Chereads / Be My Love / Chapter 8 - Aku mencintaimu, titik! 2

Chapter 8 - Aku mencintaimu, titik! 2

"Hah, menyebalkan sekali!" Ellen yang bangun di pagi hari mengusak rambutnya, ia mengetuk kamar Liu beberapa kali dan ternyata ... laki-laki itu tidak ada.

Dia ditinggal!

"Argh!" Ellen berteriak, mengacak-acak rambutnya lagi, kemarin ia pikir Liu sudah membuka hati padanya, tapi nyatanya ....

Masih sama!

Ellen berjongkok di pojok lorong rumah, memeluk lututnya. Di saat seperti ini kadang ia bertanya-tanya, bolehkan ia merasa minder?

"Ellen, apa yang kau lakukan?" Istvan, istri Larson yang juga merupakan tuan rumah besar yang ditinggali Ellen mengerutkan kening, ia menggendong bayi laki-lakinya, Kent yang masih memegang dot.

"Jangan ganggu aku, aku sedang memeriksa apa yang salah dengan diriku." Ellen mendengkus, semakin merapatkan dirinya ke dinding.

Istvan menggelengkan kepalanya dan mengusap rambut bayinya.

"Aku cuma mau bilang kalau Liu meninggalkan botol obat dan ia memintamu untuk membawanya."

"Eh, apa?" Ellen langsung bangkit berdiri, matanya berbinar-binar. "Di mana? Di mana? Di mana botol obatnya?"

"Ada di meja makan." Istvan tidak mengerti mengapa perubahan suasana hati Ellen berubah begitu cepat, wanita itu langsung berlari ke meja makan.

Ellen melihat ada selusin botol obat yang sengaja ditinggalkan oleh Liu di atas meja, ia tersenyum lebar dan mulai mencari kotak agar bisa membawanya sekaligus di klinik.

Ellen dengan cepat mengemas semuanya, perasaan kesalnya telah meluap begitu saja dan ia menjadi lebih energik daripada biasanya.

Karena hari ini libur, ia tidak perlu ke kampus, tidak perlu bertemu Olive dan teman-teman yang menyebalkan itu, tidak perlu juga bertemu Elmer yang aneh.

Wanita itu dengan gembira berangkat ke klinik, menenteng selusin botol obat di dalam kotak kardus. Ia tahu kalau Liu sebenarnya peduli padanya, laki-laki itu hanya terlalu gengsi saja dengannya.

Begitu sampai di klinik, senyum Ellen hampir luntur, matanya melotot ketika melihat Nenek-nenek sudah berbaris antri sampai keluar.

"Ada apa? Apa ada pengobatan gratis?" Ellen yang kebingungan langsung menerobos masuk ke dalam klinik, menaruh obat yang ia bawa ke meja. "Liu, kenapa hari ini banyak sekali pasien yang datang?"

Liu sedang menuliskan resep melirik Ellen sekilas.

"Mereka baru saja pulang dari acara dan mengeluh sakit perut."

"Keracunan?" Ellen bergumam, seorang Nenek yang akan mengambil resep obat langsung memukul belakang kepala Ellen.

"Aduh!" Ellen mengusap kepalanya. "Nenek, kenapa hobi sekali memukul kepalaku?"

"Kamu ini perawat tidak becus, datang jam sebelas pagi!" Nenek itu mengguncang jam yang ada di pergelangan tangannya. "Bagiamana bisa kau jadi istri yang baik kalau bekerja saja asal-asalan. Minggir, aku mau duduk!"

Ellen cemberut, lalu menatap Liu. Jika ia dibangunkan lebih pagi maka ia akan bangun, tapi Liu terlalu gengsi untuk membangunkannya.

"Kenapa menyalahkan aku?" Liu yang ditatap Ellen, memutar pulpen di tangannya, laki-laki itu kemudian menarik kertas yang ia tulis ke tangan Ellen.

"Cepat buat teh hangat, Nehnek ini harus minum obatnya sekarang juga."

Ellen mengangguk dengan cemberut, ia berlari ke dapur dan membuatkan teh hangat, masalahnya bukan hanya satu gelas ia buat, tapi puluhan karena pasti satu orang akan mengajak temannya yang lain untuk minum.

Ia kadang bertanya-tanya, posisinya di klinik ini sebagai perawat atau pembantu?

