Malam telah larut. Deon masih termenung di bawah, sejak makan malam tadi. Dia sendiri tak tau apa yang salah. Dirinya sudah meminta maaf dan sudah mengungkapkan perasaan. Namun yang didapat adalah gugatan cerai.
"Aku mau kita cerai!" ucap Mahes yang mengabaikan makanan di depannya. "Aku turun cuma mau mengatakan itu."
Dan kata-kata itu membuat Deon termenung. Ia memikirkan semua kesalahan dan perbuatannya selama ini. Tapi haruskah begini. Tak adakah kesempatan kedua untuknya.
Deon menghela napas dan beranjak pergi. Besok masih ada pekerjaan yang menunggu dan harus ditanganinya sendiri. Jadi ia tak boleh begini. Banyak orang yang menaruh harapan mata pencaharian di perusahaannya.
Deon pun meninggalkan meja makan yang masih utuh. Ia pergi ke kamar Mahes. Perlahan dia naik ke kasur istrinya. Memeluk perempuan itu dari belakang.
"Aku salah. Maaf." Deon memeluk erat Mahes sampai akhirnya ia tertidur.
#______#
Mahes terbangun ketika ayam mulai berkokok. Saat itu, ia merasa aneh. Ada tangan yang memeluknya erat. Dia pun langsung mencoba melepaskan pelukan itu.
"Kumohon! Biarkan aku sebentar saja!" Deon mengeratkan pelukannya. Air matanya mengalir membasahi baju belakang Mahes. "Maaf." Suaranya pun terdengar sengau.
Mahes terdiam. Ia tak tau harus apa. Hatinya lega dan sakit bersamaan.
Mahes melihat jam digital yang ada di nakas. Di sana juga ada terdapat tanggal hari itu.
"Dua jam lagi akan ada rapat penting. Sebaiknya anda bersiap." Mahes melepaskan pelukan itu dan segera bangkit. Ia berjalan ke kamar mandi.
Deon menatap nanar pintu kamar mandi. Dan perlahan mulai pergi menuju kamarnya. Untuk bersiap ke rapat penting hari ini.
#_______#
Deon terdiam menatap Mahes yang tengah berdandan di depan meja rias. Ia sudah berpakaian rapi dan bahkan sudah sarapan sendirian. Dia benar-benar merasa bersalah dengan apa yang terjadi.
Mahes melihat Deon melalui cermin. Pria itu kemudian tersenyum tipis dan berjalan mendekat. Ia memeluk istrinya dari belakang.
"Aku berangkat dulu. Jaga dirimu dan bayinya baik-baik!" Deon berjalan menghadap istrinya. Diciumnya kening dan perut Mahes agak lama. "Jangan nakal! Jaga mamamu baik-baik! Papa akan segera pulang!"
Deon segera berdiri. Ia tersenyum melihat Mahes. "Kalau ada apa-apa langsung telpon aku!"
Mahes tak menjawab. Namun ia langsung berdiri dan mengambil tasnya. Dirinya tak tau dengan perasaannya saat ini.
Deon mengekori Mahes. Hatinya ngilu melihat keterdiaman istrinya. Mungkin itu yang dirasakan perempuan itu dulu, pikirnya.
#_________#
Selama pertemuan penting tadi. Deon tampak kacau dan tak fokus. Ia benar-benar meminta maaf kepada kolega yang tersinggung dengan sikapnya. Dirinya beralasan dengan keadaan istri yang hamil muda dan sedang kurang sehat. Membuat pikirannya terbagi.
"Lu nggak papa?" tanya Franz di ruangan kantor Deon. Dia sudah mendengar semua ceritanya. "Saran gua hubungi Bobby. Walau kalian rival cinta dan Bobby masih mencintai Mahes. Prinsipnya untuk tak merusak rumah tangga orang lain dan membuat Mahes bahagia pasti bakal ngebantu lu!"
Deon menghela napas. Ia menyugar rambutnya. Pikirannya terasa buntu.
"Gua bakal coba nanti."
'brak'
Deon dan Franz terkejut. Keterkejutan mereka bertambah dengan munculnya Bobby.
"Deon!! Lu nggak bisa ngurus dan jagain bumil apa?! Baru aja gua lepas dari yang namanya bumil. Sekarang datang satu bumil lagi! Gila gua lama-lama!"
Bobby langsung melompat dan duduk di sofa. Ia menunjukkan isi chatnya dengan Mahes.
