Dom mengerjap dan menatap Avery dengan serius. Ada jeda sejenak setelah Avery mengatakan ucapan terakhirnya tadi. "A ... apa tadi katamu, Sayang? Penghenti waktu? Apa aku tak salah mendengarmu? Apa maksudnya kau sudah menguasai mantra itu? Kau dapat melakukannya?! Sungguh!?" tanya Dom begitu terkejut.
Avery mengangguk dengan polos. "Ya, well ... tak bisa disebut menguasainya, karena aku hanya bisa melakukannya selama beberapa menit, kurasa karena kemampuanku memang belum sebagus itu," balas Avery.
"Oh, ya Tuhan ... serius? Kau dapat menghentikan waktu, Sayang?" tanyanya lagi.
Giliran Avery yang menatap Dom dengan heran. "Ya, kenapa? Apakah itu aneh? Berbahaya? Aku hanya mempelajari yang tertulis di buku mantra yang kau berikan padaku. Aku belum mengingat semua mantra, tapi jika aku berkonsentrasi aku dapat melakukan itu. Aku hanya perlu memusatkan pikiranku saja dan mantra tersebut tiba-tiba muncul di benakku."
Dom menggeleng-geleng terpana. "Kau luar biasa," gumamnya sambil menatap takjub pada Avery. "Sayang, tahukah kau jika mantra penghenti waktu adalah salah satu mantra dari beberapa mantra yang sulit dikuasai oleh seorang penyihir. Sama seperti membalikkan waktu, atau kembali ke masa lalu, datang ke masa depan, dan semacamnya. Mantra waktu adalah salah satu mantra tersulit. Bahkan, tidak semua penyihir mampu menguasainya."
"Benarkah?" bisik Avery.
"Ya, Sayang ... dan aku yakin bahkan kakekmu sendiri tak dapat melakukan itu. Karena secara turun temurun kekuatan 'Infinity' akan diwarisi oleh anak perempuan penerus mereka. Sebutan untuk kekuatanmu maupun keturunan putri-putri dari pihak ibu dan nenekmu. Maka benar, tak salah jika kau disebut sebagai superior. Oke ... sekarang tak hanya itu, kau jelas adalah makhluk hibryd spesial superior infinity," jelas Dom takjub.
Avery mengerutkan alisnya. "Mengapa aku rasanya tak menyukai sebutan itu? Please, itu ... terlalu berlebihan, Dom," ucapnya dengan mimik seolah tak setuju.
Dom tertawa. "Walau kau tak suka, tapi memang seperti itu kenyataannya dirimu, Sayang," ucap Dom masih sambil tersenyum geli. "Sekarang, apa yang harus kulakukan padamu? Wah ... aku ternyata memiliki Luna yang begitu luar biasa, aku yakin kau akan dikelilingi oleh para penyihir pria yang ingin mendapatkanmu begitu tahu tentang kemampuanmu. Oh ... haruskah aku melakukan sesuatu agar tak kehilanganmu?" tanyanya dengan nada menggoda.
"Oh, please ...!" balas Avery sambil mencubit Dom. "Lakukan sesuatu saja pada para penggemar wanitamu itu. Aku tak ingin lagi suatu saat berurusan dengan trik-trik licik seperti yang Ariana hendak lakukan padamu."
Dom tertawa dan merengkuh Avery. "Tentu, Sayang, jangan mengkhawatirkan itu. Walau seandainya aku tak melakukan apapun, aku yakin kau tak akan tinggal diam saja saat ada yang mencoba mendekatiku atau mencelakaiku, benar?" Dom bersandar manja pada bahu Avery dan tersenyum puas. Avery hanya tersenyum menghadapi tingkah Dom.
"Apakah ada akasan khusus hingga kau memerintahkan para pelayan untuk membuang semua pie yang Ariana bawa, Sayang?" tanya Dorothy pada Avery yang tiba-tiba telah bergabung dan duduk di hadapan pasangan itu.
"Ariana memberi ramuan mantra pada pieku, Mom, dan jika Avery tak mencegahnya, mungkin sekarang aku sudah memiliki pendamping lagi selain Lunaku," jawab Dom santai.
Dorothy membulatkan kedua bola matanya. "Benarkah? Ariana? Bagaimana ia bisa melakukan itu? Ramuan mantra apa?" ucapnya tak percaya.
