SUNGGUH terbalik. Gadis yang tengah duduk rapat tersebut, hanya menjawab pernyataan Rey dengan senyuman biasa.
"Terima kasih atas leluconnya, Pak. Tapi saya tidak terkejut," jawab Bella sambil menampakan simpul matanya yang ikut tersenyum.
"Kamu pikir saya bercanda?" tanya Rey. Lelaki itu memegang tangan Bella lebih lembut.
Bella sedikit terkejut saat Rey memegang tangannya tadi. Ini pertama kali baginya dan Rey tidak kasar.
"Saya tidak akan terkena jebakan Anda. Ini bukanlah solusi balas dendam terbaik," ucap Bella dengan senang karena dia tahu bahwa ini caranya membohonginya.
"Aish. Ini membuat saya frustasi," ucap Rey sembari memegang tengkuknya.
Bella yang melihat itu, tersenyum lebih lebar.
"Kevin, berikan padanya," perintah Rey yang membuat Kevin-asistennya, mengeluarkan beberapa lembar kertas yang terpampang rapi berselimut map.
Kevin memberikannya pada gadis itu sopan.
Bella membaca beberapa alasan dan persyaratan menikah dengannya. Sontak mata Bella sungguh tak bisa berkedip. Lalu, saat matanya tiba pada apa yang harus ditandatangani, Bella menyerahkan kembali dokumen itu.
"Jika ini benar, saya keberatan dengan semua yang tertera pada dokumen tersebut. Pak, Rey," kata Bella yang belum selesai berbicara.
"Panggil aku, Rey," jawab Rey yang hanya bisa menjawab itu saja.
Bella melanjutkan ungkapannya. "Ini sungguh tidak logis. Anda ingin menikah dengan saya karena tahu nenek Anda tidak akan hidup lebih lama lagi. Anda mengatakan bahwa nenek Anda menginginkan saya supaya menjadi pasangan Anda selamanya. Kemudian, banyak sekali persyaratan yang membuat saya tidak bisa hidup bebas. Sa-saya memiliki satu-satunya keluarga yang saya miliki, dan Anda mengancam saya dengan itu jika saya menolak?" ungkapnya sambil menatap Rey yang tidak balik menatapnya. "Anda pikir saya apa? Anda pikir manusia seperti saya berhak Anda manfaatkan?" sambungnya yang dibalas tatapan Rey yang sayu.
"Bella, tolong pikirkan keuntungan yang akan kamu miliki. Bukankah kamu merasa tercekik akan semua hutang yang kamu tanggung?" kata Rey dengan mata sedikit memohon.
Di sela pembicaraan mereka, Kevin keluar ruangan dan membiarkan mereka berdua berbicara.
"Keuntungan? Keuntungan siapa yang ada bicarakan, Pak Rey? Hati saya begitu sakit, karena Pak Rey sudah terlihat meremehkan saya. Melihat Anda seperti ini, saya teringat seseorang yang saya benci," ungkapnya. Bella menatap ke arahnya sambil mengambil nafas dalam. "Saya, menolak tawaran Anda, dan jika Anda masih punya nurani, Anda tidak akan memberikan akibat dari saya menolak Anda, 'kan? Walaupun kami dari kalangan bawah, Anda tidak berhak menyakiti saya jika tidak mendapat izin Tuhan," sambungnya.
Bella berjalan menuju pintu keluar, tanpa di hadang oleh laki-laki tersebut.
'Bahkan dia tidak mengejarku. Hidupku sudah begini, enak saja dia harus hadir di kehidupanku yang sudah cukup sulit,' batinnya.
Kevin yang melihat gadis itu menenteng tas nya pulang, merasa iba. Jadi, dia pun menghampirinya. "Bella, akan aku antarkan kamu," ucapnya sambil mengambil kunci mobil dari sakunya.
Hingga Rey datang menghampiri mereka, untuk mengantar Bella pulang. "Biar aku saja," timbrungnya.
"Kalau begitu, saya pulang sendiri," kata Bella bergegas.
"Tidak, Bella. Aku yang akan mengantarmu," susulnya.
Rey yang melihat pemandangan itu, tampak geram. Dirinya mengepalkan tangan yang di sembunyikan di sisi pinggangnya.
"Kenapa jadi akrab dengan Kevin?" gumamnya.
Sedangkan Bella, masih setia dengan pandangan kosongnya yang melihat beberapa dibalik jendelanya.
Kevin menyadarinya. "Bella, kamu tidak apa-apa?" tanya Kevin dengan raut sedih.
"Bagaimana bisa aku tidak apa-apa. Aku benar-benar benci dengan orang itu. Cih, ternyata dia ada maksud lain," jawabnya dengan amarah yang memanas di dada.
Kevin juga sebenarnya tidak mau gadis itu menikah dengannya. Karena Kevin lebih tahu bahwa Rey hanya mencintai satu wanita sampai saat ini. Kevin juga merasa bersalah akan tindakannya yang membantu mencari info tentang sahabatnya itu. Sehingga mempermudah jalannya Rey.
