Chereads / Bidadari Matre / Chapter 32 - Bagian 34

Chapter 32 - Bagian 34

Aldi menatap ponsel dengan seksama. Layar menampilkan dua orang gadis yang tengah berdebat di taman. Gadis yang lebih tua memarahi dan menghina lawan bicara. Wajah cantiknya begitu bengis dengan sorot mata merendahkan.

Tangan Aldi mengepal kuat. Dia paling benci orang yang mendewakan status sosial dan merendahkan orang lain dengan status lebih rendah. Hatinya semakin panas, ketika di akhir video Rani menghina tari tradisional dan menganggapnya kampungan. Aldi dikuasai amarah, hingga tak menyadari sosok yang membantu Shinta mendebat Rani di video adalah gadis licik yang terserempet mobilnya tempo hari.

Video pertama telah selesai ditonton. Saat memutar video kedua emosi Aldi mencapai batas. Ya, meskipun tampak asyik mengobrol dengan Gilang, ternyata Shinta diam-diam merekam aksi Rani memasukkan serbuk putih. Caranya dengan menyalakan perekam, lalu menghadapkan kamera ponsel ke arah Rani dengan natural seolah sedang memegang biasa.

Video telah berakhir. Shinta menyeringai. "Bagaimana, Bang? Masih merasa pacar Abang benar-benar baik?" sindirnya, lalu tertawa sinis.

Aldi mendadak diserang rasa bersalah. Terlebih, saat teringat tadi dia sempat ingin mengembalikan sang adik ke Singapura. Meskipun tindakan usil adiknya tak bisa dibenarkan, ternyata, sikap buruk Shinta cukup beralasan.

"Shinta, Abang ...."

"Tidak perlu minta maaf!" potong Shinta cepat. Dia menatap sang kakak dengan dingin. "Lakukan saja apa yang harus dilakukan. Aku duluan ke dalam, ya, Bang," pamitnya.

"Shin–"

Shinta sudah melenggang masuk ke aula. Aldi mendecakkan lidah dan mengacak-acak rambut. Dia merasa sudah menjadi kakak terbodoh sedunia.

"Ck! Gara-gara tuntutan isu sialan itu, gue sampai menerima kontrak pacaran dengan sampah!" umpatnya.

Akhirnya, Aldi memutuskan ikut kembali ke aula. Sekarang, dia bisa melihat lebih jelas. Senyuman licik yang terukir samar di bibir Gilang dan Rani. Aldi bisa menebak keduanya memang melakukan kongkalikong untuk menjeratnya. Shinta mungkin dianggap sebagai gangguan, sehingga mereka berusaha menjauhkannya.

Aldi menggemeletukkan gigi. Jika memperturutkan hawa nafsu, dia mungkin sudah mengusir mereka. Namun, wibawa dan kehormatan sebagai presiden direktur PT Karya Abadi harus tetap terjaga. Aldi harus bersabar sampai acara berakhir.

"Maafkan Abang, Shin," lirihnya saat melihat wajah Shinta yang begitu sendu.

Aldi mengira adiknya masih kecewa karena tak dipercaya. Dia tak tahu, Shinta hanya tengah mencemaskan Putri. Akhirnya, Aldi kembali menyibukkan diri berbincang dengan relasi bisnis untuk menghindari Rani yang suka menempel.

Acara selesai, para tamu satu per satu pulang. Aldi ingin berbicara dengan adiknya. Namun, Shinta malah sudah menghilang dari ruangan. Sebuah pesan dari sang adik masuk ke ponselnya.

["Bang, aku pergi duluan. Guruku sakit, jadi aku mau besuk."]

Begitulah pesan Shinta yang membuat Aldi agak cemburu. Dia menjadi penasaran sehebat apa sang guru, hingga adiknya menjadi lengket seperti itu. Hal yang sama pernah dirasakannya saat dulu Shinta menempel dengan Wulan, bahkan tak mau pulang ke rumah kalau sudah pergi ke sanggar tari.

"Bang." Panggilan dari suara yang entah kenapa sekarang membuat Aldi muak terdengar.

Ya, Rani telah berdiri di hadapan Aldi dengan raut wajah sendu. Gilang mengekor di belakang gadis itu. Aldi merasa sangat jijik.

"Ya, ada apa, Rani?" sahut Aldi dingin.

"Kenapa tidak jadi mengumumkan hubungan kita? Bukankah tadi kesempatan besar untuk menepis isu?" tanya Rani dengan lembut, tetapi kepura-puraannya membuat Aldi semakin meradang.

"Iya, Al. Aneh aja dah lu," timpal Gilang. Suaranya terdengar polos, tetapi malah seperti begitu licik dan manipulatif di telinga Aldi.

"Saya mau kesepakatannya berakhir. Sebaiknya, kita sudahi saja pacaran pura-puranya," tegas Aldi.

Rani terperanjat. "Apa maksudnya, Bang?"

"Lah, lo jangan ngadi-ngadi deh!" Gilang masih ikut campur.

Aldi menghela napas berat.

"Rani, saya pikir kamu benar-benar berubah, ternyata masih sama. Kamu masih menilai orang dari status sosial dan merendahkan orang yang kamu anggap lebih rendah. Pantas saja Shinta sebegitu kesalnya ke kamu."

"Abang jangan percaya fitnah. Shinta ngomong macem-macem, 'kan?" tuduh Rani, menambah rasa kesal Aldi.

