Saat Aki kembali kerumahnya, tak ada satu anggota keluarga pun yang menyambutnya, halaman rumahnya penuh dengan kendaraan, tetapi rumahnya sunyi bagai tak ada orang.
Jangankan menyambut, tak ada seorang pun yang menengok dan menjemput Aki pulang. Dia hanya dijemput sang supir yang biasa mengantarnya kemanapun, supir pribadi yang diberi Yasuhiro, yang bahkan dia panggil sendiri untuk menjemputnya dan menyelesaikan urusan administrasi.
Aki berusaha untuk tidak berpikiran buruk terhadap keluarganya, tapi pikiran buruk itu berseliweran di kepala Aki.
Seperti, jika aku tak pulang dan hilang begitu saja sepertinya bukanlah masalah besar
Apa aku benar-benar tidak dianggap lagi oleh mereka?
Atau aku sebenarnya bukan bagian dari mereka sejak awal?
Lalu buat apa mereka berharap tinggi padaku?
Aki mengerjap beberapa kali lalu menatap kedepan, hanya beberapa maid pengasuh yang menyambut Aki dengan mata memerah.
Aki di dorong dengan kursi roda dan dibawa masuk melalui pintu samping, pintu yang biasa di lalui para maid. Beberapa pertanyaan muncul di benak Aki tapi, dia hanya diam walau merasa bingung dan heran.
'Mungkin teman ayah sedang datang?' benak Aki, dia mengangguk. Benar, tidak sopan kan jika Aki masuk saat ayahnya sedang kedatangan tamu?. Benar, itu bisa saja terjadi kan.
Tawaan riuh terdengar dari taman dibagian halaman belakang rumahnya, aroma sedap makanan tercium. Aki menoleh, mendapati beberapa sepupunya sedang bergelut dan melempar lelucon pada Hiroshi dan Asahi yang duduk bersampingan, tangan Asahi melingkari bahu Hiroshi posesif. Dan beberapa sepupunya juga sibuk menggoda Seira dan Kazuhiko.
Mereka benar-benar berenang-senang.
Maid yang bersama Aki buru-buru mempercepat, mendorong kursi roda Aki menuju kamar.
Memang, saat kumpul keluarga pun Aki tak pernah bisa menyatu dan bergaul dengan mereka, Aki hanya akan diam dipojokan sambil menonton, dan dia juga tak pernah mengikuti acara keluarga hingga selesai. Dia merasa tak nyaman dan ada semacam rasa lelah yang tak tau datang dari mana, membuatnya tak betah dan buru-buru kembali ke kamarnya sendiri.
Sekarang, orang-orang mengabaikannya seolah tak ada yang terjadi sebelumnya.
Seolah Aki bukan siapa- siapa.
Seolah Aki bukan bagian dari mereka.
Seolah ingatan orang-orang tentangnya terhapus begitu saja.
Seolah Aki tak terlihat dan hilang di udara begitu saja.
Seolah dia tak pernah ada sebelumnya.
Tidak, itu salahnya sendiri, dia tak dapat menyalahkan mereka tentang itu. Dia yang tak cukup aktif, dia yang tak menaruh peduli. Akiu hanya bisa memalingkan wajah dan menunduk dengan sedih.
Lagi-lagi Aki dibuat heran, dia tidak dibawa ke kamarnya, melainkan kesebuah ruangan kecil sederhana sebaris dengan kamar maid. Saat pintu dibuka, benar saja, barang-barangnya sudah berpindah kesana, tergeletak berantakan di lantai. Dan banyak yang tak ikut masuk ke kamarnya yang sekarang. Barang-barang mewah seperti sofa, rak buku, meja belajar dan karpet bulu kesukaannya tak turut ikut. Bahkan boneka beruangnya hanya tersisa satu..
Ruangan itu jauh lebih kecil dibanding kamarnya, itu hanya dapat menampung satu single bed, satu lemari dua pintu, dan satu meja nakas kecil disamping tempat tidur, lalu kamar mandi kecil dan barang-barang penting miliknya.
Rupanya keluarganya benar-benar sudah tak menganggapnya bagian dari mereka lagi. Dia sudah dicampakkan.
Aki menghela napas pelan, tapi tak berkomentar apa-apa. Dia hanya memperhatikan dua orang maid-dengan yang bersamanya sedang menyusun dan membereskan barang-barangnya.
