"Ardo Lim, tolong gambarkan ibu sistem reproduksi wanita ya" kata ibu guru biologi sambil memberikan Ardo buku yang tadi ia pegang.
Beberapa murid laki-laki yang duduk di belakang sedang menahan tawa setelah Ardo disuruh didepan kelas untuk menggambarkan sistem reproduksi wanita.
Hari ini mereka belajar biologi tentang reproduksi wanita, sama seperti kebanyakan anak laki-laki mereka akan sangat bersemangat jika soal area intim wanita, Ardo yang disuruh menggambar di depan kelas hanya pasrah ketika teman-temannya di belakang mengejeknya habis-habisan.
"Ardo jangan membayangkan yang aneh-aneh" ucap temannya di belakang sana.
"Awas ada yang tegang" bisik pelan temannya lagi namun Ardo masih bisa mendengarnya.
Ibu guru Marry yang sibuk bermain handphone langsung menghentikan aktifitasnya "siapa yang bicara tadi?" tanyanya dengan tatapan tajam.
"Aarun bu." Tunjuk laki-laki yang duduk tidak jauh dari Aarun. Ia adalah Kevin si anak paling suka cari perhatian di kelas itu.
Aarun terheran-heran mengapa ia disebut, ia bahkan tidak berbicara ataupun memperhatikan apa sebenarnya yang di depan itu "Apa?" tanya Aarun bingung.
Teman-temannya tertawa kecil setelah melihat Aarun kebingungan "Apa yang tegang Aarun!" Bu Marry kini berdiri dan melihat Aarun lurus kedepan.
Ardo yang sudah selesai menggambar juga memperhatikan Aarun dari depan, ia tahu persis suara sahabatnya dan tidak mungkin Aarun yang berbicara kotor sedemikian rupa. Ia tahu jika suara itu berasal dari bangku belakang paling tengah dimana Kevin duduk.
Aarun ikut berdiri "Aku tidak mengerti maksud Ibu, dan lagi aku tidak pernah berbicara sedari tadi," jujur Aarun.
"Maaf Bu, yang tadi bukan suara teman saya Aarun," bela Ardo.
"Lalu siapa? Dengar ya anak-anak apalagi yang laki-laki, berhentilah bermain-main saat jam mata pelajaran kalau kalian masih mau main-main lebih baik keluar!" Tegas Bu Marry.
"Baik Bu," balas para murid.
"Ardo terima kasih, silahkan duduk kembali," suruh Bu Marry yang langsung dituruti Ardo.
"Kalian gambar dan tulis apa yang ibu akan jelaskan ya," suruh Bu Marry lagi.
"Baiklah, Ibu akan menjelaskan yang paling penting dan paling utama di organ reproduksi wanita." Kini Bu Marry melanjutkan penjelasannya , ia menunjuk gambar Ardo tadi. "yang pertama adalah rahim, rahim atau uterus adalah organ reproduksi wanita yang berongga dan bentuknya seperti buah pir. Ini merupakan rumah bagi janin yang sedang berkembang," sambungnya.
Suasana pelajaran kembali normal seperti biasa, Aarun sedang fokus menggambar sesuatu di kertas yang baru saja ia sobek, Ardo yang tadinya juga fokus memperhatikan guru didepan membelalak setelah tidak sengaja melihat apa yang di gambar oleh sahabatnya itu.
Ia menyenggol lengan Aarun "Hei Run, cepat buang gambarmu itu," bisik Ardo.
Aarun terkekeh pelan "Perhatikan saja pelajaran, tidak usah memperhatikanku," ketus Aarun.
Ardo menggelengkan kepalanya, bisa-bisanya Aarun menggambar wanita dan pria yang sedang berhubungan badan "Aarun! Kau mau kena masalah!" tekan Ardo yang ingin merampas kertas itu dengan paksa namun sebelum itu terjadi, Aarun telah lebih dulu meremas kertas itu lalu melemparkannya pada Kevin.
Aarun hanya tersenyum enteng setelah Kevin mencoba membuka kertas tersebut, Ardo hanya bisa menghela napasnya karena ia baru sadar jika Aarun sedang berusaha membalas Kevin.
Kevin menatap Aarun dengan jengkel, Kevin menuliskan sesuatu dan melemparkannya kembali pada Aarun, disaat itulah Aarun berdiri saat Bu Marry masih menjelaskan bagian-bagian dari uterus.
