Setelah sekian lama, akhirnya, kerajaan yang damai tersebut bergejolak. Tepat di hari ulang tahun sang Putri Raja.
"Gelombangnya memang kecil saat ini, tapi jika dibiarkan terus bisa menimbulkan tsunami," kata salah seorang bangsawan pada saat rapat tertutup terbatas. Rapat tersebut dibuka oleh Raja Rexton V atas desakan dari para bangsawan yang mendapat desakan dari masyarakat.
"Dengan segala hormat, Yang Mulia Raja, tanpa bermaksud menyinggung, gejolak ini timbul tepat pada rangkaian perayaan ulang tahun Tuan Putri Luciell. Saat ini ada banyak spekulasi tidak-tidak yang beredar di masyarakat," tambah yang lain.
Sang Raja mengepalkan tangannya menahan amarah. "Spekulasi macam apa yang beredar?" tanyanya.
"Spekulasi jika lahirnya Tuan Putri Luciell tidak diberkati Dewa karena kaburnya pengendali iblis."
Aku akan menemukan dan membunuh orang pertama yang membuat spekulasi itu, batin sang Raja.
Jelasnya tujuan rapat dadakan tersebut dibuka: untuk mendesak sang Raja agar mengadili Pangeran Axelle Rexton dan Putri Whitley. Masyarakat tidak akan tinggal diam, dan para bangsawan yang gelisah karena tuntutan masyarakat pasti juga menginginkan kematian keduanya. Habisi sampai akarnya, bunuh mereka berdua.
Raja Rexton V, yang mengetahui seluruh kebenarannya dengan jelas, tentu saja tak menginginkan hal tersebut.
"Saya merasa tidak nyaman dengan pembicaraan dalam rapat kali ini," celetuk Duke Colton.
"Maafkan saya, Duke Colton. Tapi sayangnya keponakan Anda itulah yang menimbulkan keresahan masyarakat ini," kata yang lain.
"Ya, itu benar. Namun selain itu, fakta jika Rheannon adalah satu-satunya pengendali iblis di kerajaan kita cukup mengganggu saya," kata Duke Colton. "Kalau bisa, saya ingin Rheannon tetap hidup. Bukan karena dia adalah keponakan saya, tapi karena dia memegang kendali atas Iblis Musim Panas dan Iblis Musim Dingin."
Raja Rexton V menatap tajam Duke Colton, memberi peringatan.
"Apa maksud Anda?" tanya seorang bangsawan.
"Selama hampir sepuluh tahun ini kita percaya jika darah Whitley benar-benar habis, kan? Tapi tanah kita tetap subur tanpa adanya gangguan iblis yang berarti," jelas Duke Colton, mengabaikan tatapan sang Raja. "Saya menduga, adik ipar saya, mendiang Earl Dryas Whitley, sempat menitipkan kedua iblis tersebut pada Rheannon kecil."
"Apa itu mungkin? Usia Putri Whitley saat itu seharusnya belum ada belasan tahun, kan?"
"Sebenarnya, saya pun juga sedikit meragukan dugaan saya ini. Yah, kita akan tahu jika membunuhnya." Ada sedikit nada menantang dalam cara bicaranya. "Tapi jika mengingat sejarah rumit Kerajaan Pyrs…"
Para peserta rapat tersebut diam termenung. Raja Rexton V dan Duke Colton masih saling melempar tatapan tajam.
Duke Colton diam-diam tersenyum. "Itu hanya dugaan saya saja. Semua keputusan tetap saya serahkan pada hasil rapat ini."
Tidak ada yang bisa Raja Rexton V lakukan saat ini selain menyesali keputusan gegabahnya dulu. Memang memalukan, tapi apa boleh buat? Harusnya dia menyisakan 3-4 Whitley supaya bisa beranak-pinak dan terus mengendalikan iblis-iblis sialan itu.
Oh, itu dia.
Sang Raja mendapatkan ide.
***
"Ada gerangan apa Yang Mulia meminta kami untuk tetap tinggal?"
Hadrian melirik Duke Colton yang sejak tadi sudah menunjukkan kekurangajaran yang tergolong berani.
