Hari ini kembali Rafael menempuh jalan yang sama menuju kantornya. Di mana lagi-lagi dia mendapatkan bayangan yang sama saat melintasi jembatan fly over itu. Dia merasa pernah melewatinya dengan sebuah cahaya hijau menyilaukan yang diarahkan ke matanya.
'Mungkin ini bukan hanya halusinasi. Mungkin ini memang ingatan aslinya dari yang terjadi pada malam itu.'
Sayangnya Rafael harus menyimpan segala rasa penasaran ini di dadanya. Karena dia harus berangkat bekerja ke kantor. Sehingga segala hal yang tak berhubungan dengan pekerjaan, hal yang mungkin hanya akan mengganggu konsentrasinya. Segal aitu harus disingkirkan.
'Pokoknya sekarang aku fokus bekerja saja dulu. Setidaknya ada satu rapat penting pagi ini. Setelah itu… aku akan buru-buru pergi ke kaantor polisi untuk meminta detail kecelakaanku. Semoga saja datanya masih tersimpan lengkap.'
Rafael lantas mencoba untuk mengosongkan pikirannya. Saat mobil ini terasa lambat sekali untuk mencapai tujuan. Sehingga mau tak mau membuat pikirannya terbang ke mana-mana.
Namun di suatu titik. Saat hanya tersisa beberapa ratus meter saja menuju perusahaannya, sesuatu menarik perhatian sang CEO. Dia melihat sebuah gedung apartemen mewah yang tak lain adalah tempt Gino menyewa huniannya selama bertahun-tahun. Tempat yang juga lumayan sering dia kunjungi baik itu sebelum ataupun saat amnesia dulu.
Rafael kepikiran soal apa yang tadi Bertha bicarakan mengenai Gino dan Luna. Tentang kemungkinan semalam mereka menginap bersama di tempat itu, bahkan dengan adanya kecurigaan mereka telah tinggal bersama walau telah menikah. Hal tersebut mengganjal di dadanya.
'Sudahlah. Lupakan. Mau sampai kapan kamu terus mengingat semua itu. Hidup kamu masih panjang dan akan lebih brilian.'
Sempat Rafael mengatakan hal itu di dalam hatinya. Namun sayangnya ganjalan itu masih juga terasa.
Di titik ini lagi-lagi usaha Gino, Serra, hingga Bertha untuk semakin mempengaruhinya telah berhasil. Karena nyatanya memang inilah yang mereka harapkan. Mereka menginginkan kebencian semakin mendalam di hati Rafael untuk Luna, sehingga semakin mudah untuk memisahkan merekaa terhadap satu sama lain.
Bertha bisa hidup tenang. Serra mungkin kembali bisa punya peluang mendapatkan hati Rafael. Sementara Gino bisa membawa Luna pergi dari kota ini, lalu akhirnya memiliki wanita itu untuk selama-lamanya.
Mereka sama-sama menginginkan itu dari perjalanan cinta menyakitkan yang Luna dan Rafael jalani selama ini.
***
Siangnya Luna dan Gino akhirnya memulai misi mereka dalam menangkap peneror yang semalam berhasil membuat Luna begitu ketakutan. Mereka kini berada di perjalanan, saat Luna menghubungi Mia. Memintanya untuk menjaga kafe untuk hari ini karena dirinya dan Gino berhalangan hadir.
'Memangnya ada apa? Kenapa kalian tiba-tiba mengajukan izin nggak masuk? Lalu kenapa… kamu ada bersama dengan Gino?'
Mia langsung menyerangnya dengan pertanyaan dengan bertubi-tubi. Luna menghela napas. Dia bingung harus mulai cerita dari mana. Lagipula sekarang bukan waktu yang tepat.
"Nanti deh aku ceritain semuanya. Tapi yang jelas… tolong lakukan permintaanku tadi ya? Tolong jaga kafe."
'Tanpa kamu minta pun… aku pasti akan melakukannya. Aku pasti akan menjaga kafe ini dengan sebaik-baiknya saat kalian tak bisa. Jadi jangan khawatir.' Mia menjawab dengan begitu panjang. 'Tapi… kedengarannya sangat buruk ya? Dari cara bicaramu yang lesu… aku merasakan sesuatu. Kamu tak biasanya begini.'
"Pokoknya aku ceritakan nanti saja sama kamu. Aku pasti bakal cerita kok."
