Kondisiku sudah cukup membaik. Hari itu aku ingin pergi ke kantor polisi bersama Tama, saat mengeluarkan motor dari garasi, tiba-tiba dari seberang jalan, tampak Soleh yang memanggilku dan berjalan dengan tergopoh-gopoh.
"Rafa, tunggu!"
"Ada apa Tam?"
"Pak Wiryo, Di. Pak Wiryo sudah pulang! Dia..."
"Dia kenapa?' kerjarku dengan dahi berkerut, tidak sabar mendengar penjelasannya.
"Ada siluman ular yang mengikutinya. Auranya sangat jahat."
"Siluman?" sahutku dan Tama hampir berbarengan.
"Yang bener kamu Mas Dul?" ujar Tama menyakinkan diri.
"Iya Di, Sungguh!"
Kematian Sang Ratu tak berarti pesugihan Wiryo akan berakhir, tetapi dia justru bersekutu dengan demit lain disana, sudah seperti yang kuduga.
"Dan.... " Soleh menelan ludah, sembari mengatur nafasnya, " Dia berencana untuk mengadakan Pesta bertepatan dengan hari pengajian kita."
"Apa? Ya gak bisa begitu, kekhusyukan pengajian jelas akan terganggu.'
"Nah itu masalahnya Di, kita kan sudah terlanjur mengundang Kyai Haji Mahmud untuk pengajian tepat di hari itu. kamu tahu sendiri 'kan kyai itu sangat padat jadwalnya, kalau kita sampai menundanya, sulit untuk mencari hari lain."
Aku tercenung sesaat. Ini diluar ekpektasi. Pengajian itu bukan semata-mata untuk syukuran atas kembalinya aku dan Soleh tetapi lebih dari itu!
"Atau kita ganti tempatnya, di rumah kamu atau rumahku?"
"Enggak, pengajian itu harus tetap di lakukan di rumah Pak Rangga," kataku bersikeras. Alasan mendasarnya karena kedua rumah di ujung desa itu adalah tempat termistis di desa ini, sehingga perlu di netralisir dengan pengajian.
"Tapi Rasanya, akan sepi jamaah Di, karena aku tadi lihat banyak warga yang bergerombol di depan rumahnya Wiryo, mereka seperti mendukung penuh acara itu."
"Apapun yang terjadi, kita harus tetap mengadakan pengajian itu." Tegasku. Meski dana berasal dari keluarga Soleh, tetapi Bapaknya Soleh menyerahkan segala keputusannya kepadaku.
"Tapi Di." Dia mencegahku untuk pergi seolah ada sesuatu yang mengganjal.
"Kita bahas masalah ini nanti saja ya, aku harus segera ke kantor polisi dulu. Ayo jalan Ham," Tama pun bergegas menstater motornya, meninggalkan Soleh yang masih terpaku di depan rumahku.
***
Dokumen peribadi dan kelautan sudah ditangan, aku bernafas lega. Dengan begini, aku bisa mengirimkan semua dokumen itu ke Agen kapal pesiar untuk kontrak berikutnya. Polisi mengijinkanku untuk mengambilnya sementara Tas dan kopernya masih di tahan sebagai barang bukti.
"Mas, bagaimana kalau kita menjenguk Hendro, Dennis, dan Reza?" bisik Tama, aku pun mengangguk mengiyakan, tidak ada salahnya untuk bertemu mereka.
"Pak, Boleh kita bertemu dengan tersangka pencuri barang-barangku? " pintaku kepada seorang polisi yang duduk didepan komputer. dialah yang tadi membantuku mengambil dokumen.
"Tentu saja boleh, mari ikut saya." Jawabnya ramah. Lantas, aku dan Tama mengekori langkah polisi tersebut menuju ruang khusu untuk menjenguk tahanan.
"Tunggu disini sebentar, saya akan memanggilkan mereka." Ujar polisi seraya berlalu di depan kami, tak berselang lama dia kembali bersama Hendro dan Dennis yang mengunakan pakaian warna biru dongker dengan tulisan di punggungnya. Tahanan. Setelah itu polisi tersebut pergi.
"Lho Reza Mana?" seloroh Tama
"Reza dipindahkan di rutan pusat. Kelakuannya yang liar meresahkan para tahanan disini." Jelas Dennis, dia tampak menyeret kursi kebelakang dan duduk, diikuti oleh Hendro.
