Chereads / SUAMIKU KULI BANGUNAN / Chapter 41 - Kalajengking Merah

Chapter 41 - Kalajengking Merah

Matahari bersinar terik sekali siang ini. Membuat seorang pemuda tampan dengan perangaian dingin tapi manis mirip es cendol mengeluh. Ia pamit pada mandor lapangan untuk mencari kesegaran, apa lagi kalau bukan rokok dan minuman dingin?

"Jangan lama-lama, Kai! Seminggu lagi pesta pernikahan pemilik rumah. Jadi kurang dari seminggu lagi kita mesti serah terima." Pak Usman mewanti-wanti Kaisar. Pasalnya Reyhan akan menikahi Fiona seminggu lagi. Itu berarti sebelum genap satu minggu pekerjaan repair finishing sudah harus selesai. Jadi saat penyerahan kunci dari kontraktor ke owner, cat di dindingnya mulus seperti pantat bayi. Tak ada retak rambut atau cracking.

"Iya, Pak!" Kaisar bergegas menaiki motor buntut Budi menuju ke warung terdekat. Ia membeli segelas es dan mencomot sebuah bakwan sayur.

Kaisar duduk di depan warung tenda, merokok sembari mengamati teriknya matahari yang menyengat jalanan. Beberapa anak sekolahan lewat dan meliriknya. Ada yang takut saat melihat badannya yang penuh tatto, ada juga yang justru senggal senggolan karena mengagumi kegantengan Kaisar.

"Kak boleh kenalan enggak? Kakak ganteng deh." Seorang gadis akhirnya memberanikan dirinya untuk menyodorkan sebuah ponsel di depan Kaisar. Padahal ia sudah mengumpulkan nyalinya untuk mengajak kenalan dulu, tapi ...

"Nggak boleh!" Kaisar menjawabnya dengan cepat dan membuat gadis itu memerah akibat terlalu malu.

"Pulang sana, belajar!" Kaisar menghela napas panjang, masih pakai seragam merah putih saja sudah sok ajakin kenalan segala.

Siang hari itu suasana hati Kaisar benar-benar buruk. Tak hanya karena udara panas dan gelas es yang seakan bocor. Tapi juga karena sudah satu minggu lagi terlewati dan Felicia tidak menghubunginya.

[Yah, memangnya kuli bangunan sepertiku ingin mengharapkan apa dari wanita sepertinya?] Batin Kaisar. Padahal ia sudah bertekat untuk tidak ikut campur masalah Felicia apalagi sampai terbawa perasaan special padanya. Tapi malam itu sungguh menjungkir balikkan semua prinsip Kaisar untuk tidak terlibat dalam urusan perasaan.

"Kenapa tidak berdering??" Kaisar melirik ponselnya di atas meja. Gelap, tak ada pesan apa pun.

BRUM!!

Sebuah suara memekakan telinga membuat Kaisar tersentak. Ia melihat ke samping, arah jam dua, tepat di depan warung. Rombongan geng motor menghentikan laju mereka dan parkir di depan warung.

"Kami pesan ini ... ini ... itu ... bla bla bla!" Banyak sekali yang mereka pesan. Bahkan ibu pemilik warung sampai kesusahan mencatatnya. Beberapa pelanggan yang sedang makan memilih lekas menghabiskan makanan mereka dan menyingkir.

Suara beberapa orang saling bersahutan dengan lantang dan membuat mereka semua yang makan di warung itu terganggu. Termasuk Kaisar yang hatinya sedang gundah gulana. Tapi Kaisar berusaha sabar dan tak menggubrisnya. Ia memilih menghabiskan satu gelas es jeruk yang baru saja dipesannya.

"Wah, tatto kalajengking." Seorang anggota genk menepuk pundak Kaisar. Duduk di sampingnya. Pemuda seumuran Kaisar itu melihat tatto di kaki kanan Kaisar. Tatto Kalajengkin hitam.

"Gue juga punga tatto kalajengking. Ini ..." pemuda itu menggulung kaos lengan dan menunjukkan tatto kalajengking di lengannya, warnanya hitam. "Kalajengking merah. Lo pasti pernah mendengar nama mereka kan, Bro!! Genk yang isinya petarung gila semua, yang membuat banyak keributan dan juga masalah di pusat kota. Gue salah satu anggotanya, Bro." Pria itu sok akrab dengan Kaisar karena ingin pamer dengan statusnya. Mulutnya masih bau alkohol sisa mabuk semalam, pantas saja gaya bicaranya begitu serampangan dan merancau.

Kaisar diam saja, ia masih meminum esnya, malas untuk menjawab.

"Diem aja, Bro?! Lo budeg apa takut? Wajarlah elo takut sama kita." pemuda itu lancang mengusik pucuk kepala Kaisar.

"Genk Kalajengking Merah bukannya sudah bubar? Kenapa kalian ada di sini?" Kaisar dengan wajah tenang bertanya padanya.

"Semua warung di sepanjang jalur ini punya kami, Bro!! Tapi ibu penjual warung ini belum setoran tiga bulan. Terpaksa kita ke sini nagih uang keamanan." Terangnya. Kaisar mengangguk paham.

BRAK!! BRUK!!"

Suara-suara anarki yang dibarengi dengan jeritan ketakutan dan juga minta maaf terdengar sampai ke telinga Kaisar. Kaisar menoleh, melihat siapa yang mengganggu warung langganannya.

"Napa, Bro?"

"Sialan, dia bilang nggak mau bayar setoran. Mana nagih makanan kita."

