Chereads / Maheswari Carlina Ditri / Chapter 6 - BAB 5

Chapter 6 - BAB 5

"Apa?!" Marsha menatap Mahes tak percaya.

Pasalnya sejak kelas 1 SMA. Mahes sudah menyukai dan mengejar Deon. Bagaimana bisa perempuan itu meminta cerai.

"Serius lu mau cerai?"

"Gua capek Sya," jawabnya dengan nada lemas. Cukup sudah perjuangannya di kehidupan yang dulu. Sayangnya waktu itu ....

"Sabar ya, Nak. Papamu belum bisa diajak bicara." Mahes mengelus perutnya yang sudah mulai kelihatan membuncit. Namun, Deon sama sekali belum tau tentang kehamilan istrinya. Ia bahkan menghindari sang istri dengan menyibukkan diri di kantor dan sering tak pulang.

Hingga akhirnya, Mahes yang kelelahan oleh tekanan hidup. Membuatnya harus kehilangan anaknya yang belum sempat terlahir. Dan tak ada yang menemani, kecuali Bobby.

"Lu serius nggak ngubungin mereka?" tanya Bobby.

"Jangan! Kakak pasti pada sibuk. Deon juga ada pertemuan penting di Malaysia yang nggak bisa diganggu. Marsha juga sudah kerepotan dengan kembar. Aku nggak mau ngebebani mereka."

"Mahes!" panggil Marsha menyadarkan lamunannya dari masa lalu. "Terus apa tanggapannya?"

"Dia diam dan nggak bilang apa-apa. Seolah itu nggak pernah ada."

Tiba-tiba terdengar pintu apartemen Bobby yang dibuka. Dan Bobby muncul dengan dua kantung plastik besar. Ia membeli semua pesanan 2 wanita itu.

"Lu kenapa?" tanya Bobby. "Bukannya pagi tadi baik-baik aja? Pasti lu kan?" tunjuknya pada Marsha.

"Cih!" Marsha memutar mata malas.

Tiba-tiba terdengar lagi suara pintu terbuka. Franz muncul bersama 3 pria lainnya. Mereka membawa banyak makanan.

"Kami datang!" seru Franz.

"Hes?!" Deon, Leon dan Viko segera mendekati Mahes.

"Kenapa?" tanya Deon.

"Bobby yang salah!" tunjuk Marsha tanpa dosa.

"Kok gua?! Gua aja baru dateng!" protes Bobby.

Mahes kembali duduk tegap. Tangannya tak lagi menutup wajah. Ia segera berdiri dan menjauh dari mereka. Lalu, mendekati Bobby.

"Mana pesanan gua?" tanya Mahes.

"Tanya sama Deon! Yang ada sama gua cuma Cheesecake, pembalut, susu hamil dan menyusi. Lalu vitamin buat kalian. Sama beberapa makanan ringan kayak kripik dan lain-lain."

"Cheesecake aja."

Bobby segera berjalan ke arah meja pantry. Ia mengeluarkan semua isi kantung dan menatanya di sana.

"Susunya mau dibikin sekarang?" tanya Bobby sambil membuka kotak kecil berisi sepotong cheesecake yang sedikit hancur, karena tergoncang.

"Yang gua, Bob!" seru Marsha.

"Enak aja! Bikin sendiri sana!"

"Bikinin aja sekalian apa susahnya sih!" protes Mahes dingin.

"Iya, iya!" Bobby merengut kesal. Ia lalu mengambilkan sendok kue untuk Mahes. "Sorry agak hancur."

"Lagian, ngapain ditaruh di kantong plastik coba!!" sewot Mahes.

"Ya, gimana lagi. Bawaan gua banyak." Bobby mengendikkan bahu.

Mahes segera memakan cheesecake nya perlahan. Meski bentuknya sedikit hancur. Namun rasanya tetap enak.

"Nya!" Seorang baby sitter keluar dari kamar Bobby. "Si Adek bangun, Nya!"

Marsha segera beranjak pergi dan diikuti oleh Viko. Mereka berdua masuk ke dalam dan mendengar tangisan dua bayi sekaligus.

"Pasti deh! Kalau adek nangis, kakaknya juga nangis!" gerutu Marsha. Sedangkan Viko langsung mengambil alih sang kakak.

Dan di ruang tamu. Tampak Deon dan Leon masih sibuk memerhatikan Mahes.

"Oh iya! Gua tadi ketemu Daniel loh!"

"Serius?! Di mana?!" tanya Mahes semangat.

"Daniel mantan Marsha?" tanya Franz sambil ikut duduk di pantry.

"Bukan cuma mantan Marsga. Tapi mantannya Mahes juga."

"Buset!" ucap Franz kaget.

"Diwaktu yang sama pula," sambung Bobby.

"Pertanyaan gua tadi nggak mau dijawab?" gerutu Mahes sambil menyendok kasar cheesecake-nya.

"Gua ketemu dia di supermarket. Dia bawa istrinya. Tebak siapa istrinya?"

"Siapa?" tanya Mahes.

"Selly."

"What?!" Mahes menatap tak percaya. "Selly yang itu?"

"Em."

"Kok bisa?"

"Mana gua tau."

"Tunggu! Kalau di waktu yang sama berarti ... waktu itu ... Marsha dah mau nikah sama Viko, waktu itu juga, Mahes dah tunangan sama Deon kan?" tanya Franz.

"Em."

Deon langsung terbelalak kaget. Pasalnya waktu itu mereka sudah bertunangan. Kira-kira 4 bulan.

"Jadi gini ceritanya!" seru Mahes. Ia pun mulai menceritakan kejadian yang dulu.