"Gila gua lama-lama! Gua udah belikan ayam bakar yang dia mau. Begitu udah mau sampai rumah, dia bilang dah nggak pengen dan mau yang lain. Gila kan?! Yon! Urus bini lo itu!" ucapnya dengan penuh amarah.
Deon tersenyum membaca chat itu. Bobby dan Franz menatap tak percaya. Istrinya chat dengan pria lain, kok malah seneng.
"Syukurlah dia sudah mulai mau makan," gumamnya. Franz dan Bobby pun ikut senang mendengarnya. "Nanti apa yang dia pesan langsung terusin aja ke gua. Entar gua dan Franz yang urus."
"Loh?! Kok gua juga ikut?"
"Lu bawahan gua kan?" tanya Deon.
"Tapi dia bawahan Mahes!" protes Franz.
"Dia udah cukup sibuk."
"Maksud lu gua nggak sibuk?!" protes Franz.
"Beib!" goda Bobby.
"Jangan coba-coba! Gua timpuk lu pake lampu!" Franz memegang lampu hias yang ada di nakas di samping sofa.
"Jangan! Sayang lampunya!" ujar Deon.
"Kalian?!" Bobby menunjuk dua temannya itu. Lalu mereka tertawa bersama.
"Bahagia banget?" tanya Viko.
Viko dan Leon memasuki ruangan. Mereka berdua entah ada angin apa berkunjung ke tempat Deon.
"Makan yuk! Dah lama nggak makan siang bareng!" ajak Viko.
"Gua ikut!"
"Maaf lu siapa ya?" tanya Franz. "Ajak kelompok lu aja! Marsha dan Mahes sana!"
"Mana bisa! Yang satu ribet sama dua bocil yang satu ngeribetin!"
'klung'
Semuanya langsung tertuju pada ponsel Bobby. Pria itu enggan melihatnya.
"Nggak dibuka?" tanya Franz.
"Nggak! Itu nada dering khusus untuk bumil yang ngeribetin!" jawabnya.
Deon langsung mengambil ponsel yang tergeletak di meja. Ia segera membacanya.
"By! Gua mau cheesecake, dorayaki, chocomilk sama tolong belikan Marsha pembalut melahirkan."
"Pembalut?!" tanya mereka serentak. setelah Deon membaca pesan itu.
"Biasa aja kali! Dari SMA mereka udah bikin gua jadi babu!" Bobby mengangkat dan memeluk kakinya. Ia meratapi nasib menjadi sahabat dua gorila betina itu.
"Gua yang beli pembalutnya! Lain kali kalau ada permintaan dari Marsha, langsung terusin aja ke gua!" ujar Viko.
"Thanks, Sob! Lu memang temen yang baik!" Bobby langsung memeluk Viko.
"Gua kira enak hidup lo punya sahabat cantik kayak mereka," ujar Franz.
"Nggak sama sekali! Bukan cuma beli pembalut! Mereka bahkan berani kentut di depan muka gua! Huwa!!" rengeknya.
"Serius?! Ada kejadian kayak gitu?"
"Nggak mungkin Mahes kan?" tanya Viko. "Tapi, Marsha juga nggak mungkin kan?"
"Lu salah! Keduanya pernah!" tekan mereka.
'klung'
"Gua lihat posisi lu nggak berubah ya, By? Jangan bilang lu mau potong gaji? Gua tunggu lima menit lagi! Kalau nggak sampai juga, awas lu! Marsha." Deon membacakan pesan itu dan langsung menyerahkan ponselnya ke Bobby.
"Mati gua! Bro! Gua cabut duluan!"
"Istri lo, Vik!" ujar Franz.
"Sejak kapan Marsha pintar ngancam?" tanya Leon.
Leon paling tau hubungan rumah tangga mereka. Marsha gadis anggun dan pendiam. Ia tak pernah menolak semua omongan Viko dan selalu menurut.
Pernah suatu waktu. Marsha yang lagi live streaming membuat kue, ditelpon tiba-tiba oleh Viko, karena ada dokumen yang tertinggal. Gadis itu langsung mengiyakan dan segera meminta maaf pada followernya untuk mengakhiri acara hari itu.
Tiba-tiba telepon Deon bergetar. Nama Bobby muncul di sana. Pria itu langsung membesarkan volumenya.
"Gua udah list pesanan Mahes dan Marsha. Dah gua kirim ke kalian. Gua masih antri di supermarket." Setelah itu, panggilan pun berakhir.
"Ya udah yuk! Kebetulan gua nggak ada jadwal lain hari ini!" ajak Viko.
"Sama! Kita juga!" ujar Franz.