TIDAK mungkin jika mereka harus menghabiskan waktu dengan makan sampai pulang. 30 menit bagi mereka sudah begitu cukup. Sehingga, seluruh tim masuk untuk bekerja kembali.
"Terima kasih karena sudah menemani saya. Lain kali, mari menghabiskan waktu seperti tadi," kata Pak Andre.
"Dengan senang hati, Pak," ucap Zero dan lainnya.
Drrt
Suara dering telepon milik Bella membuat seluruh orang melihat ke arahnya.
"Tidak apa-apa. Jawab saja," perintah Pak Andre.
Bella berjalan keluar koridor untuk mengangkat telepon dari orang yang dia benci.
Sebelum mengangkat panggilan itu, Bella menarik nafasnya dalam-dalam dan memaksa sudut bibirnya melengkung ke atas.
"Ada yang perlu saya bantu, Pak?" tanya Bella.
"Ke ruanganku, sekarang!" jawab Rey sedikit menyentak.
"Baik," jawab Bella yang memutuskan panggilan dari dia.
"Hah? Dia yang menutupnya?! Ck!" kata Rey yang kesal.
Bella datang kepada Pak Andre, untuk meminta izin terkait dirinya yang diperintah datang kepada Rey. Dan hal itu, jelas sekali dibolehkan.
Bella berjalan menuju pintu lift. Dan di sana terdapat rekan kerja dari divisi lain. Bella hanya menunduk sopan tanda menyapa. Walaupun gadis itu membalasnya dengan putaran yang memutar hebat.
Lift berhenti kembali. Tanda seseorang akan menaiki lift yang sama. Dia adalah laki-laki dari divisi lain.
Hal yang mengganggu Bella kali ini adalah, tatapan mata jelalatannya yang melihat buah dada Bella dan wanita di sebelahnya.
"Milikmu sangat rata. Apakah kamu laki-laki?" kata laki-laki itu dengan lantang.
Hal itu terdengar menyebalkan. Apalagi saat wanita di sampingnya sengaja menahan tawanya. Bella tidak kesal dengan kenyataannya. Bella kesal karena laki-laki itu sudah bisa dikatakan penyimpangan seksual.
Beruntungnya, saat lift terbuka, semua orang di dalam termasuk dirinya, turun di lantai yang sama.
"Sampai jumpa gadis cantik," kata laki-laki tadi.
Laki-laki itu melambai kepada wanita di sebelah Bella. Sedangkan padanya, dia menahan tawanya saat melihat dada Bella.
'Menyebalkan! Dia seperti orang gila! Untuk apa membandingkan yang tidak penting seperti itu. Selain Rey, yang tidak memiliki moral di sini adalah dia,' batin Bella.
Saat Bella berniat membuka pintu ruang kantor Rey, wanita tadi menyalipnya dengan kasar. Sampai tubuh Bella tersungkur dan berakhir ditertawakan banyak orang yang melihatnya.
"Aw!" Bella meringis sambil mengusap punggungnya.
"Ups, sepertinya aku melakukan kesalahan. Salah siapa kamu lemah seperti itu," ledeknya dan langsung menemui Rey.
Saat Bella berusaha berdiri, seseorang berusaha membantunya.
"Tidak apa-apa?" tanya Kevin dengan kacamata barunya.
Dari pada menjawab pertanyaan Kevin, Bella malah salah fokus dengan kacamata yang dipakainya.
"Wah, kamu memakai kacamata pemberianku juga, ya. Kenapa tidak kamu simpan saja sampai menjadi fosil?" kata Bella. Berdiri sendiri.
"Aku memakainya karena kacamata lamaku rusak," jawabnya dingin.
Bella tak menghiraukan alasan dusta itu. Dengan segera, Bella menghampiri Rey yang sedang berbicara dengan wanita tadi. Wanita itu tidak berdiri dengan benar. Dia sedikit menundukkan punggung sampai dadanya terlihat.
"Hah?!" Kevin tersentak saat melihat kelakuan wanita itu.
"Maaf, Hani. Sebaiknya kamu berdiri dengan baik," perintah Kevin sambil membantunya berdiri.
Namun, Hani malah menepis tangan Kevin. Sampai kaki sebelah kanan Kevin bertubruk dengan sebelahnya lagi.
"Bella!" teriak Kevin.
"Aku sudah menangkap Anda," kata Bella sambil memeluk tubuh Kevin yang terlentang.
'Bodoh! Kini kita disaksikan oleh mereka!' batin Bella marah.
Saat Kevin melihat tatapan Rey yang berapi, dia pun langsung mendorong Bella tiba-tiba.
'Aku sudah menolongnya, tapi dia malah mendorongku?! Aish, Kevin sialan! Aku harus memberinya pelajaran saat pulang nanti,' batinnya kembali.
Ekhem!
Rey membuat suara seperti itu yang membuat dua orang membuat keributan, diam.