"Bu... Kevin melemparkanku kertas ini." Aarun menunjukkan sebuah kertas ditangannya.
Kevin kaget dan ikut berdiri "Itu, itu tidak benar Bu, Aarun yang duluan melemparnya!"
Bu Marry melangkah menuju meja Aarun dan mengambil kertas itu, wajah Bu Marry seolah menahan kemarahannya setelah melihat gambar itu "Jadi siapa yang benar?"
"Kevin tadi menuduhku sekarang dia melemparkanku kertas itu Bu, aku berkata jujur," ucap Aarun.
Kevin bungkam tapi ia kembali berusaha membela dirinya "Tidak, Aarun menjebakku"
"Bukannya kau yang dari tadi bermain-main denganku"
"Aarun kau benar-benar licik-"
"Berhenti!, Ardo, Jawab kau yang paling tahu disini apa yang terjadi." Bu Marry malah menyuruh Ardo menjelaskannya karena Ardo lah yang duduk di tengah-tengah Aarun dan Kevin yang sering berbuat onar di kelas tersebut.
Ardo berdiri menghadap Bu Marry, malah seolah Ardo yang di berikan beban berat, mana mungkin ia akan berkata jujur karena pasti Aarun akan dihukum, tapi jika ia juga berbohong maka ia akan dapat masalah dengan Kevin. Ardo benar-benar pusing.
Kevin terdiam menunggu Ardo bicara sedangkan Aarun juga terdiam tapi ia tahu jika dirinya sedang unggul sekarang "Permisi, siswa atas nama Aarun Arjuna!"
Semua murid yang tadinya berbalik ke belakang memperhatikan Ardo yang ingin menjelaskan masalah ini, berbalik ke depan setelah Pak Huta datang.
Pak Huta langsung menunjuk Aarun yang memang sedang berdiri diujung sana "Bu Marry, saya izin membawa Aarun dulu, dia di panggil oleh kepala sekolah."
Semua murid dikelas 2-3 terdiam, mereka tahu soal masalah Aarun kemarin dengan senior yang paling di segani di sekolah mereka, Aarun yang juga sudah menunggu akan panggilannya bergegas pergi meninggalkan kelas.
Beberapa perempuan dikelas itu berbisik membicarakannya, ada yang mendukung tapi ada juga yang tidak, entah bagaimana nasib Aarun setelah ini tapi bukan hal itu yang terpenting melainkan misi utamanya mempertemukan orang tuanya dengan Roberto ayah dari Vino.
Masalah ini harus cepat terselesaikan.
Ardo kembali duduk di kursinya ia hanya menatap punggung sahabatnya yang kini telah hilang dari arah balik pintu, namun ia ingat jika Aarun ingin memperlihatkannya sesuatu yang sudah ia rencanakan, Ardo pun dengan yakin dan berani mengangkat tangannya "Bu saya izin sebentar."
"Kemana?" tanya Bu Marry.
"Ke... ke toilet" dusta Ardo.
"Baiklah," Setelah mendapat persetujuan, Ardo langsung ikut keluar kelas mengikuti Aarun dan Pak Huta dari belakang.
Sedangkan Kevin tetap harus berurusan dengan Bu Marry setelah pelajaran biologi itu selesai.
Aarun terus mengikuti Pak Huta dari belakang, jantungnya seakan berdebar, tapi ini bukan berdebar seperti bertemu Hannah, tapi berdebarnya itu karena rasa tertekan, takut jika ia gagal, khawatir dan juga takut dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, tapi hanya ini lah jalan satu-satunya agar pria tua bangka itu mau menunjukkan batang hidungnya.
"Bapak ingin kamu menyelesaikan masalahmu dan berkata jujur nanti pada orang tua dan juga kepada semua guru disana," ucap Pak Huta tanpa melihat Aarun.
Aarun hanya bungkam sepanjang perjalanan hingga mereka sampai di kantor di depan ruangan kepala sekolah, sebelum membuka pintu Pak Huta kembali berkata "Buatlah alasan yang bagus mengapa kau memukul Vino waktu itu, ambillah hati para guru di dalam sana, jangan beri alasan seperti kemarin."
Aarun mengangguk mengerti "Baik Pak," ucapnya.