Rapat yang membahas nasib Axelle dan Rheannon untuk sementara ini ditunda. Dilanjutkan toh percuma karena mereka tidak menghasilkan apa-apa. Malahan terbentuk dua kubu dalam rapat tersebut: satu yang Rheannon mati, satu lagi yang ingin Rheannon tetap hidup. Meski kedua kubu tidak sampai bersitegang, tapi kedua kubu sadar jika Rheannon tidak boleh mati maupun dibiarkan hidup begitu saja.
Belum lagi masalah Axelle. Jika Istana terus menahannya atau bahkan membunuhnya, entah apa yang akan dilakukan oleh para pendukung rahasianya. Lagipula sudah menjadi rahasia umum jika dalam peserta rapat tadi ada dua-tiga yang termasuk dalam faksi Axelle. Istana jelas tidak mau menimbulkan masalah lain.
"Aku ingin membuktikan ucapanmu," kata Raja Rexton V pada Duke Colton. "Buktikan jika Pyrs dilanda musim dingin abadi karena tidak ada pengendali iblis di sana. Bekerjasamalah dengan Marquis Wynton. Aku akan memberikanmu akses ke Perpustakaan Kuil Beulah. Kutunggu laporan secepatnya."
"Baik, Yang Mulia. Saya akan segera melakukannya."
Sang Raja beralih pada Hadrian. Ekspresinya menunjukkan sesuatu yang mungkin tidak akan disukainya.
Tapi memangnya aku bisa apa terhadap kehendak Raja? pikir Hadrian.
Bayangan Axelle yang terduduk menatap kosong di dalam selnya melintas di kepala Hadrian.
"Marquis Hadrian, jika laporan dari Duke Ithel Colton dapat membuktikan pemusnahan pengendali iblis akan membawa petaka, aku ingin kau menikahi Putri Whitley."
Hadrian yang diam saja memaksa Duke Colton memprotes, "Yang Mulia Raja! Bukankah itu sama saja dengan Anda melakukan penghinaan terhadap keluarga Melchoir yang sudah setia pada Anda?!"
Sang Raja tersenyum. "Marquis Hadrian, apakah Anda merasa saya hina?"
"Tidak, Yang Mulia. Sudah menjadi tugas seorang marquis untuk menjaga keamanan dan kedamaian kerajaan," jawab Hadrian tenang.
"Nah, Duke Colton, Anda dengar sendiri jawaban dari Marquis Hadrian."
"Anda sebenarnya hanya ingin memenjarakan kembali Putri Whitley dalam pengawasan ketat, kan?" geram Duke Colton.
"Aku tidak bilang begitu," kata sang Raja. "Belum terbukti jika Rheannon Whitley boleh dibiarkan hidup, kan? Kenapa Anda yakin sekali keponakan yang Anda cari-cari itu boleh hidup? Bisa saja setelah ini Anda harus memesan peti mati."
"Daripada menikah dengan Marquis Hadrian bukankah lebih baik jika Rheannon diasingkan? Saya bisa menyiapkan tempat dan pengawasannya–itu tugas kotor yang biasa saya kerjakan."
"Setelah Anda tidak sanggup membunuh Earl Dryas dan Lady Talisa, Anda pikir saya bisa mempercayakannya pada Anda?"
"Kalau begitu sekalian saja nikahkan Rheannon dengan putra saya. Saya tidak keberatan!"
"Duke Colton," tegur Hadrian. "Tuan Chas masih muda. Dia masih memiliki banyak waktu untuk mencari wanita lain."
"Anda sendiri bagaimana? Bagaimana dengan penerus wilayah Paiton?"
"Soal itu bisa saya urus sendiri. Desmond sudah sah menjadi anak saya sekarang."
"Bukankah Anda terlalu loyal, Marquis Hadrian?" desis Duke Colton tajam, lalu keluar dari ruangan tanpa berpamitan.
Sang Raja di samping Hadrian mendengus geli. "Lihat orang itu. Sepertinya aku harus mempertanyakan kesetiaannya."
"Keluarga Colton adalah keluarga yang sudah melayani Istana sejak awal berdirinya kerajaan. Tidak ada keluarga lain yang menyanggupi pekerjaan kotor Istana selain mereka, Yang Mulia," kata Hadrian mengingatkan dengan nada bijak.