"Pergilah, Hani. Nanti akan aku panggil lagi," perintah Rey dengan tatapan tajam.
"Ba-baik," jawabnya. Hani menatap Bella kesal.
"Saya berharap kalian tidak seperti tadi lagi. Bella akan menjadi istri saya, Kevin," tegas Rey.
Entah apa yang sedang Rey ucapkan. Apakah itu untuk menjaga nama baiknya nanti, atau karena cemburu.
Bella tak menatapnya saat Rey berbicara demikian. Dia tahu diri sejak dini. Bukanlah keberuntungan yang berakhir bahagia jika menikah dengannya. Bella selalu merasa pernikahan dengannya ini, adalah ketidakberuntungan yang dia dapatkan selanjutnya.
Tatapan Bella pada Rey saat ini, adalah tatapan tidak peduli pada dunia yang diimpikannya, dan hanya akan mewujudkan mimpi orang lain. Walaupun tubuhnya yang harus menjadi jembatan untuknya.
"Keluar, Kevin. Ada orang yang menatapku seperti akan membunuh aku. Mari kita lihat, apa lagi yang akan dia lakukan," ucapnya menyindir gadis yang ada di hadapannya.
"Bukankah perkataan itu untukmu? Aku yang akan melihat apa lagi yang akan kamu lakukan, Rey. Lebih tepatnya, kebodohan apa yang sedang kamu pikirkan," sanggah Bella dengan dada kepala yang sengaja di tanggahkan.
"Wah, kamu cukup arogan, ya," balas Rey tertawa.
"Perkataan itu untukmu lagi, Rey bajingan," kata Bella dengan nada lebih rendah.
"Apa?! Cih, kamu berani mengatakan hal kasar seperti itu? Kamu tidak takut setelah keluar dari kantor ini, hidup kamu akan seperti apa?" tanya Rey dengan nada yang rendah pula.
"Takut? Bukankah aku akan menjadi istrimu? Mengapa aku harus takut? Karena setelah hidup bersamamu, akan aku pastikan kamu datang kepadaku memohon ampun. Bukankah saat menikah nanti, menghancurkanmu menjadi lebih mudah bagiku? Rey, aku ini sangat cerdas, dan kamu tidak tahu apa-apa tentangku," jabarnya yang membuat laki-laki dihadapannya mengangkat bibir sebelah.
"Waw! Aku sungguh takut! Hahaha!" kata Rey berusaha meledek orang yang hanya bisa halu ini, menurutnya.
"Dan setelah itu terjadi, aku akan memiliki kehidupan yang baik. Aku sangat menantikannya," tegas Bella.
Bella tiba-tiba menarik dasi Rey. Rasanya, Bella ingin mencekik Rey saat itu juga. Apalagi saat Rey hanya menunjukan ekspresi tawa remeh padanya.
"Kenapa kamu sangat percaya diri? Aku hargai, usahamu membunuhku, Bella," ucapnya mendekatkan bibirnya.
Bella mendorong Rey kembali duduk dengan kasar. Lalu gadis itu duduk di meja kerjanya hati-hati.
"Ada yang paling aku inginkan di dunia ini," kata Bella sambil memegang dasi itu kembali.
"Apakah itu, gadisku?" tanya Rey sambil mengusap tangan Bella lembut.
"Aku berharap kamu tidak pernah lahir ke dunia. Aku benci karena kamu hidup sampai saat ini. Aku menginginkan kamu mati lebih cepat, dan menemui neraka, tempatmu suatu saat ini," sarkasnya.
Mendengar hal itu, Rey menghentikan usapan pada tangan Bella. Tapi diganti dengan mencengkram pergelangan tangan Bella kasar, sampai Bella tidak bisa melepasnya.
"Apa yang kamu lakukan? Lepaskan!" sentak Bella. Berusaha menarik tangannya.
"Jika hidupmu ingin baik-baik saja, tarik kembali ucapanku, SEKARANG!" sentaknya yang membuat Bella diam sejenak.
Bella melihat matanya yang berapi. Dia merasakan getaran kuat pada tangannya yang dipegang laki-laki itu, penuh amarah. Rey seperti akan menghancurkan gadis itu saat itu juga.
Namun, hal tersebut tidak membuat gadis itu takut. Dia menatap Rey dengan tawa yang keras. Dia benar-benar gila. Bella juga sama marahnya. Namun, Bella lebih senang karena Rey marah padanya.
"Ck, Rey, apakah begini caramu marah? Menarik sekali," ejeknya.
"Kamu mau mati?" teriak Rey. Uratnya timbul di lehernya sangat jelas.
"Aku akan lebih dulu membunuhmu!" sentak Bella. Tawa puas.
Rey yang menderita, entah kenapa membuat gadis itu bersemangat untuk membuatnya lebih larut dalam amarah yang akan menghancurkannya.