"Mantra Cinta," jawab Dom lagi.
"Oh ... demi Moon Goddess! Bisa-bisanya ia ... Oh, mengapa ia bisa melakukan itu?! Benarkah?! La ... lalu, apa kau baik-baik saja, Dom?" Raut keterkejutan terpancar jelas di wajah Dorothy.
"Aku tak apa, Mom. Avery telah menghentikan semua, tepat sebelum keadaan memburuk. Jangan khawatir dan tak perlu merisaukan apapun, aku sudah memiliki pelindung keren di sampingku!" Dom tersenyum sambil berbangga hati.
"Oh, ya ampun ... walau begitu ... aku akan tetap berbicara pada Miriam. Walau Ariana memang sering kali bersikap kekanakan, tapi kali ini ia sungguh telah melewati batas. Kedua orangtuanya harus mengetahui itu."
Dorothy kemudian menghampiri Avery dan duduk di sampingnya. Ia meraih kedua tangan Avery. "Apa kau sendiri tak apa-apa, Sayang? Kau pasti terkejut. Maafkan aku jika kau harus mengalami situasi seperti ini. Kau baik-baik saja?" tanyanya.
Avery tersenyum dan mengangguk. "Aku tak apa-apa, Mom. Aku baik-baik saja dan bisa mengerti itu."
Beberapa saat setelahnya, seorang pelayan pria tampak sedang tergopoh-gopoh menghadap Dom dan Dorothy.
"Tuan, Tuan Lucius saat ini murka, ia sedang menghadapi beberapa penyihir pendatang tak dikenal yang ingin bertemu dengan Alpha dan memaksa untuk masuk ke dalam mansion!"
"Apa maksudmu!?" Dorothy yang terkejut, segera bangkit dan melesat keluar. Ia diikuti oleh Dom dan Avery sendiri.
Mereka berlari beriringan hingga sampai pada halaman masuk kediaman Lucius. Pemandangan pertama yang dapat disaksikan oleh Avery adalah seekor serigala abu-abu keputihan besar sedang menghadapi tiga orang penyihir berjubah yang sedang menariknya dengan rantai bersinar yang hampir tak kasat mata.
"HENTIKAN!!!" gelegar Dom.
Seketika, segala gerakan mereka berhenti karena perintah Dom. Dengan cekatan, Avery mengayunkan telapak tangannya dan membuat ketiga penyihir berjubah itu terpental seketika hingga melepaskan jeratan rantainya pada Lucius yang masih berwujud serigala.
"Dari mana kalian?! Apa yang kalian lakukan di daerah Pack Aiken?!" gertak Dom.
Seseorang yang sebelumnya hanya berdiri dan menyaksikan di belakang ketiga rekannya itu, kini mulai maju dan melepas tudung kepalanya. Ia berjalan perlahan untuk dapat mendekat ke arah Dom.
Pria berambut panjang dan berjubah hitam itu tak hentinya menatap Avery dengan penuh takjub. Dan dengan tak disangka-sangka, ia kemudian mengulurkan salah satu tangannya sambil berdiri gagah di hadapan Avery.
"Sorcerer sejati, tak salah lagi ... dari engkaulah energi itu berasal. Ikutlah dengan kami," ucapnya masih belum melepaskan tatapan takjubnya pada Avery.
"Apa-apaan kau!! Siapa kau!!" geram Dom. Ia maju untuk menghalangi tatapan pria berjubah itu pada Avery.
Tanpa raut gentar, pria itu kemudian menatap Dom dengan angkuh dan tatapan tajamnya. "Aku adalah Maveric, sorcerer dari keluarga Regis. Aku kemari untuk menjemput PENGANTINKU."
Sontak, seluruh orang yang yang sedang berada di sana membeku menatap Maveric.
"Jangan sembarangan!! Kau telah memasuki wilayah kekuasaan Pack Aiken secara paksa dan sekarang mengucapkan hal yang tak masuk akal! Pergi sekarang juga sebelum terjadi pertumpahan darah!" teriak Dorothy.
"Kurang ajar!? Dasar kaum beast rendahan!" geram Maveric tertahan. Ia menatap murka pada Dom dan spontan mengepalkan tangannya.