Kevin menatap Bella dari kaca mobil. Tampak gadis itu sedang larut dalam mimpi yang tak bisa ditebak. Entah indah atau buruk.
"Bermimpi indahlah, Bella. Karena jika kamu bangun, kamu selalu merasa itu mimpi buruk," gumamnya sambil menahan tangis.
Fakta bahwa Kevin adalah sahabat kecilnya Bella, tidak banyak yang tahu. Bella yang menginginkan mereka untuk tidak membuat terlihat dekat. Atau wanita di kantornya akan menyerang Bella. Kevin, laki-laki tampan setelah CEO, begitulah mereka menyebutnya.
"Bella, bangun! Kita sudah sampai," ucap Kevin.
Bella membuka matanya pelan. "Hm? Sudah sampai, ya?" jawabnya sambil memegang tangan kiri Kevin.
Setelah Bella sadar bahwa ini bukan rumahnya, dia pun memukul sahabatnya itu. "Hey, kenapa malah membawaku ke sini?" kata Bella dengan merasa kesal, namun tiba-tiba wajahnya sumringah melihat wanita dia depannya.
"Tante!" panggilnya sambil memeluk ibu Kevin itu dengan erat.
"Hah? Bella? Ya ampun, kenapa baru berkunjung, sih? Tante kangen, lho. Ayo, masuk," ajaknya sambil berjalan beriringan dengan pelukan menyatu.
Kevin yang melihatnya bukanlah senang, tapi malah tak kuasa menahan tangis yang akan keluar.
"Ibu, aku ke kamar mandi dulu," izinnya yang tidak ditanggapi.
"Kenapa tidak ajak adik kamu ke sini?" tanya Ibu Kevin dengan tatapan menyayangi. Dia ingin menanyakan perihal kekacauan keluarga Bella, namun dia tahan demi kesehatan mentalnya saat ini. Mungkin akan ditanyakan lain kali.
"Aku kebetulan pulang kerja bersamanya. Jadi tidak bisa ajak Simon ke sini," jawabnya sambil tertawa.
"Begitu, ya. Ah, bagaimana kalau kamu menginap malam ini?" tanya Ibu Kevin sambil penuh harap.
"Ah, baiklah," jawabnya karena hari sudah semakin malam dan Bella sudah cukup lelah hari ini.
"Karena kamu sudah ada di sini, bagaimana jika kita memasak bersama untuk makan malam hari ini?" tawarnya karena dia tidak tahu kapan lagi akan menghabiskan waktu dengan Bella.
Bella sangat antusias atas ajakannya itu. Dan kini, mereka saling berperang dengan alat dapur seadanya.
Seorang laki-laki melihat mereka dengan menggelengkan kepalanya. Kevin menghampiri. "Masak apa, nih?" tanya kepada dua wanita yang sedang menikmati sisa makanan gagal yang dibuat Bella.
"Ini pasti bikinanmu, 'kan? Ibuku tidak pernah gagal memasak sepertimu, ya," kata Kevin sambil menunjuk piring berisi pasakan gagal karya Bella.
"Ish, zaman sekarang istri tidak masak tidak apa-apa, lho. Kamu nanti jangan galak kalau Bella tidak bisa memasak, hehe," celetuk Ibu Kevin yang membuat Kevin dan Bella saling menatap kaku.
Ibu Bella menyadari hal itu. "Ah, ayo, ayo, saatnya kita makan," ajaknya sambil mencairkan kembali suasana yang sudah dibekukan.
Kini, tiga orang tersebut sedang menyantap makanan dengan penuh kehangatan. Terlebih Bella, dia merasa sedang menghabiskan waktunya dengan ibunya.
"Bella, kamu nambah, ya," kata Ibu Kevin memberikan nasi dan lauknya.
"Boleh, tante," jawabnya.
Saat mereka tertawa bersama karena membicarakan masa kecil Kevin yang sering membuat Bella menangis, lalu berbaikan lagi. Hal itu terdengar hangat. Bella bisa merasakannya bagaikan dia masuk pada dunianya waktu itu.
Hingga pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal menyusup pada telepon genggam gadis itu.
Jantung Bella berdetak kencang, urat tangannya seakan ingin lari mencekik orang yang mengancamnya saat ini. Isi pesan Rey yaitu, dia mengatakan bahwa Rey tidak menjamin keselamatan Simon, semua sahabat Bella dan Kevin juga ibunya saat ini.
Rey bahkan membagikan potret mereka saat ini, hingga Bella otomatis melihat ke belakang.
"Ada apa, Bella?" tanya Ibu Kevin.
"Tidak ada, Tante," jawabnya yang dibalas senyuman amat menenangkan.
Bella menatap dua orang di hadapannya saat ini. Bagaimana mungkin Bella rela jika sesuatu tidak baik terjadi pada orang-orang yang dia sayang. Bella sadar, tanpa mereka, Bella tidak sekuat ini.
'Kamu mengerikan, Rey. Aku akan membencimu selamanya. Aku akan selalu marah padamu sampai darahku yang mendidih menetes untuk terakhir kalinya, aku akan membuatmu menderita juga,' batinnya. Air mata Bella menggenang sampai ingin membludak.