"Yah, kau benar." Sang Raja menepuk pundak Hadrian. "Kuharap kau siap dengan tugas mendadak ini, Marquis Hadrian. Tentunya aku tidak memintamu untuk bermain rumah tangga dengan Putri Whitley itu. Nanti kau akan tahu apa maksudku dan kapan waktunya."
***
"Kabar buruk," beritahu Duke Colton saat Chas menyambutnya pulang. Chas diam menanti dengan cemas. "Harusnya aku tahu alasan mengapa keturunan Whitley ditempatkan di wilayah hampir perbatasan kerajaan dan bertetangga dengan wilayah keluarga marquis. Ternyata supaya gerak-gerik mereka mudah diawasi." Duke Colton mendengus sinis. "Walau Kerajaan Rexton menerima pengendali iblis dengan tangan terbuka, ternyata sebenarnya mereka masih takut."
"Apa maksud Ayah?" tanya Chas.
Duke Colton mengembuskan napas panjang. "Raja akan menikahkan Marquis Hadrian dengan Rheannon."
Saking kagetnya, Chas sampai tidak mampu berkata-kata. Otaknya macet, hatinya sakit. Tidak, jangan Rheannon. Jangan wanita yang sudah dicari-carinya selama bertahun-tahun ini.
"Kalau memang untuk mengawasinya, kita bisa mengawasinya!" kata Chas. "Akses ke duchy kita terbatas dan sangat ketat!"
"Aku sudah mengatakan hal itu. Aku bahkan sudah menawarkan agar Rheannon dinikahkan saja denganmu. Tapi…" kata-kata Duke Colton mengambang di udara.
Ya, Chas tahu itu. Sudah cukup sering ayahnya membangkang terhadap perintah Raja Rexton V. Keloyalan dan kesetiaan mereka mulai dipertanyakan. Masih beruntung mereka tidak mendapat hukuman dari Istana–mengingat keluarga Colton memegang rahasia kerajaan. Nah, tapi sebenarnya keluarga Colton pun mempertanyakan takhta yang diduduki Raja Rexton V sekarang. Ini cukup adil.
"Marquis Hadrian sendiri… bagaimana?" tanya Chas ragu-ragu. Dia tahu apa jawabannya.
"Langsung menyetujui, tentu saja," dengus Duke Colton muak. "Kamu tahu sendiri bagaimana Hadrian itu. Dengan Pangeran Axelle saja dia kalah jauh."
Chas memejamkan matanya. Aura asing yang menempel pada Hadrian memang sangat pekat. "Bisa-bisanya orang berhati lemah seperti dia mendapat gelar marquis," gumamnya. "Lalu, bagaimana dengan Pangeran Axelle?"
"Kurasa kita akan kebagian tugas untuk merawatnya. Aku akan mengirim surat pada Marioline untuk bersiap-siap. Adikmu itu pasti akan senang kedatangan teman."
Chas terduduk lemas. Inilah harga yang harus dibayar untuk langit cerah, sinar matahari, dan udara bebas oleh Rheannon; menikah dan dipenjara oleh suaminya sendiri. Melahirkan keturunan untuk kemudian menjadi budak lain bagi sang raja palsu dan dianggap pengkhianat oleh masyarakat. Hidup hanya untuk ditakuti dan dibenci.
Benarkah hidup yang seperti itu akan lebih baik daripada terpenjara di Menara Bayangan?
"Tegarkan hatimu, Chas," ucap Duke Colton tegas. "Para pembela Pangeran Axelle tidak akan diam saja setelah ini, dan kita pun juga begitu. Jika ada kesempatan, kita akan benar-benar membebaskan Rhea." Dia menepuk pundak anaknya. "Ingatlah kalau perjuangan kita tidak hanya menyelamatkan Rhea saja. Kita harus melakukan sesuatu sebelum takhta diturunkan pada pengkhianat selanjutnya dan Kuil Beulah semakin kehilangan kesuciannya."
"Luciell Rexton…"
Harusnya Chas memang membunuh wanita itu setiap ada kesempatan.
***
Hadrian teringat akan sosok pemuda yang baru pertama kali menjamu seorang tamu penting di kediaman barunya. Axelle kala itu menyambut kedatangannya dengan hangat dan berkata jika dia baru saja selesai mengurus taman kecil di kastilnya. Setelahnya Axelle mengundangnya untuk melihat-lihat taman barunya, yang kemudian Hadrian tolak. Sementara itu orang-orang Axelle mengawasi Hadrian dengan kewaspadaan penuh, curiga dan takut dengan setiap gerak-gerik tamu perdana sang pangeran.
