Chereads / Beautiful Mate / Chapter 27 - Pil Pencegah Kehamilan

Chapter 27 - Pil Pencegah Kehamilan

Malam itu, Dom yang tengah bersandar pada kepala ranjang telah merentangkan kedua tangannya dengan ceria ketika Avery telah siap dan berdiri tak jauh dari hadapannya dengan gaun tidur lembutnya.

"Kemarilah, Sayang," ucap Dom sambil menepuk lembut bantal di sampingnya.

Avery yang tampak sedikit ragu-ragu, melangkah perlahan mendekati ranjang. "Apa kau yakin? Tolong jangan melakukan hal yang aneh padaku ya?" ucapnya waspada.

"Tanpa aku melakukan apapun, insting kita secara alami sudah pasti akan mengambil alih dengan sendirinya, Sayang," jelas Dom geli.

"Dom! Tapi aku tidak ...!!"

"Ssshhh ... kemarilah!" Dom yang tak sabaran segera menarik Avery hingga tubuh gadis itu terbaring di sebelahnya. Dom kemudian memeluk Avery dengan manja. "Aku ingin memelukmu sepanjang malam," ucapnya sambil membenamkan kepalanya di leher Avery. Salah satu tempat favoritnya yang paling nyaman.

Dom mendesah lega ketika ia merasakan kulit lembut Avery seolah telah menemukan tempat yang damai miliknya sendiri. "Aku menyukai aromamu," gumamnya sambil memejamkan mata dan menghirup lekat-lekat aroma Avery.

Gelitik halus rambut Dom membuat Avery sedikit bereaksi. Sejujurnya ia pun merasakan perasaan yang sama saat pria itu menempel padanya. Aroma khas maskulin milik Dom yang bercampur dengan aroma manis, sungguh sangat menenangkannya. Bagai candu, kombinasi desahan napas dan aroma intens Dom membuat Avery terbuai dalam kenyamanan yang familiar setiap kali ia dekat dengan pria itu. Avery suka itu.

"Lihat, Sayang, kau sudah bergerak begitu jauh bahkan tanpa kau sadari, bukan?" ucap Dom dengan suara parau. Ia masih mencumbu Avery di sela-sela ucapannya.

Avery yang sebelumnya memejamkan matanya, spontan terbelalak saat ia mendapati keadaan dirinya yang tengah melekat pada dada liat Dom. Gaun tidur satinnya juga telah tersingkap dan mempertontonkan paha mulusnya yang kemudian telah ia lingkarkan posesif pada pinggul Dom secara tak sadar. Tidak hanya itu, ia bahkan memeluk dan mencengkeram rambut halus Dom, sementara pria itu tetap dapat mencumbui leher dan dada terbukanya.

Avery menelan ludahnya dan mengerjap sejenak. Dom kemudian tergelak dengan suara yang terdengar begitu seksi di telinganya sendiri. "Tidak, Sayang ... kau tidak murahan," jawab Dom setelah mendengar isi hati Avery. "Sudah kukatakan, ini alami. Tak ada yang salah denganmu. Selama feromon masih menguasai tubuh kita, selama itulah kau akan bereaksi dengan instingmu. Mungkin, suatu ketika kau akan terkejut jika tahu-tahu kita sudah melakukan hal yang intim lebih dari ini di mana saja saat kita sedang berdua. Itu normal, Sayang ...," bisik Dom sambil sesekali menggigit kecil telinga mungil Avery dengan gemas.

"La ... lalu, apa yang harus kita lakukan, Dom?" ucap Avery sambil bersusah payah untuk tak menghirup aroma Dom yang seolah membuat dirinya seakan menggila. Ia bahkan harus fokus agar dapat menekan kuat-kuat keinginannya untuk meraba dan menciumi dada liat Dom yang tampak berkilat dan menggiurkan. Liat, padat, keras, dan ... seksi. Garis-garis dan lekuk ototnya seolah telah menghipnotis Avery.

Dom yang masih dapat menjaga kewarasannya sendiri pun masih tampak berusaha melepaskan diri dari kedua dada kenyal Avery yang sedari tadi ia hirup dan ciumi dengan gemas. Selain leher, ia sangat suka membenamkan kepalanya dan mengusap-usapkan wajahnya pada kedua bukit kembar lembut Avery sambil mendengarkan detak jantungnya yang menggila.

"Mmmh ... Dom, apa yang harus kita lakukan?" tanya Avery lagi. Tanpa sadar ia mendesah. Getaran-getaran gairah dan aliran listrik yang kian menggelitik semakin mengambil alih kewarasan keduanya.

"Kau masih dapat bertanya apa yang harus kita lakukan? Tentu saja, kita harus melakukan pelepasan, Sayang," geram Dom dengan suara parau. "Kita harus menuntaskannya."

