Suasana sore kala itu begitu teduh. Tak ada warna oren yang melambangkan senja. Saat pergantian waktu menjadi malam. Sofia terduduk di belakang halaman rumah utama. Seraya memandangi langit yang akan turun hujan sebentar lagi.
"Nona Sofia, kenapa disini? Langit sudah mau gelap. Sebaiknya Nona kembali saja ke kamar. Tuan Aaron pun sebentar lagi akan pulang," ujar Pak Muh pada Sofia. Yang tiba-tiba datang menghampirinya.
"Eh, Pak Muh, aku masih ingin disini. Boleh, kan?" balas Sofia.
"Hm, baiklah. Tapi jangan terlalu lama, Nona. Karena sepertinya sudah mulai gerimis. Akan sangat dingin bagi Ibu hamil. Bila ada perlu, Nona bisa memanggil saya. Kebetulan, letak dapur dari halaman ini tidak terlalu jauh. Itu... di sebelah ujung sana dapurnya," Pak Muh berkata seraya menunjuk ke arah pintu dapur. Yang terletak berseberangan dengan halaman belakang ini. Sofia mengangguk paham sembari menampilkan senyum cerianya.
"Terima kasih, Pak. Saya mengerti." Jawab sofia.
"Kalau begitu saya permisi Nona," ucap Pak Muh. Sambil membungkukkan punggung nya.
Riuhnya angin mulai berisik terdengar di indra pendengaran. Sangat sejuk, seperti sedang berada di alam liar. Sofia memejamkan kedua matanya. Membayangkan dirinya sedang di peluk oleh Tuhan dengan begitu damai.
Sofia lagi-lagi terpikirkan dengan perkataan Gerald. Mengenai wanita masa lalu Aaron yang bernama Sarah. Sofia bertekad dalam hati, untuk tidak akan jatuh cinta pada Aaron. Karena statusnya sebagai Istri dari Tuan muda itu, hanya sebatas kertas diatas materai.
Ya, Sofia dan Aaron tidak saling mencintai. Lebih tepatnya Aaron, yang tidak memiliki perasaan apa pun terhadap Sofia.
Ditengah-tengah kegundahan dalam hatinya. Melamun sembari mengayunkan kedua kakinya di tempat duduk menggantung itu, sebuah suara memanggil sekaligus mengagetkan Sofia.
Dan suara itu adalah milik, Aaron.
"Hei, sedang apa kamu disitu? Kamu mau masuk angin, ya?" Aaron berkata. Seketika membuyarkan suasana menjadi tegang. Sofia tergelak kaget dan langsung menoleh ke arah sumber suara.
"Eh, T-Tuan Aaron. M-maaf, aku tidak menyambut kedatangan Tuan datang," ujar Sofia gugup.
"Aku memaklumi masa kehamilanmu. Kembali ke kamar, sebelum aku berubah pikiran," ucap Aaron. Hal itu membuat Sofia bingung dengan perkataannya. Yang begitu beda dengan kejadian semalam dan pagi tadi.
'Kenapa dia berubah jadi seperti itu lagi? Bukankah tadi pagi dan semalam dia memelukku saat tidur? Kenapa dia menjadi dingin dan marah-marah lagi?' Gumam Sofia dalam hati.
Sofia beranjak bangun dan berdiri.
"B-baik, Tuan. Saya permisi." Jawab Sofia seraya pamit pergi dari hadapan Aaron.
Benar kata pepatah, suasana hati manusia itu sulit untuk ditebak. Kemarin dijadikan ratu, bukan berarti hari ini juga sama. Terkadang—seseorang dengan mudahnya memainkan hati orang lain.
Sofia pergi dan kembali ke kamarnya. Hatinya menjadi bingung dengan sikap Aaron barusan. Entah apa yang harus ia lakukan nanti. Kalau boleh memilih, Sofia menginginkan dirinya lepas dari pernikahan kontrak ini.
Tapi takdir kehidupan Sofia sudah berbeda sekarang. Meskipun ia pergi nanti, Keenan tidak mungkin kembali padanya. Dan anak yang di kandungnya, juga ikut pergi bersama sang Ayah. Sementara Sofia harus memulai hidup barunya lagi. Seorang diri, tanpa keluarga, serta tanpa Suami dan anak itu.
Kehidupan yang rumit!
Klik!
Sofia menekan tombol remote televisi. Menonton acara drama Korea kesukaan nya. Salah satu cara untuk melampiaskan perasaan. Bahkan tanpa sadar, Sofia ikut terhanyut masuk ke dalam tontonan itu.
Saat tokoh di dalam film itu menangis, Sofia juga ikut menangis. Begitu pula dengan adegan romantis. Sofia merasakan dirinya yang sedang memainkan drama itu.
Walaupun kenyataannya, hidup tidak seindah seperti di drama Korea. Tapi menonton acaranya saja sudah cukup menghibur suasana hati Sofia. Mengagumi tokoh Kang Tae Moo. Dalam tokoh drama berjudul 'Business Proposal'.
Di satu sisi, Aaron berjalan ke ruang kerjanya. Tak berniat untuk pergi kamar. Yang sudah ada Sofia di dalamnya. Ivan ikut mengekor di belakang sembari membawa beberapa salinan berkas laporan perusahaan.
