Chereads / Rumah Iblis / Chapter 28 - Siluman Ular

Chapter 28 - Siluman Ular

Mereka keluar pondok tatkala gelap gulita mencengkeram malam, Tidak menyurutkan langkah dua insan untuk berjalan menuju Goa yang konon ada sebuah kerajaan di dalamnya, Pusat mahluk ghaib penghuni gunung. Seorang lelaki gagah berjalan di belakang wanita paruh baya. Pria itu hanya menggunakan sarung.

Setelah sampai di mulut Goa. Mereka berhenti. Sudah banyak sesajen yang diletakkan. Wanita itu menoleh kearah lelaki yang umurnya sepuluh tahun di bawahnya.

"Wiryo, apa kamu sudah siap dengan ritual ini?" ujar wanita itu, yang tak lain adalah Sarah seorang janda kaya raya yang sudah berumur. Dia adalah pemilik restoran yang cukup terkemuka dan sudah memiliki banyak cabang di berbagai kota di pulau jawa.

"Apapun akan aku lakukan supaya bisa kaya seperti konglomerat! Aku tidak puas jika hanya menjadi juragan petani kampung. Aku ingin sukses membuka usaha sepertimu." Jawab Wiryo muda yang sangat antusias. Tubuhnya basah karena sudah mandi kembang di pondok tadi.

"Tapi ingat pesanku, kamu tidak boleh membuka usaha di jawa jika sampai ritualmu berhasil."

"Siap, jangan merisaukan soal hal itu." ujarnya santai, tanpa beban. Hasrat bergelimangan harta menutupi akal sehatnya. Tak masalah sendirian di tengah hutan, dia mengesampingkan rasa takutnya.

"Bersemedilah sampai Bunda Ratu datang memanggil namamu, katakan apa yang menjadi hajatmu"

***

"Tidak terasa sudah dua puluh tahun, aku melakukan pesugihan ini. sudah berapa banyak nyawa melayang demi kekayaan yang kita dapat." Kata Wiryo dengan pandangan menerawang, mengenang ketika pertama kali datang ke sini.

"Itu semua karena aku yang membawamu ke sini. Sebelum itu kamu hanyalah pemuda kampung yang serakah" sahut Sarah dengan menekan kata Serakah.

Pak Wiryo tersenyum miring. Musim paceklik yang cukup lama pernah melanda wilayah kampung dan sekitarnya. sehingga warga sering mengalami gagal panen. Pada saat itu, Wilayah persawahan desa milik Wiryo, bersebelahan dengan persawahan milik desa sebelah.

Mereka yang kebanyakan dari desa sebelah tidak ada penghasilan sama sekali, terpaksa berhutang dengan juragan Wiryo. Karena keuangannya yang dinilai paling stabil diantara yang lain. Wiryo memberikan pinjaman dengan syarat sertikat tanah sawah sebagai jaminan. Kalau tidak bisa membayar hutang dalam kurun waktu tertentu, otomatis sertifikat itu akan menjadi miliknya. Sebuah trik licik, memanfaatkan kesempatan di dalam kesusahan orang. Mereka yang tidak mampu membayar, terpaksa merelakan tanah sawahnya menjadi milik Wiryo, lambat laun sawahnya semakin banyak, dengan luas berhektar-hektar.

"Sekarang usaha restoranmu di Papua berkembang pesat, keinginanmu sebagai konglomerat sudah tercapai."

"Tapi sepertinya riwayat kita akan berakhir disini, karena kita tidak berhasil membawa tumbal"

"Jaga ucapanmu! Kita harus tetap meneruskan pesugihan ini. sekali kita berkecimpung sulit bagi kita untuk keluar. Aku akan menumbalkan Bagas sebagai gantinya." Tukasnya sembari menunjuk ke arah anak angkatnya itu. kedua tangan bagas terikat di belakang, tubuhnya gemeteran

Tiga orang pengikut iblis itu tidak sadar bahwa telah terjadi kekacauan di kerajaan jin. Gempa yang cukup hebat memporak-porandakan kerajaan. Ritual penumpalan yang seharusnya menjadi pesta yang ditunggu-tunggu oleh seluruh lelembut Gunung L***, harus berakhir dengan bencana. Bahkan sosok wewe gombel raksasa yang di sebut Bunda Ratu terbakar tak bersisa.

Kini tidak ada lagi yang memimpin kerajaan demit.

"Enggak, aku enggak mau di tumbalkan, aku masih ingin hidup." Teriak pemuda itu sembari berlari menuju ke dalam hutan.

"Bagas!" Sontak Wiryo dan Sarah Panik, mereka bergegas, mengejarnya tetapi pemuda itu lebih gesit sehingga bisa hilang diantara kegelapan hutan.

"Haduh gimana ini? Bunda Ratu Pasti marah besar." Sarah jongkok dengan naas ngos-ngosan.

"Ini semua gara-gara kamu, kebanyakan omong, gini kan jadinya!" sergah Wiryo yang tampak gusar.

"Terus, sekarang gimana?"