Saat itu tiba-tiba beberapa gerombolan mendekat mengerumuni para penyihir penyusup. Para pengawal, ksatria dan prajurit pack dengan sigap bersiap dengan posisi menyerang jika sewaktu-waktu Maveric melancarkan serangannya lagi.
"Tuan Maveric ... tolong, jangan ada keributan," ucap seorang pria baya berjubah hijau yang tiba-tiba datang dan bergabung dengan tergopoh-gopoh mendekati Maveric. Pria tersebut kemudian membuka jubahnya.
"Salam hormat, Alpha Aiken, kami tidak bermaksud buruk," ucapnya sambil menunduk. "Perkenalkan, saya adalah Drue, penasehat pribadi sekaligus utusan keluarga Alastor. Kami hanya ingin memastikan energi milik Serenity yang terpancar kuat dari sini. Dan ... setelah mengetahui keberadaan Anda, izinkan kami menyampaikan pesan dari Nyonya Elena, bahwa beliau ingin menemui Anda, Nona."
"Elena?" gumam Avery.
"Benar, Nona, Nyonya Elena adalah nenek Anda. Salam hormat saya untuk Anda, putri dari Nona Serenity," ucapnya sambil membungkuk.
Dom memicingkan kedua matanya saat menatap utusan tersebut. "Apakah memang begini cara kalian menyampaikan 'pesan'? Kalian sadar bukan telah memasuki wilayah kami dengan paksa dan menimbulkan keributan di sini?!" Wajah Dom kemudian menunjukkan kemurkaan dan tatapan dingin.
"Maaf Tuan, kami tidak bermaksud begitu. Maafkan jika ada kesalahpahaman. Rombongan Tuan Maveric yang seharusnya tidak berada di sini, rupanya salah paham dengan kedatangan kami. Dan maafkan Tuan Maveric yang memang tidak seharusnya ikut campur dan berada di sini," ucapnya menjawab Dom dengan hormat sekaligus memberi sindiran pada Maveric.
"Aku adalah pemimpin para ksatria sihir. Apa sekarang kau sedang mempertanyakan keberadaanku, Drue?" ucapnya kesal pada Drue.
"Tuan, saya mengerti dengan posisi Anda, tetapi ini adalah perintah langsung dari Nyonya Elena, pendamping pemimpin para sorcerer. Ini permintaan pribadi dan bersifat sangat rahasia, apakah Anda masih akan ikut campur dengan kepentingan keluarga Alastor? Saya rasa, urusan kali ini merupakan urusan yang ada diluar tanggung jawab Anda sebagai pemimpin para ksatria. Saya mohon Anda dapat mengerti itu," jelasnya.
Maveric hanya bungkam dan mengerutkan keningnya. Sejujurnya, ia memang sudah terlalu gegabah dan salah langkah. Ketika ia kemarin telah menemukan sosok wanita cantik berambut berkilauan itu, seketika itu juga seolah akal sehatnya tak berfungsi dengan baik lagi.
Ia ingin segera menemui wanita itu dan membawanya. Ya, ia akan membawanya sebagai pengantin seperti yang pernah dijanjikan ayahnya. Putri dari keluarga Alastor yang telah melarikan diri bersama kaum rendahan sebelumnya, tidaklah berarti lagi baginya. Sekarang, di hadapannya ada cucu Alastor, wanita yang akan menjadi miliknya seperti seharusnya. Harus dirinya, karena hanya ia yang memiliki segala yang dibutuhkannya.
"Baik. Aku akan menemui nenek dan kakekku, aku akan menemui mereka karena kemauanku sendiri. Dan untuk itu, aku akan pergi bersama pendampingku," ucap Avery kemudian membuka suara.
"Pendamping?" tanya Maveric spontan.
"Benar, Tuan. Alpha Dominic Aiken adalah pendampingku, pasanganku, ia adalah mate-ku, SUAMIKU." Avery memberi penegasan pada kata terakhirnya.
Maveric, Drue, dan rombongan mereka menegang seketika. Raut wajah mereka tampak begitu terkejut. Dan Avery sendiri belum tahu, dampak apa yang mungkin telah ditimbulkan dari pernyataannya tadi.
"APAA!?" geram Maveric dengan murka.
____****____