"Rin, pakaianku hanya sebanyak itu?" kata Aki, alisnya mengerut heran. Pakaian formal, sepatu dan pakaian harian lain di kamar lamanya satu walk in closet penuh berukuran 2x lipat ruang kamarnya sekarang. Tapi yang ada hanya satu lemari dua pintu berukuran sedang?.
"Di-dimana pakaian formal ku? Outfit ku?" kata Aki, raut wajahnya panik. Jika sudah begini, itu artinya..
"Maaf Aki-sama, Tuan besar sudah membakar semua pakaian Aki-sama selain dari yang tersisa, beberapa hari lalu.."
Wajah Aki sontak memerah, matanya berkaca-kaca.
Aki mengangkat tangannya, meminta para maid yang belum selesai mengemas barangnya keluar.
"Aku-aku yang akan mengurus sisanya" kata Aki dengan suara bergetar lalu menutup pintu kamarnya setelah keduanya pergi.
Aki menangkup wajahnya, tak tahan lagi untuk menangis.
Dimana sebenarnya salahnya yang paling fatal hingga dia harus diperlakukan seperti itu?.
Aki mendorong kursinya menuju tempat tidur yang sudah dibersihkan, barangnya hanya tinggal sedikit yang masih berada dilantai, dia bisa mengerjakan itu nanti.
Aki berusaha naik ke kasurnya dan berbaring lemas, matanya perih dan hidungnya sakit, wajahnya sembab. Dia lelah setelah menangis setengah jam-an, menangis dalam diam. Tanpa menunggu lama Aki sudah terlelap begitu saja.
Aki terbangun dengan mata bengkak, ternyata dia tertidur lagi setelah membereskan barang-barangnya. Sekarang sudah hampir sore, sejak semalam dia pulang, tampaknya belum ada seorangpun yang sadar dia sudah kembali. Ah.. atau memang tak perduli?
Aki menatap sekeliling kamarnya, matanya tertuju pada sebuah kotak lumayan besar di pojok ruangan dekat jendelanya, dia baru sadar akan keberadaan kotak itu. Dia lalu meraih kursi roda di dekat nakas.
Dengan perlahan tangan kurus itu memutar roda kursinya menuju kotak tersebut. Itu mungkin berisi berkas-berkas pentingnya.
Saat di buka, Aki membelalak kaget, lalu menghela napas lega. Ayahnya tidak menarik semua fasilitasnya, Yasuhiro masih meninggalkan kartu ATM dan buku tabungannya dalam keadaan utuh. 6 kartu ATM dari ayahnya, 2 dari ibunya dan satu berisi tabungannya sendiri masih ada disana dengan lengkap.
Tak apa.. Kartu-kartu itu cukup untuk membiayai hidupnya hingga tua.. Bahkan berlebih. Bahkan jika dia menikah dengan menggunakan uangnya sendiri lalu membuat rumah, itu masih lebih dari cukup. Tak apa rumah, properti dan kendaraannya diambil kembali, dia sudah bisa hidup dengan tabungan-tabungan itu.
Sebuah buku bersampul kulit berwarna cokelat muda menarik perhatiannya, alisnya berkerut, dia tak mengingat buku apa itu. Selain dokumen pentingnya hanya itu satu-satunya buku yang masuk ke kotak ya, bahkan buku pelajarannya saja tidak. Dengan buku tersebut dipangkuan, Aki lalu membawa dirinya ke dekat jendela, ke tempat yang memiliki banyak cahaya, karena hanya ada dua buah jendela panjang disana, kamarnya menjadi kekurangan cahaya.
Saat halaman pertama dibuka, sebuah foto dengan catatan kecil jatuh ke pangkuannya. Setelah memperhatikan foto itu dan membaca catatan kecil disana beberapa saat. Air mata Aki meluncur bebas dengan isakan pelan lolos dari bibirnya, tubuhnya bergetar menahan suara. Rasa sakit dan ngilu yang sama seperti yang dia rasakan di rumah sakit terasa lagi.
Cengeng?
Bisa disebut begitu.
Itu karena Aki bodoh.
Sebab Aki tak suka berinteraksi dan bergaul, dia jadi tak tau bagaimana mengekspresikan emosinya. Dia hanya bisa menangis, hal yang bahkan tak perlu dia ketahui dengan bergabung dengan orang-orang, dengan belajar mengekspresikan diri dari orang-orang.