"Bagaimana dengan kartu yang kuberikan kau waktu itu?" ujar Aaron bertanya pada Ivan.
"Belum ada perkembangan, Tuan. Nona Sofia belum memakainya," jawaban Ivan lantas membuat Aaron mengernyitkan dahi.
"Yang benar saja?! Bukankah setiap wanita akan senang? Bila diberikan kartu itu."
"Saya pikir tidak semuanya, Tuan." Ivan terkekeh kecil.
Aaron tampak berpikir sesaat. Lalu berjalan menuju pintu. Sesampainya di belakang pintu itu. Tiba-tiba langkah kakinya terhenti. Dan menoleh menatap Sekretaris Ivan.
"Besok kau antar dia kemana pun ia pergi. Aku pastikan kartu itu akan segera dipakainya." Ujar Aaron seraya memutar knop pintu itu. Dan pergi keluar dari dalam ruangan kerjanya.
Sekretaris Ivan hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
'Pasti dia akan menyuruh Nona Sofia berbelanja' gumam Ivan dalam hati. Sembari ikut pergi dari ruangan itu.
Aaron menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampainya ia di depan pintu. Pak Muh datang dari bawah tangga. Seraya membawa nampan di genggaman tangannya.
"Selamat sore, Tuan. Saya mengantarkan susu dan biskuit untuk Nona Sofia." Tutur Pak Muh.
"Berikan itu padaku." Balas Aaron. Pak Muh tercengang mendengarnya. Untuk pertama kali, Aaron membawa nampan di tangannya. Namun, mau tidak mau Pak Muh harus menyerahkan piring besar itu ke tangan Tuan muda nya.
Pintu kamar diketuk Pak Muh tiga kali. Terdengar suara Sofia yang menyahut dari dalam sana. Aaron hanya mengangguk paham. Mengizinkan Pak Muh untuk memutar knop pada pintu kamar itu.
Kriek!
Aaron langsung berjalan masuk ke dalam tanpa berkata apa pun lagi. Mendekati Sofia yang tengah membaca buku diatas ranjang. Sepertinya buku tentang kehamilan. Aaron menaruh susu dan biskuit itu di sebelah kiri sisi ranjang. Lalu memberikan nampan kosong itu lagi pada Pak Muh.
"Kalau begitu saya permisi, Tuan muda." Ujar Pak Muh sambil membungkukkan bahu nya. Aaron hanya memberikan isyarat dari sebelah tangan kanan nya. Pak Muh mengangguk paham sembari berjalan pergi keluar dari dalam kamar utama.
Dan yang tersisa sekarang hanya Aaron dan Sofia.
"Buku apa yang sedang kau baca?" Tanya Aaron melepas canggung.
"Eh, b-bukan apa-apa, Tuan." Jawab Sofia gugup.
Sofia memang selalu gugup bila di hadapan Aaron. Namun dalam hati tetap berteriak memaki pria itu. Dan menyebutnya sebagai harimau gila. Atau Presdir iblis.
"Minum susunya! Aku akan pergi mandi." Lanjut Aaron berucap.
Satu persatu kancing kemeja putih itu dibuka. Hingga memperlihatkan tubuh Aaron yang berbentuk seperti roti sobek. Mata Sofia memicingkan ke arah lain. Setelah tak sengaja melihat bentukan tubuh Aaron yang terkesan seksi. Membuat wanita itu meneguk saliva nya.
Tumben sekali, Aaron tidak menyuruh Sofia menyiapkan air hangat untuk mandinya. Tapi pria itu justru langsung melenggang masuk ke dalam toilet. Tanpa memberikan perintah apa-apa.
'Apa? Aku tidak disuruh menyiapkan air hangat untuk mandinya, kan?' gumam Sofia dalam hati bertanya-tanya.
Tidak memerlukan waktu banyak bagi Aaron untuk membersihkan dirinya. Pria itu keluar lagi dalam keadaan bertelanjang dada. Yang hanya berbalut handuk putih melilit di pinggang nya. Matanya memicing melihat susu dan biskuit yang ia berikan pada Sofia sudah habis tak bersisa. Aaron tersenyum kecil melihatnya.
Kini beralih menatap Sofia yang tidur memiring membelakanginya.
'Sudah tidur, ya?' ucap Aaron bergumam kecil.
Aaron berjalan mendekati ranjang. Lalu merebahkan dirinya diatas kasur empuk itu di sebelah Sofia.
Klik!
Lampu kamar di padamkan seperti biasanya. Tangan Aaron menyentuh sesuatu. Lalu mendekapnya begitu erat. Disisi lain, sang pemilik tubuh itu merasa kikuk tak berdaya.
'A-apa ini? Aaron memelukku? Oh Tuhan, sebenarnya apa niatnya padaku? Mengapa pria ini memainkan perasaan orang lain, dengan mudahnya?!' gumam Sofia dalam hati.
Sofia sekuat tenaga untuk memejamkan kedua matanya. Tapi tetap saja, dirinya tetap tidak bisa tidur. Akibat pelukan Aaron, menyebabkan sesuatu terbangun di bawah sana.
Entahlah, Sofia mendadak jadi merinding seketika.
'Astaga, apa itu? Lebih baik jika aku tertidur lelap. Oke, Sofia, mari tidur mulai detik ini!' Ucap Sofia bergumam dalam hati.