Avery kembali memaksa dirinya untuk membuka mata. Ia menatap Dom dengan mata berkabut yang nanar.

"Benar, tepat seperti itu," bisik Dom yang telah membaca isi hati Avery. "Apa yang kau pikirkan itulah tepatnya yang akan kulakukan padamu, Sayang."

Avery merona dan menelan ludahnya. Seketika tenggorokannya terasa kering. "Ta ... tapi, aku tidak siap untuk ...,"

"Melahirkan anak-anakku?" potong Dom.

Avery memalingkan wajahnya. "Ma ... maksudku, bukan berarti ... oh, aku tak tahu ...." Avery menggeleng dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Semuanya begitu cepat Dom, dan ...,"

"Kau ketakutan ... aku bisa mengerti itu," balas Dom lembut. Ia perlahan membuka kedua telapak tangan Avery yang masih menutupi wajahnya dan mengecup jemarinya dengan mesra.

"Avery ... aku mencintaimu," ucap Dom bersungguh-sungguh. "Pertemuan dan pernikahan singkat kita mungkin belum dapat membuktikan perasaanku. Tapi aku tak akan pernah membiarkanmu sendirian. Aku juga tak akan pernah memaksakan sesuatu yang tak kau sukai. Aku dan insting hewaniku dapat menunggu, Sayang. Dan ya ... kuakui betapa aku tergila-gila pada tubuhmu karena aroma candu yang kau hasilkan. Tapi bukan hanya karena alasan itu. Lebih dari itu ... karena perasaanku yang semakin dalam dan semakin menguat padamu. Dan karena kau adalah 'mateku', pasanganku satu-satunya, Sayang."

Dom membelai mesra puncak kepala Avery. Ia kemudian mencium kening Avery dalam-dalam dan menghembuskan napasnya. "Hari ini, beristirahatlah dengan baik. Aku akan tidur di kamarmu, oke? Karena aku tak tahu apa yang bisa kulakukan jika masih berada di dekatmu," ucap Dom.

"Jika memang seperti itu, mengapa kau memintaku untuk kemari?" protes Avery lirih.

Dom tersenyum menatap Avery, "Tentu saja agar kamar ini terisi dengan aromamu, Sayang," ucapnya. Ia kembali mengelus wajah Avery dan mengecup singkat bibirnya. "Beristirahatlah," lanjutnya.

Dom kemudian beranjak dan turun dari ranjang. Tanpa ada rasa panyesalan dan kekecawaan dalam rautnya. Dom bahkan terlihat sabar dan penuh pengertian. Dan entah mengapa, justru sendiri Avery yang merasa demikian. Ia menggigit bibir bawahnya. Ia merasa kecewa dan kesepian di saat yang bersamaan.

"Dom ...," panggilnya lebih seperti lirihan, saat ia melihat pria itu semakin mendekati pintu keluar.

Dom membeku, dan berbalik menatap Avery. Ia sedikit tersentak dan membulatkan kedua matanya, membalas tatapan kecewa dari istrinya. Tak perlu berkomunikasi lewat kata-kata, karena Dom tahu apa yang Avery inginkan melalui pikirannya.

"Apa kau yakin, Sayang? Kau menginginkanku?!" ucapnya lebih menyerupai bisikan.

Avery kembali menggigit bibir bawahnya dan mengangguk. Raut dan tatapan Dom kemudian melembut. Setelahnya, ia mendesah dan menengadahkan kepalanya. Karena Avery kembali menjawab dan berkomunikasi lewat pikirannya.

"Oh, Sayang ... aku tak tahu apakah kita bisa melakukan mating tanpa aku membuatmu hamil," gumamnya terdengar frustasi dan bimbang. "Tapi ... jika itu yang kau inginkan, kurasa mungkin kita bisa mencoba suatu cara ...," lanjut Dom.

Dom kemudian beranjak ke sudut ruangan. Ia membuka sebuah laci pada rak buku yang ada di sana. Tatapan keingintahuan dari Avery mengekori setiap gerak-gerik dan langkahnya.

Dom tampak meraih sesuatu dalam genggaman tangannya. Ia kemudian beralih ke sisi meja kecil dan menuangkan segelas air mineral yang tersedia di sana. Setelahnya, pria itu kemudian kembali naik ke atas ranjang dan duduk di sebelah Avery dengan segelas air.

"Telanlah ini Avery," ucapnya sambil menyodorkan sebutir pil besar berwarna merah pada Avery.

"Apa ini?" tanya Avery ingin tahu.

"Pil pencegah kehamilan," jawab Dom. Avery mengerjap beberapa kali dengan wajah polosnya.

____****____