Chereads / Bidadari Matre / Chapter 34 - Bagian 36

Chapter 34 - Bagian 36

Pemutar musik melantunkan lagu tradisional dan iringan gamelan. Sementara itu, Aldi dengan menggunakan kostum barongan lengkap dengan topeng Singo Barong dan dadak merak tengah melakukan gerakan penutup dalam Tari Reog Ponorogo. Tubuh atletisnya dibanjiri keringat, mengingat dadak merak berukuran besar dan terbuat dari bulu burung merak yang disusun pada lembaran bambu atau rotan itu sangatlah berat. Dadak merak memiliki berat mencapai 30-50kg dan hanya dikendalikan dengan kekuatan gigi atau rahang dari penarinya.

"Latihan hari ini cukup memuaskan," gumam Aldi usai menyelesaikan latihan.

Dia melepaskan topeng Singo Barong dan dadak merak, lalu duduk bersandar dengan kaki berselunjur. Perasaan Aldi sedikit membaik. Dia sudah sangat lelah dengan perebutan hak penerus yang semakin memanas. Seandainya, bisa memilih, pemuda itu ingin mengikuti jejak mendiang gurunya mendirikan sanggar tari dan mencetak generasi-generasi hebat yang mendunia.

Namun, nasib para karyawan perusahaan keluarga ada di tangannya. Dia tak bisa menyerahkan mereka kepada penerus yang akan membawa kehancuran. Sebenarnya, Aldi memiliki rencana rahasia, membersihkan semua, lalu menyerahkan kekuasaan kepada Shinta setelah dipastikan aman. Lalu, dia akan mencari Wulan dengan lebih mudah dan mewujudkan impian mereka bersama-sama jika sudah menemukan gadis itu.

Aldi memejamkan mata dan bergumam lirih, "Wulan, Mas rindu kamu. Tunggu sebentar lagi, kita akan pentas di ajang internasional dan mendapat tepuk tangan dari seluruh dunia."

Drrrt drrt

Ponsel bergetar. Aldi membuka mata. Dia meraih ponsel di meja dengan malas. Namun, wajah lelahnya berubah tegang saat melihat nama kontak. Pesan dari sekretarisnya. Lelaki paruh baya itu mengirimkan tiga link berita. Aldi membuka link pertama.

10 Fakta Kandasnya Hubungan Rani, Sang Ratu Film, Fakta Nomor 5 Sangat Mencengangkan.

Aldi mendecakkan lidah. Meskipun sudah menduga hal buruk akan terjadi, dia tetap merasa kesal. Berita pertama tidak terlalu berpengaruh besar, lebih banyak berisi informasi tentang Rani. Nama Aldi hanya disebutkan sebagai seorang pengusaha. Aldi pun beralih pada berita kedua.

Publik Begitu Penasaran pada Sosok Mantan Kekasih Maharani Prameswari. Sosoknya Terlalu Misterius. Setampan apakah sang Penerus Keluarga Permana?

Adi bergidik membaca judul sepanjang jalan kenangan yang menggelikan itu. Meskipun begitu, apa yang tertulis dalam artikel memang benar. Banyak orang penasaran dengan wajah Aldi. Saat berkencan dengan Rani, dia beberapa kali tertangkap kamera, tetapi hanya terfoto dari belakang atau samping. Dulu, ketika kasus di tempat karaoke mencuat pun hanya diambil gambar dari punggungnya.

Tak Tertarik pada Wanita? Presiden Direktur PT Karya Abadi diduga Kaum Pelangi.

Aldi kembali membaca judul artikel yang dikirimkan sekretarisnya. Menurut lelaki paruh baya itu, artikel ketiga benar-benar membahayakan posisi Aldi. Dirja bahkan sudah menolak dihubungi dan mengultimatum agar sang cucu mengatasi isu miring hanya dalam waktu sebulan.

Aldi menghela napas berat. Baru saja hati terasa lega, kenyataan menampar dengan kejam. Dia mendecakkan lidah dan bangkit, memutuskan untuk mandi saja. Namun, ponselnya mendadak berbunyi, panggilan dari nomor tak dikenal. Aldi sempat ragu sebelum mengangkat telepon.

"Halo, benar ini dengan Mas Renaldi?" tanya si penelepon.

