Chereads / Juvenile Delinquency / Chapter 20 - Rencana Aarun

Chapter 20 - Rencana Aarun

Aarun menutup matanya seraya menghela napas panjang, ia mencoba menenangkan dirinya sebelum bertempur hebat, Pak Huta membuka pintu dan mereka berdua langsung masuk di dalam ruangan.

Aarun menghentikan langkahnya setelah melihat kedua orang tuanya yang sudah duduk menunggunya sedari tadi, beberapa guru juga telah duduk disana, tepatnya guru yang pernah mengeluh akan sikap Aarun disekolah tersebut.

Namun ada yang kurang, ia tidak melihat ayah Vino, ia hanya melihat Vino yang duduk sendirian dengan kursi kosong di sampingnya. Apa Tuan Roberto tidak hadir, jika itu benar semua akan gagal, rencananya akan gagal.

"Silahkan duduk Aarun," ucap Pak Ed mempersilahkan tapi Aarun masih terpaku disana.

"Aarun?" semua mata tertuju padanya, sedangkan Aarun tidak tahu apa yang akan ia katakan, rasanya otaknya jadi kosong setelah mengetahui Tuan Roberto belum hadir.

Suara pintu yang terbuka membuat Aarun berbalik kearah sumber suara, bertepatan dengan itu, masuklah seorang pria tua dengan setelan jas hitam yang lengkap, rambutnya rapi disisir kebelakang dan badannya sangat tegak, disampingnya berdiri seorang wanita yang anggun dan sangat terlihat berkelas dilihat dari pakaian bermerek yang dipakainya, Ya, dialah yang ditunggu oleh Aarun tadi. Pria tua itu akhirnya telah datang bersama istrinya.

Ibu Aarun yaitu Riany kaget akan apa yang sedang ia lihat sekarang, ia tidak pernah tahu jika Roberto akan datang ke sekolah itu, dalam hati ia bertanya-tanya sebenarnya apa yang telah terjadi mengapa bisa Roberto ada disana.

Sedangkan Ayah Aarun Harry juga kaget, ia ingat sekali pagi ini anaknya Aarun, menyuruhnya untuk datang ke sekolah, Aarun bilang ia ingin mempertemukan Harry dengan seseorang yang pastinya akan membuat Harry tercengang.

"Akhirnya ayah datang juga" gumam Vino seakan akan sudah hampir meraih kemenangan.

Tuan Roberto bersama istrinya langsung dipersilahkan duduk disamping anaknya Vino, Tuan Roberto juga sebenarnya bertanya-tanya mengapa bisa sampai Riany ada diruangan yang sama dengannya.

Aarun sudah duduk didepan semua guru dan juga orang-orang yang hadir termasuk sahabatnya Ardo, ia terus menatap Tuan Roberto yang terlihat sangat santai tersebut.

"Baiklah kita mulai rapat pertemuan orang tua antara Aarun Arjuna kelas 2-3 dan juga Roberto Alvino Junior kelas 3-1," kata Pak Ed membuka percakapan.

"Aarun kemarin telah melakukan pelanggaran sekolah yang cukup fatal, ia memukul seniornya didalam kelas, saya dan Pak Huta juga kemarin sudah memanggil kedua anak ini dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi tapi semuanya tidak menyelesaikan masalah dengan baik, jadi dengan terpaksa harus memanggil kedua wali atau orang tua para siswa yang bersangkutan," jelas Pak Ed.

Riany, Harry dan Tuan Roberto dan istrinya Isabelle selaku orang tua kedua anak itu mengangguk mengerti.

"Jadi Aarun, Bapak akan tanya kamu sekali lagi, coba jelaskan pada kami semua disini apa yang mengganggumu sampai kau berani memukuli seniormu?" tanya Pak Ed menatap Aarun yang sekarang sedang duduk di sampingnya.

Aarun menghela napas berat, semua orang menunggu penjelasannya, Riany sudah gugup sedari tadi ia baru sadar jika Aarun berencana mempertemukan suaminya dengan selingkuhannya, jika saja Riany tahu jika Aarun ternyata mengenali Tuan Roberto mungkin ia tidak akan ke tempat ini, ia seketika menyesali mengapa ia harus menuruti perkataan Aarun.

Apalagi anaknya itu telah berbohong soal dia memukuli seniornya karena seorang wanita, Aarun telah berhasil mengelabuinya.