"Lebih baik kita berpencar untuk mencarinya, dengan tangan terikat pasti dia kesulitan untuk berlari." Papar Wiryo, Sarah hanya mengangguk. Wiryo berlari ke arah kanan karena ada jalan setapak kecil disana. Semetara Sarah berjalan lurus.

Wiryo terus menyibak dedaunan yang melewati jalan setapak itu, mungkin banyak orang yang sering datang ke sini entah untuk berburu, mencari, kayu bakar tapi yang lebih mungkin adalah mencari pesugihan sehingga terbentuk jalan setapak di sana. Langkahnya semakin jauh, tapi tak kunjung juga dia menemui bagas, dia berdecak gusar.

Tiba-tiba, ada hembusan angin yang berhembus menggerakkan pepohonan di sekitarnya. Lalu tercium aroma melati . Wiryo tertegun sembari mengedarkan pandangan ke sekitar. , biasanyan kemunculan bunda ratu pasti di iringi dengan bau yang sangat busuk, seperti anyir darah.

"Wiryo."

Pria itu terperanjat tatkala mendengar suara serak yang menggema dari arah belakang. Rupaya dia adalah nenek-nenek bertubuh setengah ular. Tubuh ular itu menegak sejajar dengan pohon, Wiryo sampai menengadah untuk melihatnya sosok yang tidak asing karena dia adalah wujud panglima dari kerajaan demit, meski wujudnya nenek-nenek tetapi kekuatannya sangat besar, seluruh mahluk ghaib begitu segan dan hormat kepadanya.

"Sendiko dawuh nyai." Wiryo langsung menyatukan kedua telapak tangan di depan sebagai tanda hormat.

"Wiryo, Maukah kamu menjadi pengikutku?"

"Tetapi, saya pengikut setia Bunda Ratu Nyai, apakah Bunda Ratu tidak murka jika aku menjadi pengikut nyai juga?"

"Bunda Ratu sudah mati, dia terbakar akibat ulah pemuda yang kau bawa kesini!"

Wiryo terdiam sejenak. apa yang dia dimaksud adalah Rafa?. Tetapi dia masih ragu dengan apa yang diucapkan oleh sang panglima kerajaan itu.

Sosok itu pun turun di dekat Wiryo, "Sekarang pejamkan matamu."

Wiryo pun memejamkan mata, tak berapa lama terekam kejadian yang telah terjadi di kerajaan, sungguh mengerikan. Terlebih melihat sosok bunda ratu yang terbakar. Wiryo yang tak kuat melihat pemandangan itu pun membuka mata dengan nafas ngos-ngosan.

"Sekarang kamu percaya?."

"Iya...saya percaya Nyai."

"Wewe gombel keparat itu yang telah merebut tahta kerajaan yang seharusnya menjadi Milik siluman Ular selama beribu-ribu tahun lamanya. Dan aku sudah menunggu kehancurannya seperti saat ini, sebentar lagi aku lah yang akan menjadi Ratu,"

"Terus, Apa yang bisa aku lakukan untuk nyai?"

"Aku membutuhkan banyak tumbal sehingga kekuatanku menjadi berlipat-lipat dan menjadi yang tidak tertandingi. Dan aku akan memberikan kekayaan dan pengaruh yang luar biasa jauh di atas apa yang sudah wewe gombel itu berikan kepadamu."

"Bagaimana dengan Sarah Nyai? Bukankah dia adalah pengikut Bunda Ratu juga?"

" Dia orang bebal! Jiwanya sudah terpatri hanya untuk wewe gombel. Bahkan dia tidak percaya bahwa Ratu itu sudah hangus terbakar, mau di bujuk seperti apa, dia tetap bersikeras untuk penjadi pengikut setia wewe gombel. " Sahut Nenek siluman ular itu seolah Murka dengan tabiat Sarah.

"Kalau aku menjadi pengikut Nyai. bagaimana dengan bangsa wewe gombel? Mereka pasti tidak terima."

"Hahahaha, apalah sebuah bangsa tanpa seorang Ratu. Aku adalah panglima siluman Ular, kekuatanku lebih besar daripada mereka. sekarang aku akan mengutus putraku yang paling kuat, Siluman Sanca untuk merasuk ke dalam tubuhmu, melindungimu."

Tidak berapa lama, muncullah siluman ular yang lain. Sosok Pria gagah yang bertelanjang dada, dengan pinggang kebawah berwujud ular sanca. Sesekali lidahnya menjulur panjang. Sebelum bersatu dengan Wiryo, Tubuhnya berkelak-kelok layaknya hewan melata itu dan langsung merasuk ke dalam tubuhnya. Pria bertubuh tegap itu mengejang seiring dengan masuknya Siluman sanca yang besar sekali.

Wiryo pun tertunduk dia tersenyum miring dengan pupil mata yang melintang ke bawah. Dia bukanlah Wiryo, tetapi sosok Wiryo yang baru dengan aura magis yang kental. Sejenak dia tersenyum miring. Ada sebuah rencana licik yang terlintas di benaknya. Hawa nafsu duniawi yang menjadi-jadi.

"Baik, Nyai. Aku mau menjadi pengikut Nyai. Sebagai tumbal pertamanya, aku akan persembahkan nyawa Sarah beserta anak angkatnya."