Dulu Mahes, Marsha, Selly dan Sindy lumayan dekat. Sama seperti Marsha dan Mahes. Selly dan Sindy juga sahabatan dari SMP. Waktu itu, Selly satu jurusan dengan Mahes dan Sindy satu jurusan dengan Marsha.

"Sell! Yuk kita jemput mereka di gedung mereka!" ajak Mahes kala itu.

"Sorry! Gua nggak bisa. Gua dah ada janji sama pacar gua."

"Oh! Oke!"

Mahes pun pergi ninggalin Selly. Tapi, ia berpapasan dengan cowok super tampan. Layaknya aktor barat. Mukanya 11:12 sama Jacob. Tokoh di film Twilight.

"Tunggu!" protes Franz. "Jangan bilang lu terpesona?"

"Ah?! Itu ... sedikit sih. Jadi ... gua liatin dia berjalan sampai di belakang Selly. Terus meluk Selly dari belakang. Mesra banget!"

"Lu patah hati?" tanya Franz.

"Sedikit. Cuma, tiba-tiba ada sekelebat ingatan yang muncul. Marsha pernah cerita tuh orang pacarnya Sindy. Dan gua punya bukti foto yang dikirim Marsha. Waktu itu, yang gua pikir dia player. Jadi akhirnya gua buat pertemuan sadis antara Sindy, Selly dan dia. Tapi tanpa kita."

"Terus?"

"Ya, mereka gampar-gamparan dan saling todong. Tapi akhirnya, dua-duanya diputusin. Karena ternyata tu cowok memang sengaja. Demi taruhan."

"Yap! Dan, kebetulan tu cowok satu jurusan sama gua di akunting. Jadi pas gua denger target mereka Marsha dan Mahes. Gua langsung kasih tau ke mereka," sambung Bobby. "Terus mereka malah mau macarin tu orang untuk main-main."

"Untung waktu itu dah mau wisuda pas dia deketin kami berdua. Dan setelah beberapa kali pertemuan kami jadian."

"Marsha juga?"

"Iya."

"Viko tau?"

"Bukan tau. Malah dukung," jawab Mahes. "Jadi pas wisuda itu acara pertemuan kami bertiga. Apalagi dah banyak banget temen-temen kampus yang kasih rambu peringatan. Selly dan Sindy juga. Kami pura-pura aja nggak tau dan nggak mau denger. Terus ... pas wisuda gua ngenalin Deon. Marsha ngenalin Viko sebagai calon suaminya di depan umum."

"Terus?"

"Ya udah. Gitu aja."

"Nggak! Ada lanjutannya! Gua sama Viko langsung nemuin dia. Viko sempat adu tonjok dengan dalih untuk semua perempuan yang dikhianati. Nyatanya dia ngelampiasin amarah karena tangan istrinya udah dipegang sama tuh cowok. Gila kan?"

"Wah! Gua nggak tau ada momen kayak gitu. Pantes kalau dia bener-bener tobat jadinya."

"Kalian lagi cerita apa sih?" tanya Viko yang muncul dengan Marsha di belakangnya.

"Daniel. Gua ketemu dia tadi."

"Gara-gara tu anak. Gua jadi salah mulu," jawab Viko sambil berjalan ke sofa dan duduk di sana. Sedangkan Marsha hanya bisa terkikik geli. "Katanya Daniel baiklah, perhatian lah apalah!"

"Tapi memang gitu!" jawab Mahes. "Gua sama dia kayak beneran pacaran loh! Kami ke taman hiburan, nonton di bioskop, makan malam berdua, terus perhatiannya itu benar-benar top banget. Apalagi waktu jalan malem dan kita kedinginan. Dia masangin jaketnya ke kita. Kan so sweet!"

"Hes, stop, Hes!" peringat Bobby. Mahes langsung melihat ke arah pandang Bobby. Tampak Viko yang kesal.

"Jangan cuma abang lu aja yang dilihat!" omel Franz.

"Ng?"

Franz langsung mengarahkan kepala Mahes ke arah Deon. Seolah ada aura kemarahan tak terkira.

"Cih! Kenapa dia marah coba!" gerutu Mahes sambil kembali melihat ke segelas susu yang ada di depannya.

"Yang!" suara mendayu Marsha terdengar dan membuat orang bergidik geli. "Kamu yang terbaik bagiku. Kamu tau itu kan? Yang!"

Viko menatap Marsha dengan lembut. Amarahnya sudah hilang.

"Jangan lagi-lagi ya?" tanya Viko dan Marsha pun mengangguk.

"Hoek!" Mahes langsung berlari ke toilet.

"Biasa aja kali!" protes Marsha.

"Bobby! Tolong air sama minyak kayu putih!" teriak Mahes.

Bobby langsung berlari mengambil apa yang diminta Mahes dan menyerahkannya ke Deon. Pria itu tersenyum getir. Ada guratan keengganan di sana.

"Thanks!" Deon segera berlari ke toilet.

"Kepala gua pusing," ucap Mahes setelah mengeluarkan isi perutnya. Dengan telaten Deon membersihan bekas muntahan dan mulut Mahes. Lalu memberikan air hangat pada istrinya.

Deon langsung menaruh gelas yang habis ke westafel. Lalu menggendong Mahes.

"Ke kamar tamu aja!" tunjuk Bobby ke kamar yang lain.

Mahes yang sejak tadi memejamkan matanya langsung membuka. Ia melihat wajah Deon yang tampak cemas. Pria itu perlahan menaruhnya ke atas kasur.

"Apa yang nggak enak? Gua panggilkan dokter apa ke rumah sakit?"

"Nggak perlu!" ucap Mahes. "Gua mau istirahat!" Mahes segera menghadap ke samping, membelakangi Deon dan memejamkan matanya.

Deon pun memilih duduk di ranjang. Menatap punggung Mahes. Istrinya itu masih enggan melihatnya.