Suara itu terasa tidak asing. Aldi mencoba mengingat, tetapi tidak berhasil. Akhirnya, dia memutuskan untuk menjawab dengan diplomatis.

"Ya, benar dengan saya sendiri. Ini dengan siapa? Apa ada yang bisa saya bantu?"

"Mungkin Mas sudah agak lupa, saya Putri, yang beberapa waktu lalu ketabrak mobil masnya."

Aldi tersentak. Sekarang, dia ingat, gadis penari yang licik itu.

"Iya, Mbak. Apa ada yang bisa saya bantu?"

"Saya memerlukan pekerjaan."

Putri menjelaskan keadaannya yang tak bisa menari dan mengamen di taman lagi setelah insiden tabrakan itu. Aldi tentu saja tahu sedang ditipu. Luka yang dialami Putri tidak parah. Namun, pemikiran lain muncul di benak Aldi. Ide bagus untuk mengatasi isu miring.

Seingat Aldi, meskipun pengamen, Putri memiliki paras ayu, bahkan agak mirip Wulan. Sifat yang manipulatif menunjukkan kecerdasan gadis itu. Kematrealistisannya juga sangat cocok untuk menjadi pacar bayaran.

"Asal Mas tau, kaki sangat berarti bagi seorang penari seperti saya. Jadi ...."

"Saya mengerti," potong Aldi cepat. "Kebetulan saya juga memerlukan seseorang untuk posisi yang penting. Apakah kita bisa bertemu besok untuk membicarakannya lebih lanjut?"

"Tentu saja, Mas. Jadi, di mana kita akan bertemu?"

"Kafe Kenangan. Jam 10 pagi."

"Baik, Mas. Sampai jumpa besok, Mas Renaldi."

Panggilan berakhir. Entah kenapa Aldi mendadak merasa lega.

***

Sementara itu, di koridor rumah sakit Putri mengakhiri panggilan dengan senyuman licik. Dia sangat puas berhasil memanipulasi si orang kaya. Pembiayaan operasi Asih bisa teratasi tanpa harus merepotkan Sulistyawati.

"Kak, Kak, Kak!" Tyas menggoyangkan lengan Putri. "Kok, Kakak bilang enggak bisa nari di taman lagi karena kecelakaan itu? Kaki Kakak, kan, udah sembuh. Kita enggak bisa nari gara-gara diawasin satpol PP, 'kan?" cerocosnya dengan kening berkerut.

Mereka berdua memang tengah menunggui Asih di rumah sakit. Seminggu berlalu sejak operasi pertama. Tyas sudah lebih tenang setelah operasi dinyatakan berhasil. Mereka tinggal menunggu jadwal operasi selanjutnya.

Putri menyengir lebar. "Itu namanya trik. Kita harus cerdas memanfaat situasi."

"Trik apaan. Itu, sih, nipu namanya, Kakak. Kalau ketahuan Ibu, Kakak bisa dimarahin lho."

"Kalo Tyas enggak bilang, Ibu enggak bakal tahu," sahut Putri sembari mengedipkan mata.

"Kakak ih!"

Putri tergelak. Tyas bersungut-sungut, tetapi tidak lama. Dia tampak merenung sambil mengelus-elus dagu.

"Kalo ingat kejadian Kakak keserempet itu, aku jadi inget cowok ganteng yang sempat nyamperin sebelum dikejar satpol PP," celetuknya. "Ganteng banget, ya, Kak, ada bau-bau orang kayanya juga. Kakak berdebar juga enggak pas dia ngajak ngobrol?"

"Aku enggak ngerasa gimana-gimana, sih. Dia bukan seleraku," sahut Putri ringan.

"Eh? Seganteng itu?"

Putri mengangguk.

"Jangan-jangan selera Kak Putri modelan cowok yang nyerempet Kakak itu lagi," tebak Tyas asal.

Putri tersedak, lalu terbatuk-batuk. Wajah pemuda tampan bermata sipit itu kembali terbayang. Wajah yang juga agak mirip dengan Joko. Tanpa sadar, pipi Putri sedikit merona, membuat Tyas sempat ternganga.

"Eh, beneran, Kak? Ganteng juga, sih. Dia kek modelan artis Korea gitu, tapi sewot gitu orangnya," komentar Tyas.

Putri tersenyum. "Cowok itu agak mirip dengan cinta pertamaku ...," gumamnya tanpa sadar.

