataan Tirta, karena Tirta sama sekali tidak bersikap layaknya bangsawan yang rendah hati, namun cukup narsistik.
Tak menunggu aba-aba Neil kembali terkejut ketika Tirta mulai merubah pakaiannya diiringi sesuatu seperti hologram yang merubah penampilan. Sejenak kemudian Tirta memunculkan hologram sebuah sistem seperti super komputer hanya dengan gerakan tangannya.
"Baik, kemarikan punggungmu."
Neil hanya bisa mengikuti perkataannya, sesaat kemudian chip dalam lehernya itu di sentuh oleh Tirta dengan jarinya memberi sensasi sedikit geli dan tersetrum sedikit pada tubuh Neil.
"A-apa itu?!" teriaknya.
"Tenanglah, itu aman."
Tak menunggu waktu lama Tirta telah selesai melakukan pengaturan dan menghilangkan seluruh hologram yang ia ciptakan.
"Baiklah, ayo kesana."
Neil terdiam, ia tak percaya akan semudah itu. Ia masih terpaku menatap Tirta dengan rasa yang tak sanggup ia jabarkan.
"Ada apa denganmu? Apa kau tak mau menolong temanmu," tanyanya mendekat.
"Ah, maaf ..."
Neil kemudian berdiri mengikuti Tirta menuju perbatasan kota dengan berjalan kaki.
Dalam perjalanan Neil masih penasaran tentang hal yang terjadi sebelumnya, "Tirta, bagaimana kau bisa melakukannya?"
Dengan sikapnya yang santai Tirta hanya menjawab, "Mudah saja, aku hanya perlu meniru bagaimana dunia ini bekerja."
Perkataan semacam itu membuat Neil semakin bingung, ia tak menemukan jawaban yang ia cari, ia kembali menanyakannya, "Tapi bagaimana, seharusnya ada langkah tertentu bukan? Dan apa aku bisa mempelajarinya?"
Hal itu menjadikan Neil semakin penasaran tentang bagaimana kekuatan Tirta bekerja, karena dalam dunianya, mereka selalu menekankan sains dimana segala sesuatu pasti berpola. Ia tak memahami pola tersebut tentunya ingin mengerti bagaimana itu terjadi.
"Akan kukatakan jika kita sudah kembali."
*****