"Saya memang sengaja tidak memberitahu alasannya kemarin, tapi saya akan memberitahu yang sebenarnya, saya tertekan selama beberapa bulan ini, saya mengalami kesulitan karena Vino dan teman-temannya, apalagi setelah mengetahui ternyata ayah Vino adalah selingkuhan ibu saya," jelas Aarun yang membuat satu ruangan syok berat.

Ibu Isabelle langsung berdiri dan menunjuk Aarun "Dasar anak kecil tidak tahu malu, kau ingin menjatuhkan reputasi suami saya!" kecamnya.

"Ini tidak bisa dibiarkan, anak seperti ini sebaiknya dikeluarkan dari sekolah ini Pak!" lanjut Isabelle.

"Tenang Ibu Isabelle, kita harus mencari tahu kebenaran semua ini terlebih dahulu," kata Pak Huta.

"Hal seperti ini adalah aib dan privasi keluarga, tidak baik dibawa ke sekolah benarkan Pak Ed?" Kini Tuan Roberto mulai mengeluarkan suaranya yang besar dan terdengar tegas tersebut.

Aarun berdiri karena tidak terima akan upaya Tuan Roberto menyembunyikan kebusukannya "Jika tidak seperti ini, kau pasti akan kabur terus seperti pecundang, aku tahu permainanmu maka dari itu, aku sengaja memukul anakmu untuk mengeluarkanmu dari kandang-"

"Aarun cukup, kita lebih baik mendengar ucapan orang tuamu terlebih dahulu," potong Pak Ed seraya menyuruh Aarun untuk kembali duduk.

"Saya tidak bisa memberitahu tentang masalah keluarga saya disini, tapi apakah boleh saya meminta waktu berbicara empat mata dengan Tuan Roberto," tawar Harry.

"Tentu Pak, saya bersedia tinggal tentukan saja waktunya," ujar Tuan Roberto enteng.

"Saya mau setelah rapat ini," ujar Harry yang hanya dibalas anggukan sok bijak dari Tuan Roberto.

"Ibu, apa ibu tidak ingin bicara, karena ibu aku melakukan semua ini!" kesal Aarun yang tidak mendapatkan respon berarti dari ibunya yang hanya terdiam kaku seperti patung tersebut.

"Kita akan bicara di rumah Aarun," ujar Ibunya.

"Tapi terlepas dari semua ini, anak ini tetap akan di hukum karena memukul anakku kan?" tanya Ibu Isabelle para para guru yang hadir di sana.

"Tentu Bu Isabelle, dari laporan Vino, Aarun telah memukulnya sebanyak dua kali, dan yang pertama terjadi robekan di ujung bibirnya yang harus di jahit," sahut guru lain.

"Berdasarkan catatan pelanggaran Aarun yang sudah di laporkan oleh guru-guru lain itu sudah banyak, dari bolos sampai melawan gurunya sendiri," lanjut guru lain.

Aarun kembali berdiri "Kenapa hanya aku yang seperti seorang kriminal disini, bukankah tadi aku bilang bahwa Vino dan teman-temannya telah membuatku kesulitan, aku tidak mungkin melakukan ini pada Vino jika bukan dia duluan yang mulai, seakan hanya aku yang kalian anggap pendosa dan melanggar aturan sekolah padahal kalian semua tahu jika Vino dan teman-temannya sering berbuat onar dan membully adik kelasnya seperti kami," jelas Aarun panjang lebar, ia tidak terima semua ini, ia sangat kecewa pada guru-guru disana yang terus menunduk karena ayah Vino punya kekuasaan di sekolah tersebut.

Semua guru terdiam, itu memang benar seakan mereka berat sebelah, semua guru yang hadir disana mengaku pernah bermasalah dengan Aarun saat Aarun masih kelas satu, mereka hanya datang menonton serta menyudutkan Aarun, sungguh membuat Ardo sangat kasihan melihat temannya berjuang sendirian apalagi sekarang masalah keluarganya yang harus dibawa-bawa.

Ardo memberanikan untuk berbicara. "Apa saya boleh berbicara Pak?" ucap Ardo yang mengangkat tangannya.

Karena tidak ada yang menjawab Ardo, Pak Huta yang duduk disampingnya mempersilahkan "Saya tidak berpihak pada siapapun tapi yang dikatakan Aarun itu benar adanya, kami para junior sering di tindas oleh Vino dan teman-temannya, seharusnya hal ini sudah tidak tabu di sekolah ini kan Pak."

Pak Huta merespon Ardo dengan baik, itu memang benar seharusnya ada keadilan yang harus diterapkan disekolah tersebut "itu memang benar."

Pak Ed menghela napasnya "Jadi apa yang kalian inginkan?"