Seperti kucing dikasih ikan asin, mata Tyas langsung melotot. Wajahnya begitu semringah. Putri yang menyadari telah salah bicara langsung mengalihkan pembicaraan.

"Lupakan saja, Tyas."

"Enggak mau! Aku mau denger cerita cinta pertama Kak Putri. Ayolah, Kak, ayo," rengek Tyas.

Putri menghela napas sebelum akhirnya menceritakan kenangan indah di masa lalu bersama Joko. Tyas mendengarkan dengan antusias. Matanya tampak berbinar-binar. Beberapa kali kata-kata so sweet keluar dari bibirnya.

***

Putri memasuki kafe dengan langkah yang agak terpincang-pincang. Terdengar bunyi gemerincing saat pintu dibuka dan ditutup. Dia mengamati sekitar dan menemukan si pemuda kaya ada di meja nomor 4, lalu menghampirinya.

"Maaf, saya terlambat," tutur Putri begitu berhadapan dengan Aldi.

Aldi susah payah menahan tawa melihat aksi pura-pura pincang Putri.

"Sayalah yang datang terlalu cepat. Silakan duduk." Aldi menyeringai. "Dan satu lagi, saya tahu kaki Anda sudah sembuh. Tidak mungkin lecet seperti itu lama sembuhnya. Jadi, tidak perlu berpura-pura."

Putri terkekeh, lalu menarik kursi dan duduk di hadapan Aldi. Dia memanggil pelayan kafe dan memesan makanan dan minuman. Ice cappucino dan kue red Velvet menjadi pilihannya, aji mumpung selama ditraktir orang kaya.

"Ah, sepertinya seseorang yang ingin saya manfaatkan cukup pintar," sindirnya.

Dia menatap lekat wajah tampan Aldi, membuat pemuda itu salah tingkah karena teringat sorot mata Wulan-nya. Putri mengelus dagu.

"Tapi, saya jadi penasaran kenapa Mas yang cerdas ini tetap mau memberikan saya uang dan pekerjaan."

Aldi terkekeh. Putri mengalihkan pandangan karena tawa itu persis seperti milik Joko-nya. Aldi sendiri tak mengerti kenapa dirinya yang selalu bersikap dingin bisa tertawa semudah ini.

"Tari tradisional. Saya mencintai hal itu. Uang yang saya berikan anggap saja sebagai upaya pelestarian kesenian tradisional," tutur Aldi sungguh-sungguh.

Putri tersenyum menggoda. "Anda benar-benar pria yang sangat menarik, Mas Renaldi."

"Begitukah? Sebaliknya, Anda juga wanita yang sangat menarik, Mbak Putri," balas Aldi.

Putri terkekeh.

"Jadi, apa sekarang saya benar-benar akan diberi pekerjaan? Bukan pekerjaan yang aneh-aneh, 'kan?"

"Mungkin Anda bisa mendengarkan sebentar cerita saya sebelum menerima atau menolak pekerjaan dari saya."

"Baiklah, saya akan mendengarkan dengan senang hati."

Aldi mengatur napas sejenak sebelum mulai menceritakan isu miring yang menimpanya. Putri mengangguk-angguk sembari sesekali menyedot ice cappucino-nya atau memasukkan potongan kue red Velvet ke mulut. Cerita selesai, minuman dan kuenya juga ludes. Dia pun mengelus dagu dengan sorot mata serius.

"Hmm ... jadi saya akan dibayar untuk berpura-pura menjadi pacar Anda untuk menepis isu gay?" tanyanya lagi sambil menatap penuh selidik.

"Jangan menatap saya seperti itu. Saya benar-benar normal. Saya memiliki perempuan yang sangat dicintai, tetapi kehilangan jejaknya. Saya hanya akan menikah jika sudah menemukannya," jelas Aldi cepat.

"Ah so sweet sekali kisah Anda. Saya jadi iri," goda Putri, membuat Aldi mendelik. "Tapi, soal tawaran Anda ini bisakah saya minta waktu?"

"Tentu, Apakah cukup dalam seminggu?"

"Cukup. Nanti akan saya beritahu jawabannya seminggu lagi."

Aldi dan Putri kompak melihat arloji. Mereka pun berdiri bersamaan. Putri pamit pergi lebih dulu sementara Aldi membayar tagihan ke kasir.

***