"Saya bisa bangkrut, Mas. Warung kecil mana bisa nyukupin kalau tarikkannya segitu?!" Ibu warung bergetar saat mengatakan alasannya.

"Ah, bacot!! Sini lihat!" Seorang anggota preman Kalajengking Merah menggeledah kaleng berisi uang hasil penjualan. Mereka mengambil semuanya terjadi perebutan uang.

"Jangan, Mas!! Jangan!! Ya Tuhan, Mas. Itu hasil saya jualan hari ini, Mas. Belum juga nutup Mas." Dengan penuh isak tangis wanita paruh baya itu berusaha melindungi uangnya, namun yang ada pria itu justru menendang perutnya sampai ia terjungkal ke belakang.

"Aduh!!" pekiknya kesakitan.

"Hei!! Jangan keterlaluan!!" Kaisar membantu pemilik warung bangun.

"Siapa lo?? Mau ikut-ikut ngelawan Kalajengking Merah? Nggak takut mati lo?!" Wajah mereka tampak garang, tapi Kaisar tidak takut.

"Kalajengking Merah, siapa yang takut pada nama itu?!" Kaisar mendengus, ia pun bergegas mengambil serbet dari atas meja dan menggulungnya di telapak tangan.

"Kita selesaiin di luar, terserah kalian mau main kroyokan atau one on one." Kaisar bangkit dan keluar ke trotoar jalan.

"Sialan!! Sombong banget lo!!" Mereka menyeringai dan meremehkan Kaisar.

"Maju!! Nggak usah banyak bacot!" Kaisar menantang mereka, sikapnya yang irit bicara malas meladeni sesumbar para preman ini.

Totalnya ada tujuh orang, mereka menyerang Kaisar secara bersamaan. Memberikan bogeman tanpa jeda. Namun gerakan kasar mereka teralu lambat di mata Kaisar yang merupakan petinju profesional.

"Sudah? Now my turn!!" Kaisar langsung bergerak cepat. Membubuhkan jab-jab dan hook keras pada pipi mereka. Dua langsung tumbang saat terkena bogem telak di dahi mereka. Lima lagi, mereka saling pandang, agak ngeri dengan kemampuan Kaisar yang ternyata sangat hebat.

"Ayo!! Mana mulut besar kalian tadi??" Kaisar menantang semua preman tak berotak itu. Mereka yang tersulut emosi langsung menerjang ke arahnya dan menghujani Kaisar dengan tinju. Kaisar menangkisnya, lalu menendang, satu terpelanting. Belum sempat mereka berkedip, siku Kaisar sudah bergerak menghantam dagu. Satu lagi terdorong jatuh. Tendangan kaki jenjangnya membuat satu lagi kehilangan masa depan karena mengenai dua bola rambutan, perutnya mulas dan tumbang.

"Sialan!!" Tersisa satu orang yang mengajak bicara Kaisar tadi. Ia mengeluarkan pisau lipat hendak menggores Kaisar. Tapi sayang seribu sayang, Kaisar bergerak sangat cepat, lincah, dan gesit menendang pisaunya. Kaisar menyahut pisau yang terbang di udara dan menghunuskannya tepat satu cm di jakun musuhnya.

Tubuh pria itu bergetar ketakutan, kurang sedikit saja nyawanya akan melayang.

"Pergi!! Ajak mereka pergi dari sini. Dan jangan kembali lagi." Kaisar mengusir mereka dari hadapannya. Semuanya berlari tungganv langgang menuju ke motor mereka dan pergi.

Plok!! Plok!! Plok!!

Semua warga bertepuk tangan atas kepahlawanan Kaisar. Sungguh seorang Hero.

"Makasih ya, Mas. Makasih." Pemilik warung menyalami Kaisar berterima kasih.

"Bukan masalah, Bu. Saya pergi dulu." Kaisar teringat wejangan Pak Usman yang memintanya segera kembali. Kaisar tak menghiraukan para warga sekitar yang terus mengelukan namanya. Sorak gembira tetap tak akan mampu membuat dadanya yang bergemuruh itu mereda.

[Meski sudah bertarung juga rasa sesaknya nggak mau hilang.] Keluh Kaisar saat berjalan pulang kembali ke proyek.

Di tengah jalan, ponselnya berbunyi. Kaisar bergegas menepikan motor pinjamannya dan mengambil ponsel. Well, memang hanya benda itu yang Kaisar pikirkan belakangan ini. Dan benar saja … foto Felicia dengan sahabatnya Jessca terlihat di atas nomor. Hati Kaisar yang tadinya sesak karena beban yang menghimpit mendadak langsung terasa longgar.

Matanya yang gelap berbinar seperti anak kecil mendapatkan mainan. Kaisar membusungkan dadanya menarik semua oksigen di sekitarnya dalam-dalam sebelum mengangkat tombol hijau.

"Halo," jawab Kaisar.

"Ha … halo!! Kaisar??! Kai!!" Suara Felicia terdengar panik. Membuat kerutan dahi Kaisar terlihat tegas.

"Hei, easy girl!! Tenanglah, tarik napas dan katakan apa masalahnya pelan-pelan." Kaisar mencoba membuat Felicia tidak terbata.

Suara Felicia terlihat bergetar dengan hebat, ia berusaha mengucapkan setiap katanya sembari menata hatinya yang kacau. Kaisar menunggu dengan wajah tegang di sisi lain panggilan telepon.

"Gue hamil, Kai! Gue hamil."

"Apa??? Lo hamil???!!" teriak Kaisar.

**********

Nah looo!!!!! Kaisar sih gara-garanya.