"Tidak, dia hanya memperlihatkan bukti."

Aldi memperlihatkan video dari ponselnya. Rani terbelalak. Wajahnya memucat. Dia tak menyangka ada jejak digital yang merekam sikap buruknya. Gadis itu tak bisa lagi mengelak. Gilang hanya bisa mengumpat dalam hati, menyumpahi kecerobohan Rani.

"Saya mungkin bisa saja menahan sikap angkuh kamu untuk hubungan pura-pura. Tapi, saya tidak bisa terus terlibat dengan orang yang sudah mencoba memfitnah adik saya."

Rani menelan ludah. Sorot mata Aldi semakin dingin dan terasa mencekik.

"Sampai di sini kesepakatan kita, saya akan kirimkan ganti rugi ke rekening kamu," tutup Aldi sebelum meninggalkan aula dengan tergesa-gesa. Dia memang harus segera pergi dari hadapan Rani dan Gilang sebelum tak sanggup menahan emosi dan berbuat anarkis.

***

Aldi memasuki kamar sambil mengelap keringat. Dia baru saja selesai latihan menari. Meskipun sebagian besar waktunya dihabiskan di perusahaan, pemuda itu tetap mencoba mempertahankan bakat di saat-saat luang. Dia bahkan menyediakan ruangan khusus untuk latihan di rumahnya.

Drrt drrt

Ponsel bergetar. Aldi mengurungkan niat untuk mandi. Dia mengambil ponsel di nakas dan memeriksa pesan masuk, dari sekretarisnya.

["Pak Aldi, gawat! Isu jelek tentang Anda akan semakin parah. Coba Anda tonton siaran ulang acara Ngobrol Seru tadi pagi di saluran Televisi K."]

Aldi mengerutkan kening. Dia tak terlalu tertarik dengan acara televisi, sehingga jarang menonton. Namun, pesan dari sekretaris membuatnya mau tak mau harus membuka channel YouTube salah satu stasiun televisi dan mencari acara yang dimaksud.

Layar ponsel segera menampilkan sebuah ruangan seperti ruang tamu lengkap dengan sofa dan meja estetik. Seorang wanita bergaun biru duduk di sofa. Intro musik terdengar. Si wanita memberikan beberapa patah kata pembuka khas acara-acara talk show.

"Bintang tamu kita hari ini dikenal sebagai ratunya film-film aksi." Si pembawa acara berdiri. "Ya, kita sambut Maharani Prameswari Wijaya!"

Tepuk tangan membahana. Tak lama kemudian dari belakang panggung, Rani keluar sembari tersenyum manis. Langkahnya tampak begitu elegan. Pembawa acara menyalami Rani, lalu mengajak duduk.

"Apa kabarnya nih, Ran?"

"Baik, Mbak Sofie."

"Makin glowing aja deh perasaan."

Rani tertawa kecil. "Ah, Mbak Sofie ini bisa aja. Yang ada Mbak Sofie deh yang makin kinclong."

Mereka berdua tergelak. Selanjutnya, si pembawa acara menanyakan tentang film terbaru yang akan dibintangi Rani. Obrolan semakin seru. Karir Rani memang sangat cemerlang.

"Kita-kita denger berita bahagia. Katanya, Rani menjalin hubungan dengan presiden direktur PT Karya Abadi? Beneran enggak nih, Ran?" celetuk pembawa acara tiba-tiba.

Wajah Rani mendadak sendu.

"Sudah putus," gumamnya.

"Aduh, maaf lho Rani. Soalnya, kita liat kemarin-kemarin bahagia banget."

"Enggak apa-apa. Yang namanya hubungan begitu, putus itu biasa."

"Iya juga, sih. Kalo secantik Rani kita ini, gampanglah cari pengganti," hibur pembawa acara.

Rani menggeleng pelan. Dia tampak menanggung beban berat sebelum bergumam, "Enggak dulu deh, Mbak. Aku mau fokus dulu ke karir. Takutnya nanti malah dapat lagi pacar yang enggak tertarik sama cewek."

Pembawa acara tersentak. Matanya membulat lebar. "Lho? Tidak tertarik cewek?"

Meskipun sangat samar, senyuman licik terukir di bibir Rani. Berarti, dia memang sengaja memberikan pernyataan yang ambigu dan bisa menyebabkan salah paham.

"Mbak Sofie nih kan yang lagi kabar bahagia, katanya mau nikah bulan depan, 'kan?" tanya Rani seperti sedang mengalihkan pembicaraan. Tindakan itu bisa membuat orang yang menonton acara menganggap dia tak sengaja keceplosan mengatakan rahasia.

Si pembawa acara tergagap. "Eh i-ya, alhamdulillah. Kamu harus datang nanti lho, Ran."

"Iya, Mbak."

Pembawa acara tiba-tiba tertawa. "Lah, kok, kayak saya yang jadi bintang tamu?"

Kedua wanita itu tergelak. Obrolan dilanjutkan. Mereka kembali asyik membicarakan film terbaru Rani, tidak lagi membahas hubungan Rani dengan Aldi.

Tayangan YouTube ditutup. Ponsel dilempar ke kasur. Aldi mengusap wajah dan menghela napas berat.

"Seharusnya, tidak terlibat dengan Rani sejak awal. Ck, sial sekali!" umpatnya.

***