Syukurlah, aku tidak bertemu dengan bajingan itu, malas juga kalau harus berhadapan dengannya, batinku lega. Pandanganku kini meneliti kedua orang itu, tubuh mereka mengurus, terutama Hendro. Pipinya tampak cekung dengan mata yang sayu, mungkin terkejut dengan kehidupan baru di penjara. Sementara Dennis justru kebalikannya, dia tampak tegar seolah sudah siap menerima segala konsekuensi atas apa yang telah dia perbuat.
"Apa kabar kalian?" ucapku hati-hati, takut kalau menyinggung perasaan mereka. Pertanyaan basa-basi yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan. Mana ada kehidupan penjara yang menyenangkan, justru terkungkung dalam waktu yang begitu lama dan keadaan yang menyedihkan.
"Baik Di. Kamu bagaimana? Sudah selesai karantinanya?"
"Sudah beberapa hari yang lalu."sahutku dengan senyum tipis.
"Rafa, aku minta maaf. Aku menyesal telah merampas barang-barangmu."
"Aku sudah mendengar semuanya dari Hendro. Kalian sebenarnya orang baik yang terperdaya oleh Reza. Aku salut karena kalian berani mengakui kesalahan yang kalian perbuat dan mau bertanggung jawab."
"Berhubung kamu disini, ada rahasia yang mau aku ungkap Di, ini berkaitan dengan Dina."
"Memang kenapa dengan Dina?" tanyaku penasaran, entah kenapa telinga ini peka kalau mendengar nama itu. Dennis menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan. dia memandang Hendro, seolah meminta pertimbangan. Hendro tampak mengangguk kecil.
"Sebenernya Dina itu di guna-guna Di."
"Maksudmu?"
"Mantra pelet semar mesem , mantra yang Reza bacakan ke air putih yang diminum oleh Dina, aku tidak tahu kejadian persisnya seperti apa, tau-tau Dina sudah bertekuk lutut kepada Reza. " papar Dennis, "Tidak hanya itu, dia juga telah 'mencuci otak' dina dengan kebencian terhadapmu."
"Aku tidak peduli, mau itu di guna-guna atau murni karena dia berubah. Yang jelas, aku sudah melupakannya." Ujarku berdusta. Sebenarnya Hati ini belum sepenuhnya Move on dari wanita yang sudah menjadi istri orang itu. Walaubagaimanapun, dia pernah lama menempati ruang di dalamnya. Meski perlakuan dan perkataannya bagaikan pisau yang menyayat hati sampai menimbulkan luka mengangga. tetapi, setiap kali mendengar namanya, aku tidak menampik jika getar itu masih ada.
"Yakin nih Mas, sudah move on?" seloroh Tama setengah berbisik. Aku tidak menanggapinya. Sempat-sempatnya dia berkata begitu di situasi genting begini.
"Syukurlah, kalau begitu semoga kamu bisa menemukan yang lebih baik dari Dina." Aku hanya mengamini perkataan Dennis, Cowok bertubuh jangkung itu meneruskan kata-katanya," Kamu harus berhati-hati dengan Reza Di, sepertinya dia menyimpan dendam yang begitu besar kepadamu.
"Kenapa harus berhati-hati, toh sekarang si bajingan Reza itu sedang mendekam di penjara." Seloroh Tama.
"Aku sangat mengenal Reza. Dendam di hatinya sudah mengakar kuat. akibatnya dia akan terus menyalahkanmu atas kesialan yang selalu menimpanya. Semakin lama di penjara, semakin dia menumpuk dendam itu, yang akan dia lampiaskan setelah dia bebas nanti."
"Dan satu Hal lagi yang membuat Reza berbahaya, ada gondoruwo yang bersemayam di tubuhnya."
" Kok kamu tahu? jangan bilang kamu mempunyai kekuatan ghaib?"
"Lebih tepatnya aku adalah anak indigo. Ada sosok yang terus bersamaku semenjak aku bayi. Jin bertubuh raksasa. Tapi Mahluk ini akan mengikuti tabiat yang aku lakukan, entah itu tabiat baik maupun buruk. Berbeda dengan Gondoruwo yang membuat Reza sering lepas kontrol dan berbuat nekad."
"Sebelum di pindahkan, Reza sempat mengamuk sampai memukuli orang-orang di sel tahanan. Jin Penjagaku sudah memperingatkannya untuk tidak macam-macam dengan anak itu, tetapi Gondoruwo itu justru mengamuk sehingga pertempuran tak terelakan lagi. Apa daya jin penjagaku justru terkapar. Kekuatannya tidak sebanding dengan gondoruwo itu."