Ellen menggerutu, ingin memukul gelas tapi ia takut membuat keributan dan akan diomeli para Nenek itu. Ia membawa satu teko air teh panas dan membagikannya kepada semua Nenek, meski sudah berbuat baik, ia tetap kena omel.

Hari itu ia sibuk sepanjang siang melayani para Nenek-nenek yang berobat, ia baru lebih santai ketika hari menjelang sore dan berbaring di sofa.

"Kenapa mereka bisa salah makan sih?" Ellen mengomel, ia kadang selalu membayangkan ia berduaan saja di klinik bersama Liu, lalu terjadi hal-hal romantis.

Tapi hal itu … tidak pernah … tidak pernah terjadi!

Klinik Liu selalu ramai, bahkan kalau para Nenek tidak berobat, mereka akan datang hanya sekadar untuk mengobrol atau memberi beberapa kue untuk Liu.

Bukan untuk Ellen, tapi untuk Liu!

"Kenapa para Nenek sangat menyukaimu?" Ellen menegakkan tubuhnya melihat Liu yang sedang membersihkan botol obat di wastafel, urusan cuci mencuci botol atau peralatan makan selalu di tangan Liu, karena Ellen selalu saja membuat semuanya pecah. "Apa di mata mereka kau adalah tipe anak budiman yang berbakti?"

"Entahlah." Liu membuka air keran dan suara air langsung terdengar, Ellen menghela napas panjang, ia mengangkat kakinya ke sandaran sofa. "Mungkin karena aku pendengar yang baik."

"Omong kosong, pendengar yang baik apanya, kau tidak mau mendengarkan pernyataan cintaku! Pilih kasih!" Ellen mengomel lagi, setengah bangkit dari sofa dan menggigit buah apel.

Liu tidak mengatakan apa-apa untuk membalas ucapan Ellen, ia menaruh dengan rapi boto-botol yang ia cuci ke atas rak yang sudah dilapisi kertas.

"Aku ingin cerita sesuatu," kata Ellen, tiba-tiba menegakkan tubuhnya menatap Liu. "Suatu hari aku jatuh cinta …."

"Hentikan omong kosongmu dan pergi ke depan, banyak gelas kotor yang belum diambil." Liu menunjuk ke depan, setengah mendorong Ellen untuk pergi.

Ellen menggembungkan pipinya, ia tidak bergerak dari sofa.

"Sebenarnya apa yang kurang dariku sih? Kenapa kau tidak mau menerima pernyataan cintaku? Padahal kalau kita pacaran kita bisa saling romantis-romantisan seperti di drama korea."

"Kau terlalu banyak berkhayal." Liu merasa pusing kalau Ellen membahas hal seperti ini, ia kembali menunjuk gelas-gelas yang ada di luar. "Kalau kau ingin pulang cepat, ayo kerjakan sekarang juga."

"Kita akan pulang cepat?" Ellen langsung berdiri, kalau masalah pulang cepat, ia jadi lebih semangat daripada siapa pun. "Kemana kita pergi? Kita jalan-jalan? Kebetulan ada festival kembang api di ibukota, mau ke sana?"

Membayangkan mereka berdua akan berjalan mesra di bawah kembang api yang indah di langit, membuat Perasaan Ellen berdebar-debar.

"Aku harus mengurus sesuatu, kau pulang saja ke rumah."

"Eh, kenapa? Kenapa tidak mengajak aku?" Ellen mendekati Liu dengan mata memelas, tidak terima kalau ia ditinggal begitu saja. "kau ingin pergi dengan wanita selain aku?!"

Liu mengerutkan kening, ia menaruh semua botol dengan rapi dan berbalik menatap Ellen.

"Wanita lain apa?" Laki-laki itu bersedekap, menatap Ellen yang wajahnya merah karena kesal. "Pernah lihat aku pergi bersama wanita lain selain kamu?"

Mereka berdua saling tatap, Liu menghela napas panjang.

Ellen kemudian mengerucutkan bibirnya, ingin membantah tapi setelah dipikir-pikir, memang hanya dirinya saja yang selalu ada di sekitar Liu, kalau orang lain, pastilah itu para Nenek.

"Jadilah patuh dan pulang ke rumah." Liu membetulkan lengan bajunya yang tadi telah digulung. "Aku tidak akan pergi lama."