Chereads / MAFIA x Love Phobia / Chapter 1 - 1. Penipu

MAFIA x Love Phobia

YuuSa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 4.8k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1. Penipu

Tampan. Cerdas. Kaya. Sempurna!. Begitulah semua orang melihatnya sebagai seorang aktor dan pebisnis muda yang sangat sukses.

Ald Wyn seorang CEO dari dari dua perusahaan miliknya yang bergerak dibidang industri hiburan, fashion & properti, dimana semua cabang perusahaannya telah tersebar ke berbagai negara besar. Tapi tak ada yang mengetahui rahasia dibalik siapa Ald sebenarnya. Semua orang tertipu oleh penampilan Ald.

Tak akan ada yang menyangka jika Ald adalah seorang kriminal - ketua gembong mafia terbesar dan tersukses di dunia bawah. Tak ada yang tidak mengenalnya di dunia bawah. Semua orang takut, segan dan hormat padanya.

Penyelundupan obat-obatan terlarang seperti narkoba, senjata, perdagangan manusia, prostitusi, pembunuhan. Semua hal itu adalah uangnya dan hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupannya yang menyenangkan.

Di usia mudanya, Ald bahkan sudah mampu membuat rakitan senjata miliknya sendiri yang sangat berbahaya - sebuah senjata api yang diberi nama pistol nuklir. Sebuah senjata yang terbatas jumlahnya sehingga harganya sangat diluar nalar.

Namun satu hal yang tidak banyak orang ketahui, bahkan oleh orang-orang di dunia bawahnya. Ald tidaklah peduli dengan semua hartanya yang baginya tidak membawa kebahagiaan. Karena dirinya lebih membutuhkan sesuatu, yakni ...

Mainan.

Ald membutuhkan sebuah mainan untuk dapat bahagia. Mainan itu lebih penting dari hartanya. Tanpa mainam Ald bagaikan seorang gelandangan yang tak memiliki apapun. Ia butuh mainan untuk kepuasan hatinya yang selalu lapar.

Ald pernah menyentuh api dan terbakar.

Luka bakarnya tak pernah hilang. Luka itu terus berdenyut dan membuat rasa gatal pada hati Ald. Ia takut untuk menggaruknya namun ia tidak bisa berhenti mencakar.

"Tuan, Ald. Mobil anda sudah siap"

Ald bangkit dari kursi sofanya. Ia merapihkan jas hitam dan sarung tangan hitamnya yang tak pernah ia lepas.

"Ayo pergi ke istana boneka ... aku ingin liburan" ucap Ald pada supir mobilnya.

***

Apa kau pernah merasakan sedih tapi tak bisa menangis?, terjatuh seolah bukanlah hal yang menyakitkan meski mendapatkan goresan menganga.

Atau, saat kau Melihat sebuah pertunjukan komedi, namun kau tak lagi dapat tertawa karena tidak mengerti apa yang lucu dari komedi itu?.

Semua perasaan dalam dirimu seolah telah terkubur bersama luka.

Semua orang memiliki luka yang tidak terlihat, mereka menderita tapi kebanyakan dari mereka memilih untuk menyembunyikan luka itu seperti sebuah aib yang tidak boleh terlihat dan dilihat siapapun, bahkan oleh si pemilik luka sekalipun. Ia tidak ingin melihat luka itu agar tidak merasakan rasa sakit yang timbul akibat luka yang sulit disembuhkan itu. Hanya sedikit yang dapat bertahan melakukan hal itu. Terluka dan mengabaikan luka. Mereka adalah orang-orang yang terlihat kuat namun begitu hancur didalam.

Dan mereka adalah orang-orang yang telah 'membunuh' perasaan mereka agar dapat 'hidup.'

Bagi mereka. Hal seperti sedih lalu menangis dan bahagia lalu tersenyum, itu semua adalah hal yang hanya mereka lakukan saat berada di panggung drama yang bernama 'kehidupan'.

Perasaan bagi mereka hanyalah suatu peran yang akan digunakan sesuai kondisi dimana mereka berada.

Bahagia dan sedih hanyalah akting - permainan kulit wajah - topeng.

Eva menatap layar televisi di dalam kamar kos-nya. Tatapannya datar dan tidak memiliki ketertarikan sama sekali untuk menonton, namun ia melakukan itu untuk 'melihat' lalu bertanya.

"Bagaimana caranya mereka bisa berakting sebagus itu?"

"Apakah karena sang sutradara yang membimbing mereka?"

"Dimana aku bisa mendapatkan sutradara sebaik itu dalam mengajariku cara berakting?"

