"Tapi kalau boleh aku tahu… apa yang paling kamu ingat di tempat ini, Luna? Kamu boleh pilih saat kita masih pacaran dulu atau tahun lalu. Pokoknya apa yang ada di kepala kamu saat ini."
Pertanyaan itu sukses membuat Luna terdiam. Dia bingung akan menjawab apa. Sebab satu-satunya momen yang terlintas di benaknya saat ini, sepertinya bukan hal yang bagus untuk diutarakan. Yaitu tentang bagaimana reaksinya atas hilangnya ukiran namanya di pohon keramat mereka ini sekitar setahun yang lalu.
Ditepisnya pemikiran itu, lalu ditatapnya lagi Rafael. Di mana pria itu malah menunggunya dengan harap-harap cemas.
"Kamu harus menjawabnya. Jangan berusaha menghindar. Kamu sendiri kan yang bilang kalau kenangan kita sudah tak penting lagi karena sekarang hati kamu sudah berbeda. Sehingga seharusnya kamu tak terbebani sama sekali dengan hal ini, bukan?"
Dasar pria ini.