'Janji ya? Harus semua tanpa ditutup-tutupi.'
"Janji. Lagipula aku juga perlu bicara hal serius dengan kamu."
Mereka sempat membicarakan beberapa hal lagi. Sebelum akhirnya sambungan itu pun terputus setelah ucapan selamat tinggal.
"Mia nalurinya sangat tajam ya? Dia bisa langsung tahu," kata Gino yang menyetir untuknya.
"Tentu saja dia tahu segalanya tentangku. Kami telah menghabiskan waktu bersama terlalu banyak, serta telah sharring beberapa banyak hal juga. Dialah yang paling tahu suasana hatiku."
"Tapi tadi kamu bilang kalau ada hal serius yang mau kamu tanyakan padanya. Apa memangnya? Apa soal masalah teror ini, sehingga minta tolong suaminya yang polisi untuk ikut menganggu?"
Luna mengangguk cepat. "Ya. Walau tentu saja harus dipastikan dulu pada Mia. Karena suaminya pastilah sangat sibuk. Tapi mengenal karakter mereka, mereka pasti akan membantu sih."
"Tentu saja."
Gino mengangguk sambil terus menyetir. Ekspresinya tampak wajar-wajar saja, namun hatinya sedikit mendongkol.
'Sebenarnya aku sempat lupa fakta kalau suaminya Mia adalah polisi. Apalagi karena semalam rencananya berjalan dengan sangat darurat karena ucapan Serra. Sehingga aku sama sekali tak sampai berpikiran ke sana. Tapi… tentu saja kami tak idiot. Semuanya telah dipastikan kok. Kalau seharusnya tak ada CCTV yang menangkap sosok orang suruhanku itu. Sehingga nantinya… ini akan beres seperti angin lalu.'
"Apa kamu akan cerita juga mengenai keputusan kamu? Kalau kamu… bakal tinggal di tempatku untuk sementara?" tanya Gino kembali fokus dengan topik mereka. Terus mengajak Luna bicara saat mereka semakin dekat dengan tempat tujuan.
"Ya. Tentu saja. Aku akan coba meminta saran darinya, kalau saja ada hal lain lagi yang bisa kulakukan."
"Tidak akan. Percayalah." Gino bergumam pelan. "Saat ini memang hanya rumahkulah yang paling aman buat kamu. Sistem pengamannya canggih, serta yang penting aku akan selalu ada buat kamu. Jadi jangan ragu sama sekali. Aku bahkan yakin Mia akan mengatakan hal yang sama."
Luna hanya tersenyum tipis saja. Sebenarnya dia masih ingin mencari solusi lain karena masih merasa tak enak. Namun dia tak memikirkan jawaban yang lebih baik. Dia memang sebaiknya tinggal bersama seseorang yang bisa melindunginya. Di mana di saat ini memang hanya Gino saja yang dia punya.
'Tapi yang kutakutkan adalah perasaan kami. Aku khawatir kalau begini… keadaannya akan semakin aneh buat kami. Aku benar-benar tak mau hanya memberi harapan palsu saja pada Gino.'
***
"Berikut data soal kecelakaan Anda, Pak. Sebenarnya detailnya tidak terlalu banyak karena merupakan kecelakaan tunggal – karena memang tak banyak juga yang perlu diberikan. Namun itu cukup lengkap di mana ada rekaman CCTV, keterangan saksi, hingga bukti foto juga. Saya harap bermanfaat untuk Anda."
Itulah kata petugas yang mengurus tentang keamanan lalu lintas di kantor polisi itu. Dia menyerahkan sebuah map berwarna kuning kepada Rafael, yang memuat tanggal kecelakaan yang menimpanya.
"Makasih, Pak. Saya akan membacanya dulu. Nantinya kalau saya ada pertanyaan… saya akan menghubungi call center atau berkunjung lagi ke sini. Tidak masalah, bukan?"
"Nggak masalah, Pak. Tugas kami memang melayani masyarakat."
"Terima kasih."
Sempat dia berbasa basi sebentar, sebelum akhirnya mulai dari tempat itu dengan membawa berkas di tangannya. Langsung berjalan menuju mobilnya.
Namun….
Langkah pria itu tiba-tiba berhenti. Ketika secara mengejutkan dia melihat Luna dan Gino juga baru saja ke luar dari kantor polisi itu. Tampak berjalan beriringan dengan ekspresi yang sama-sama serius.
***