Chapter 2 - Tadirman (2)

Belum-belum di hari pertamanya bekerja di tempat baru, Dirman sudah merangkap tugas sebagai guru bahasa Inggris dadakan. Maklum, ia bekerja di sebuah sekolah menengah elit yang bahasa pengantarnya bilingual, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sekaligus.

Sulit percaya kan seorang petugas cleaning service lancar berbahasa Inggris dan suka menolong murid yang kebingungan? Dirman selalu out of the box, dan ungkapan keren itu yang jadi falsafah hidupnya selama ini.

Nama lengkapnya Tadirman, dipanggil Dirman, dan nama lahirnya mirip kata "takdir" dan setahunya dalam bahasa Inggris, takdir disebut fate, dan faith, kata yang sekilas mirip, maknanya iman atau kepercayaan, dan kebetulan dua kata itu membingungkan seorang siswa SMP kelas satu yang awam berbahasa Inggris. Zaky namanya.

"Saya dulu sekolah SD di daerah, Pak. Pelajaran bahasa Inggrisnya cetek. Gak seperti di sini, susah minta ampun bahasa Inggrisnya. Terima kasih ya Pak sudah dibantu."

Dirman seharusnya juga berterima kasih pada Kara, gebetannya dalam tanda kutip. Takutlah ia menaksir si mahasiswi terang-terangan, apalagi orangnya cantik betul. Ada guyonan bilang, bila cowok ganteng menaksir cewek cakep, itu pantas, sah-sah saja hukumnya. Namun, cowok pas-pasan menaksir rembulan purnama (baca: cewek cantik) namanya tidak tahu diri dan bermuka tembok!

Alasan ia berterima kasih adalah Kara sering mengajarinya bahasa Inggris, berhubung Dirman putus sekolah di kelas tiga SMA dan bahasa Inggrisnya kurang memadai, apalagi ia tak mampu kursus Bahasa Inggris seperti teman-teman lainnya dulu.

Ah, namanya manusia pasti ada saja kekurangannya. Contohnya Kara yang tampaknya sempurna luar dalam. Sayang, nama lengkapnya Kara Sucia. Janggal menurut Dirman. Karena Kara Sucia mirip Cara Sucia, judul telenovela yang dulu booming di tanah air tahun 90'an. Kalau tak salah Cara Sucia itu artinya Muka Kotor, julukan untuk cewek cantik yang tomboy dan profesinya montir mobil, akhirnya ditaksir pria tampan dan kaya raya meski cinta mereka berliku-liku dan si cewek hamil duluan kalau tak salah.

Tempat kerja Dirman sekarang lumayan menyenangkan. Lingkungan sekolah sudah pasti sehat, tak segaduh klab malam tempatnya dulu bekerja. Karena jam tidurnya terbalik, Dirman sering sakit dan akhirnya memilih resign. Untung ada lowongan yang dikenalkan kerabatnya, dan jadilah ia bekerja di SMP dan SMA Jaya Mada yang berada dalam satu kompleks yang luas.

Zaky si murid pindahan dari luar daerah adalah teman sekaligus muridnya yang pertama. Murid dalam tanda kutip tentunya. Dirman bangga bisa membantu seseorang, di luar kapasitasnya sebagai tukang bersih-bersih. Ternyata keahlian bahasa asing lumayan dibutuhkan dewasa ini, pikir Dirman. Bisa sedikit bahasa Inggris saja lumayan bangganya, apalagi Zaky segan bertanya pada guru bule yang killer dan memilih Dirman sebagai guru kecilnya.

"Heran ya, kalau dijelaskan Bapak cepet banget pahamnya. Kalo sama guru saya segan, Pak. Mukanya streng, bikin keder duluan." Zaky berkata.

"Ahahaha. Kemampuan saya juga terbatas, Zak. Untung level bahasa Inggris SMP gak susah-susah amat. Masih bisa lah saya jelasin ke kamu." Dirman menjawab tersipu-sipu.

Sambil membersihkan koridor sekolah dan ruang kelas, Dirman merenung, alangkah senang kalau Ayla, putrinya bisa bersekolah di Jaya Mada. Sekarang putrinya baru berumur delapan tahun, duduk di kelas dua SD, karena usia tujuh tahun baru masuk SD kelas satu di sekolah gratis SD Mentari Bangsa.

Empat atau lima tahun lagi Ayla akan lulus SD. Lalu bagaimana jenjang pendidikan Ayla selanjutnya, mengingat setumpuk utang merongrong keuangan Dirman? Masakan Ayla hanya tamatan SD lalu mengikuti jejaknya sebagai pekerja kasar? Dirman dengan hati masygul berpikir, pasti ada jalannya bila ia bertekad mengubah nasib.

Dengan iman atau faith, ia pasti mampu membelokkan fate atau suratan takdirnya. Demikian Dirman berpikir cerdas dan out of the box.