Aki mengusap pelan amplop ditangannya dengan ibujarinya. Amplop itu belum lama dilempar Yasuhiro kewajahnya. Tak perlu bertanya soal amplop apa itu, Yasuhiro dengan senang hati mengatakan bahwa Aki sudah resmi bukan lagi anggota keluarga Nobuyuki lagi. Senyum senang dan puas tak perlu Yasuhiro dan keluarga Nobuyuki lain repot sembunyikan. Tak perlu bersusah payah berpura-pura terpaksa, sedih, atau apa..
MITSUO RUI
Ya, nama baru, identitas baru..
Tetapi, dengan kehidupan yang masih sama.
Tetap menyedihkan.
Aki bahkan tak perlu repot berpikir dari mana ayahnya mendapatkan dan mengapa dia memilih nama itu, karena dasarnya penamaan bagi seorang anak keluarga terpandang itu sangat diperhatikan, biasanya sang kepala keluarga akan mendiskusikan nama yang baik dan sesuai dengan harapan mereka bersama keluarga yang sudah lebih tua. Jawabannya adalah… sederhana, Yasuhiro tak memberikannya nama itu. Nama itu hanya datang entah dari mana.
Aki juga tak ingin berfikir terlalu jauh siapa yang memilih namanya..
Aki menatap orang-orang disekitarnya yang tak lain adalah keluarganya sendiri dengan wajah tanpa ekspresi, matanya sudah lama mendung dan berkaca-kaca sejak awal Yasuhiro mempermalukannya. Suasana di ruang keluarga berubah hening dan menegang entah sejak kapan.
"Asahi akan menikahi Aki"
Sepatah kalimat yang diucapkan dengan lantang terdengar bagai guntur yang menyambar. Jangankan orang-orang, Aki sendiri kaget mendengarnya, bahkan setitik air mata yang sedari tadi dia tahan meluncur begitu saja dari pelupuk matanya.
Semua orang menoleh ke asal suara dengan mata terbuka lebar. Itu adalah ulah Kousuke, ayah Asahi.
"Apa?!.. Ayah!.. Tidak! Apa-apaan keputusan sepihak itu?! Ayah bahkan tak bertanya padaku!
"Apa ayah tidak memikirkan perasaanku dan Hiro?" tolak Asahi lantang. Suaranya bahkan memenuhi seisi ruangan. Anak yang biasanya berkepala dingin dan bijaksana itu kini mengeraskan suaranya menentang.
"Apa katamu? Memikirkan perasaanmu? Lalu bagaimana kau akan mengatasi apa yang terjadi pada Aki? Kau kan yang sudah me-markingnya?"
Asahi menggebrak meja dengan keras. "Itu kan bukan sepenuhnya salahku! Aku bahkan tak sadar melakukan itu! Itu pasti dia yang menyengajakannya! Itu salahnya!
"Aku hanya perlu merej-
Brak!
Gebrakan lain memotong Asahi.
" Tutup mulutmu! Jangan sekali-kali kau berpikir untuk mereject Aki! Kau bahkan tak tau apa akibat yang dia dapatkan!"
"Ayah! Banyak kemungkinan efek reject belum tentu-
" Apa yang akan kau lakukan jika Aki kehilangan nyawanya? Kau akan bertaruh apa?" kata Kousuke menantang, warna mukanya menggelap.
" Ayah! " emosi Asahi juga kian memuncak.
" Kau!. Akan tetap menikah dengan Aki!" kata Kousuke tak terbantahkan. Dia bahkan mengeluarkan pheromone mengintimidasi pada putranya itu.
Merasa kalah, Wajah Asahi memerah, dia terlihat seperti ingin menangis.
Aki-Rui termenung, dia bahkan tak tau bagaimana akhirnya dia bisa sampai kekamarnya setelah kekacauan yang sudah terjadi. Aki mengerjap, meremas kain celana dipangkuannya, ada rasa bersalah, namun ada rasa bahagia dihatinya.
Rasa bersalah karena sudah menyakiti Hiroshi dan menggantikannya menikah, serta rasa senang karena dia akan menikah dengan orang yang ia cintai dalam diam selama ini, yang bahkan tak pernah berani dia bayangkan sebelumnya.
Salah kah dia merasa senang?
Jahat kah dia?
Tapi Rui tak menyalahkan dirinya, bagaimanapun dia sudah melalui berbagai kesulitan, dia juga ingin merasakan ketenangan, dia juga ingin bahagia walau sedikit. Setelah sekian banyak luka secara bertubi-tubi menghantamnya kan?
Rui menangkup pipinya yang terasa terbakar.
Dia akan menikah!
Asahi dan dia akan resmi menikah tak lama lagi. Itu yang Kousuke-san dan Haruka-san janjikan padanya tadi.
Sebenarnya, saat Asahi mengatakan ingin merejectnya, Aki sudah merasa tubuhnya panas dan kesulitan bernafas, seperti ada sebuah batu yang menindih dadanya dan tak memperbolehkannya menghirup oksigen barang sedikit. Rasanya sangat menyakitkan.
Rui mematut dirinya di cermin. Memperhatikan tubuhnya dari atas hingga kebawah. Dia pun mendapati dirinya terlalu kurus bagai tulang yang dibalut kulit, pipinya terlalu tirus tak berisi, dan kulitnya terlalu pucat bagai tak dialiri darah.
Tubuhnya kecil ramping, pasti akan sulit memilih baju pengantin untuknya, dari segi tinggi badan saja Rui sudah kalah jauh, dia hanya sedada Asahi, tubuhnya juga bagai anak usia sekolah menengahan, dia lebih terlihat seperti 'Adik' dibanding 'istri'.