Axelle tidak menunjukkan sikap negatif sedikit pun kala itu. Dia terlihat senang menyambut pemenggal kepala orangtuanya.
Axelle orang yang baik, terlalu baik sampai dia takut menginjak seekor semut.
Namun, seperti yang diketahui bersama, menjadi orang yang terlalu baik adalah sebuah kejahatan tersendiri. Orang-orang secara naluriah akan memanfaatkan kebaikan itu, sehingga kebaikan itu kemudian menjadi malapetaka.
"Bukan begitu." Rheannon menyambut Hadrian begitu pintu selnya dibuka. "Tempat ini yang… terlalu kejam."
"Pangeran Axelle hanya hidup di tempat yang salah, huh?" Hadrian melirik sekilas ke arah sel tahanan Axelle. "Tolong berhenti membaca pikiran saya. Ada hal penting yang harus saya sampaikan."
"Baik. Silakan."
"Kalau keputusan dalam rapat mengatakan jika Anda boleh hidup, Anda akan ada dalam pengawasan saya," kata Hadrian. Dia menarik napas panjang. "Lalu, kita akan menikah."
"Ini lamaran, ya?"
Hadrian mengabaikan pertanyaan barusan dan melanjutkan, "Saya keluarga Melchoir dan Anda keluarga Whitley. Meski kita hidup rukun dalam bertetangga, kita tahu mengapa kita ada di tepi wilayah kerajaan."
Rheannon mengangguk. [Sudah menjadi rahasia umum antara kedua keluarga. Supaya keluarga Whitley mudah diawasi dan sulit jika ingin melakukan serangan ke Istana.] Dia mendengus geli. [Lucu sekali, ya? Padahal keluarga Whitley tinggal mengendalikan iblis di Pyrs dan berkuasa di sana. Tidak perlu repot-repot berperang di sini.]
"Itukah yang pernah mendiang Earl Dryas Whitley pikirkan?"
"Tidak," kata Rheannon ringan. "Itu hasil… pemikiran saya."
Hadrian harus waspada jika mereka sudah menikah nanti. "Itu saja yang ingin saya sampaikan padamu. Saya harap Anda tidak keberatan."
"Marquis sendiri?" Rheannon menatapnya langsung ke mata. "Bagaimana?"
"Saya hanya menjalankan tugas sebagaimana mestinya."
[Saya sudah bisa membayangkan bagaimana kehidupan bersama kita nanti.]
"Jangan khawatir soal itu. Saya akan tetap melakukan kewajiban saya sebagai seorang suami yang baik."
"Kalau begitu… saya juga."
Ekspresi Rheannon yang kelewat tenang justru membuat Hadrian menyangsikannya. Walau bagaimanapun Hadrian masih curiga jika semua ini sudah ada dalam rencana dan perhitungannya. Rheannon menyerahkan dirinya sendiri. Dan meski Duke Colton sekalipun terlihat kaget dengan kemunculan mendadak keponakannya, Hadrian yakin Rheannon dan Duke Colton (serta setidaknya, Chas) sudah pernah bertemu sebelum ini.
Masalahnya Hadrian tidak memiliki bukti. Lagi pula, seperti yang sudah diketahuinya dari Istana, bukan Duke Colton yang membebaskan Rheannon, melainkan Axelle.
Kalau Axelle tidak membuat kehebohan seperti ini, dia tidak akan menjadi seperti sekarang.
Tidak, tidak. Ini salahku karena sudah lalai mengawasi Pangeran Axelle, batin Hadrian.
"Bertahanlah, Pangeran," bisik Hadrian pada pintu sel Axelle yang tertutup rapat.
***
Seminggu setelahnya, Axelle serta orang-orangnya yang ditahan dibebaskan bersyarat.
Hadrian hanya menatap dari kejauhan ketika Axelle dan Elias berpelukan sambil menahan tangis.
Setelah ini, Hadrian tidak akan pernah bisa melihatnya lagi. Axelle akan pergi untuk mengasingkan diri.