Apa yang terjadi padanya adalah salahnya dan nasib buruk yang dia punya. Tak ada seorangpun yang bisa di salahkan tentang apa yang terjadi padanya.
"Aki-sama.. Aki-sama"
Aki menaruh buku tersebut kedalam kotak setelah menyelipkan foto kembali kedalam buku. Dia sudah duduk disana sekitar hampir dua jam, hanya duduk diam menatap ke luar dari jendela sejak dia selesai menangis dan sesekali termenung.
Dia-Aki menoleh kepintu sesaat, lalu memutar kursinya kearah itu.
"Mai? Ada apa?" kata Aki sambil menutup pintu kamar dibelakangnya. Maid bernama Mai itu terlihat hampir menangis.
"Houtarou-sama memarahi Sasha.. Dia meminta saya memanggil Aki-sama, dia juga memukul Sasha" kata maid yang hanya terpaut usia 5 tahun dengan Aki, dia sudah mengasuh Aki sejak dia berusia 7 tahun sama dengan Sasha yang dia sebutkan, hanya saja Sasha ikut mengasuh Aki setahun setelahnya. Dan Rin serta satu lainnya adalah pengasuhnya dari dia bayi.
Aki mengernyit, Houtarou? Siapa?
Setelah mencari-cari dalam ingatannya sejenak…akhirnya dia mengingatnya!
Houtarou, sepupunya, anak dari adik perempuan ayahnya, Houtarou sendiri anak bungsu dari saudara kembar Koutarou - Houtarou, usianya dengan Aki terpaut 3 tahun lebih muda.
Aki lalu mengangguk dan membiarkan Mai mendorong kursi roda untuknya. Dari jarak 10 meter, Aki dapat mendengar Houtarou yang marah-marah.
"Houtarou.." panggil Aki. Sang empunya nama menoleh, matanya menyipit tak suka, seolah berkata 'Jangan sok kenal denganku, dasar rendahan!'
Aki berdehem lalu beralih mendorong kursi rodanya sendiri mendekati Sasha yang terduduk berderai air mata dan keranjang cuciannya tumbang dilantai.
"Houtarou, kenapa dengan Sasha? Apa dia berbuat kesalahan padamu?" kata Aki, suaranya serak tapi nada bicaranya sedikit kasar. Sejak saat dia di rumah sakit, mood dan pikiran Aki sudah cukup kacau, emosinya tak menentu, mungkin karena efek stres.
Houtarou menunjuk tepat di wajah Aki. "Kau.. Kau bukan majikan disini! Jangan panggil namaku dengan tidak sopan!" katanya, matanya melotot.
Aki terkejut, matanya melebar. "A.. Apa?"
Buk!
Baju-baju kotor dari keranjang Sasha ditumpahkan dikepalanya.
"Kau kan bukan lagi anggota resmi keluarga ini.. Apa-apaan bajumu dicucikan! Cuci bajumu sendiri!"
Aki mengerjap beberapa kali, alisnya mengerut rapat hampir bersatu. Wajahnya sudah memerah dengan mata berkaca-kaca.
Aki menggeleng tak habis pikir.
Ada apa sebenarnya?
Apa semua orang sudah diberi tahu jika dia sudah ditendang?
Karena dia seorang omega?
Aki memijat pelipisnya sesaat, menjatuhkan pakaian kotor yang ada diatas kepalanya.
"Apa kau pikir aku bisa mencuci dengan keadaan seperti ini?" kata Aki kesal. Houtarou melirik gips di tangan dan kaki Aki sejenak.
"Hah Houtarou?"
Houtarou kembali melotot, menunjuk lagi ke wajah Aki. "Panggil aku dengan sopan!"
"Houtarou!
Brak!
Wajah Houtarou memerah, dia menendang kursi Aki hingga tumbang dan Aki terjatuh.
"Ku bilang panggil aku dengan sopan pelacur tak berguna!"
Aki masih menunduk sambil mengangkat tangannya yang menyentuh lantai, menumpu tubuhnya, ada rasa sakit menyengat dan lembab disana.
Sikut Aki lecet dan mengeluarkan darah, bahkan ada yang lengket di lantai.
Houtarou membelalak kaget, wajahnya memutih.
"I-itu salahmu membuat ku marah! D-dasar lemah! " katanya lalu buru-buru pergi dari sana sambil mengomel dan mencemooh Aki.
Sebenarnya apa masalah anak itu?
To be continued….