Jujur saja, Eva memiliki kesulitan untuk melakukan 'akting' dalam hidupnya yang tak lagi memiliki warna. Alasan ini pula yang membuat Eva dipecat dari tempat kerjanya. Bos nya sangat marah pada Eva yang tsalah menunjukan ekspresi saat istri tercinta sang Bos meninggal dunia akibat kecelakaan yang mengerikan.

"Kenapa bos sangat marah?, padahal aku sudah mengucapkan bela sungkawa padanya" batin Eva. Ia tidak mengerti. Padahal saat itu dirinya tersenyum saat memberikan karangan bunga. Eva berharap senyuman 'palsunya' dapat menghilangkan kesedihan sang bos.

Niat yang baik, namun sayangnya Eva tidak menggunakan akting menghiburnya di waktu yang tepat.

Drttt!

Ponsel Eva bergetar. Ia mengangkat telepon yang masuk dari ibunya.

"Hal-o..."

"Dasar anak tidak berguna!. Kapan kau akan mentransfer uangnya!. Aku sudah bilang jangan sampai lebih dari jam 12 siang kan!. Lihat, sudah jam berapa sekarang?!. Kirim uangnya atau kau tidak akan boleh pulang ke rumah!"

Tit.

Telepon mati.

Eva hanya diam. Ia sudah biasa mendengar ocehan seperti itu dari ibunya. Semua uang gajiannya harus diberikan kepada ibunya demi keperluan pendidikan adiknya yang kini berkuliah di Jerman, dan untuk keseharian mereka karena ayah Eva sudah lama bercerai dengan ibu Eva karena ketahuan selingkuh dan kerap menghamburkan uang untuk kesenangannya sendiri dengan wanita-wanita bersayap rapuh nan indah.

Sejak saat itu, kehidupan keluarga Eva kacau. Eva sendiri sudah menginjak pecahan kaca dan ranjau yang berserakan di rumahnya. Sejak awal memasuki usia dua belas tahun, Eva sudah hidup sebagai seorang tentara di tempatnya pulang. Tempat dimana medan perang kedua orang tuanya.

Eva melihat jam di ponselnya yang hampir kehabisan baterai. Tatapan matanya sama sekali tidak berubah setelah mendengar kata-kata ibunya yang selalu menyakitkan, namun untunglah Eva sudah membuat pertahanan dengan mematikan sistem perasaannya sehingga ia tak merasakan apapun ketika dirinya mendapatkan hinaan atau fitnah sekalipun. Eva hanya perlu diam, menerima dan semuanya akan selesai.

"Bagaimana ini?" Gumam Eva.

Sebanyak apapun masalah yang dimiliki, Eva hanya dapat memendamnya dan berfikir sendiri. Ia tak dapat menceritakan masalahnya pada siapapun, bahkan pada ibunya sekalipun.

Bagi Eva, berbagi beban dengan orang lain itu berarti mendatangkan masalah lain.

Eva tidak mempercayai siapapun lagi sejak dirinya dikhianati sahabatnya sendiri. Eva salah bercerita tentang masalah percintaannya pada sahabatnya yang justru mengambil kekasihnya. Namun karena hal itu Eva jadi tau, sahabat ataupun kekasih sekalipun tidak ada yang bisa ia percaya.

Semuanya palsu.

Eva dapat melihatnya dengan jelas 'Kepalsuan' di dunia ini. Walau ia sedikit telat menggunakan kemampuannya itu. Dan karena hal itu Eva dobohongi lalu tidak memiliki pemasukan. Ia telah menjadi korban penipuan dan semua uang gajiannya sudah hampir habis, bahkan Eva tengah bingung dengan tenggat waktu untuk membayar kos-nya.

"Aku akan jadi gelandangan" fikir Eva. Tidak boleh pulang dan tidak dapat lagi tinggal di kos.

Eva frustasi. Tapi tidak ada hal yang dapat ia lakukan. Mencari pekerjaan baru pun tidak mudah. Meskipun mendapat pekerjaan baru, ia tentu tidak langsung mendapatkan bayaran. Kecuali jika dirinya ingin bekerja di 'rumah malam' yang dapat menghasilkan uang dalam waktu beberapa menit saja hanya dengan duduk dan tidur bersama pria yang memilih dan memesannya.

Sayangnya, Eva tidak memiliki kepercayaan diri dengan penampilan dan wajahnya. Ia bahkan tidak pernah memakai make up untuk mempercantik wajahnya.

Eva berjalan keluar. Ia hanya memiliki sedikit uang untuk membeli bahan makanan yang akan bertahan selama seminggu, setelahnya ia tidak lagi memiliki apapun. Mungkin menjual beberapa barang berharganya seperi ponsel dapat memperpanjang pemasukannya, namun Eva tidak bisa melakukan itu karena semua nomor yang biasa menghubunginya untuk membayar hutang ada disana. Meski Eva tidak dapat membayar hutangnya tepat waktu, namun ia masih harus memberikan alasan sehingga mereka tidak akan menyulitkan Eva lebih jauh lagi. Hanya itu satu-satunya yang dapat Eva lakukan sekarang.