Rui mengusap pipinya pelan, dia harus mulai menaikkan bobot badannya agar lebih berisi, sehingga Asahi tak akan merasa malu karena orang-orang mengira dia tak memberi Rui makan. Rui memiringkan kepala, ingin melihat sisi lain wajahnya, saat itu juga matanya bertemu dengan sepasang mata cantik yang juga menatapnya dari cermin, tetapi sayangnya mata cantik itu dipenuhi kilatan merah amarah.
"H-Hiro.." Rui berbalik spontan dan dengan gugup menyembunyikan tangannya ke balik tubuhnya, seolah dia telah berbuat suatu kesalahan.
Hiroshi yang berada tepat didepan pintu kamar Rui memandangnya tajam. Jika diperhatikan lagi, matanya memerah dan sembab, hidungnya juga memerah.
Rui semakin berjalan mundur dengan gugup saat Hiroshi memasuki kamarnya dengan tatapan tajam seolah ingin membelah Rui menjadi dua dengan tatapannya.
"Nii-sama" panggil Hiroshi, suaranya dalam, jauh berbeda dengan nada ceria dan suara sedapnya yang biasa, suaranya dalam dan menyiratkan kemarahan dihatinya.
"Kenapa Nii-sama tidak menolak perjodohan dari Kousuke-san itu?..
" Nii-sama tau kan aku dan Asahi-san sudah berencana menikah? "
Rui menoleh kearah lain, tak berani menatap langsung ke mata Hiroshi.
"Nii-sama!" bentak Hiroshi.
Rui terlonjak kaget "Y-ya.." jawabnya spontan.
"Nii-sama tau kan kami akan menikah?!" kata Hiroshi, intonasinya meninggi.
"A-aku tau.." cicit Rui pelan, suaranya bagai tercekat ditenggorokan, kakinya pun sudah tak dapat mundur karena punggungnya sudah menyetuh dinding.
"Lalu kenapa Nii-sama tak menolak?"
"A-aku tak bisa..?"
Hiroshi tertawa hambar, "Kenapa?!"
"Kenapa!!" bentak Hiroshi menarik kerah baju Rui, membuatnya semakin beringsut kedinding.
"Kenapa Nii-sama tak memikirkan aku? Kenapa Nii-sama tak meminta reject?"
Pertanyaan Hiroshi barusan mengundang respon shock Rui.
Rui memalingkan wajahnya lagi, "A-apa kamu tau efek yang terjadi setelah seseorang direject?..
" A-aku bisa saja.. Kehilangan nyawaku?" Rui memegangi tangan Hiroshi saat cengkraman dikerahnya mengetat.
"Lalu apa? Setelah bertahun-tahun dan sekarang Nii-sama dengan seenaknya mengambil Asahi-san dariku? Apa Nii-sama pikir itu adil?"
Rui mengetatkan tangannya dipergelangan tangan Hiroshi "A-apa kamu pikir segalanya juga adil.. B-bagiku?"
"Adil? Apa Nii-sama masih ingin diperlakukan adil? Nii-sama yang merebut semuanya dariku kan?" Melihat Rui hanya menunduk, Hiroshi semakin meradang.
"Kenapa Nii-sama mengacaukan semuanya? Kenapa Nii-sama tak diam dan bersembunyi saja seperti biasanya?"
"Kenapa Nii-sama tak berguna?!" jerit Hiroshi.
Bang!
Hiro mendorong tubuh Rui kedinding, kepalanya membentur dinding dengan keras membuat bunyi nyaring dan membuat Rui pening seketika.
"H-Hiro.."
"Tak berguna!" jerit Hiroshi lagi sambil menangis keras dan kemudian pergi begitu saja, meninggalkan Rui terduduk dilantai memegangi kepalanya.
'Tak berguna' kedua kata ini bagai seakan sudah melekat pada diri Rui sekarang, baik ayahnya, adiknya, semua orang sudah melabelinya dengan kata itu.
Rui sendiri tak tau rencana mereka mengubah identitasnya. Mengejutkannya, menghancurkan perasaannya dengan kejam. Mereka menampar - menginjak dan mempermalukannya sesuka hati mereka. Dan dengan gemblang melepas Rui, membuangnya.
Lagi-lagi Rui mendapatkan luka baru ditubuhnya, kepala bagian belakangnya membengkak, sedikit membenjol dan sudah ada plester pereda nyeri disana. Luka yang sudah hampir sembuh disikutnya kembali berdarah dan sudah terdapat plester yang merekat erat. Memang lukanya yang kemarin-kemarin sudah mulai membaik, memar-memar sudah menyamar dan luka terbuka sudah mulai sembuh.
Tapi jika tubuhnya terus-menerus mendapat luka. Jika terus begini, hanya tinggal menunggu waktu hingga tubuhnya mencapai limit dan rusak.
Rui mengusap kepala Bagian belakangnya yang terasa nyeri. Hiroshi, sosok yang bagai peri dimatanya tak lagi menghangatkan perasaannya, tak lagi mewarnai harinya, menghancurkan taman bunga berpelangi dihatinya dengan kejam. Tak lagi membuat Rui bahagia hanya dengan sekedar berada didekatnya. Tidak hanya Yasuhiro, Houtarou, bahkan Hiroshi pun memperlakukan dan menganggapnya sama.
Kelabu
Kini semuanya kelabu.
Dia memang mendapatkan Asahi, tapi dia harus menggadaikan keluarganya dan hidupnya sendiri untuk kebahagiaan yang bahkan belum pasti.
To be continued…..
Edited :12 june 2022
Published : 19 june 2022