Saat hampir sampai ke sebuah tempat dimana Eva akan mengambil hutang lagi, Eva ditabrak oleh kerumunan wanita yang nampak mengejar seorang pria yang melewati Eva sebelumnya.

"Apa yang mereka kejar?" Gumam Eva dengan sedikit mendumal karena dirinya ditabrak sampai jatuh dan memiliki luka gores di tangannya.

Eva menatap telapak tangannya. Ia tidak terlalu merasakan sakit, namun ia masih memikirkan untuk mengobatinya. Ia tidak mau jika tangannya sampai inveksi lalu dipotong. Itu hal yang mengerikan. Jika tidak memiliki tangan, dirinya pasti akan lebih susah lagi mendapatkan pekerjaan baru.

"Nona, kau terluka" ucap seorang pria berkacamata hitam.

Eva melihat pria itu lalu mundur perlahan. Dalam otaknya ia sudah menilai jika pria dihadapannya bukanlah orang baik jadi Eva segera menyembunyikan tangannya.

"Aku tidak apa-apa. Hanya tergores sedikit. Permisi"

Tangan Eva ditarik. Ia lalu dibawa masuk kedalam sebuah rumah besar yang di desain seperti sebuah kantor.

Setelah menelan waktu yang cukup lama, Eva menandatangani surat kerjasama untuk bekerja disana. Ia sudah bisa bekerja besok malam karena hanya sif itu yang kosong.

Eva pun memutuskan untuk mengirim uang kepada ibunya besok setelah ia pulang kerja. Eva berfikir dirinya cukup beruntung mendapatkan pekerjaan dari orang baik walau hanya part time selama sebulan karena kekurangan staf, setidaknya ia boleh mengambil gajinya duluan.

Eva mengirim pesan kepada ibunya dan setelah itu ponselnya pun mati sehingga ibunya yang marah tidak dapat menelpon Eva untuk mencacinya lagi.

Eva tidak peduli. Ia hanya akan mengirim pesan lagi setelah baterai ponselnya terisi penuh, meski alasannya pasti tidak akan diterima sang ibu. Yang penting adalah dirinya akan mengirim uangnya besok sehingga ia tidak akan mendapatkan ocehan dari ibunya lagi untuk waktu yang lama. Uang adalah hal yang dapat membuat semua orang diam, jadi ia hanya perlu menyumpal mulut orang yang banyak bicara dengan uang.

Keesokan malamnya, Eva hendak mengirim uang kepada ibunya yang sudah menelponnya berulang kali saat dirinya kerja. Namun saat ia mengecek rekening, tidak ada uang yang masuk sehingga Eva harus mengganggu bos baiknya dan bicara dengannya.

"Oh, ya ampun. Eva maaf, sepertinya aku lupa mengirim ke rekeningmu. Jika kau masih berada di sekitar kantor, kamu bisa meminta pada manager, aku akan bicara padanya. Aku sedang perjalanan keluar kota, jadi ..."

"Baik pak, saya mengerti. Terimakasih. Maaf karena mengganggu waktu anda"

"Tidak apa-apa, aku tau kau sangat membutuhkannya. Pergilah ke kantor, aku sudah mengirim pesan pada manager dan kau bisa ambil gajimu lebih awal"

"Sekali lagi terimakasih pak"

Eva pun haru berjalan kembali lagi ke kantornya.

Sesampainya di kantor, rupanya ada seorang lagi yang bernasib sama seperti Eva dan ia membutuhkan uang gajinya lebih awal. Dia adalah karyawan tetap. Karyawan itu mengatakan jika Bos nya memang orang yang pelupa, meski begitu sang karyawan tetap itu nampak bersikap biasa saja.

"Eh, ini minumlah. Manager keluar sejam lagi sepertinya"

"Terimakasih senior" ucap Eva mengambil minuman kaleng yang diberikan karyawan tetap tadi lalu ia pergi.

"Senior, anda mau kemana?"

"Aku ingin mengambil angin didepan, tenang saja, aku sudah hafal waktu manager keluar, aku akan kembali tepat waktu"

"Oh, baiklah"

Terlihat tidak ada yang aneh, namun menenggak minuman kaleng yang diberikan sang senior adalah kesalahan. Eva pun tak sadarkan diri begitu ia meminum minuman kaleng itu, dan saat terbangun dirinya berada didalam sebuah ruangan dengan kaki dan tangannya yang diikat, mulutnya pun telah disumpal agar tidak bicara, namun bukan uang yang menyumpal mulutnya.

"Ah, aku kena penipuan ..." batin Eva.

***