Chereads / Nafkah Satu Juta Rupiah / Chapter 7 - Bab. 7. Akhirnya Bapak Tau

Chapter 7 - Bab. 7. Akhirnya Bapak Tau

"Assalamualaikum.." ucapku memberi salam saat masuk rumah. Ku hampiri Bapak yang sedang duduk. Ku cium tangannya dengan takzim. Ku kuatkan hati agar tak menangis di depan Bapak. " Bapak udah lama..??" tanyaku lagi.

"Belum lama Neng, baru satu jam..." ucap Bapak sedikit bercanda.

"itu mah udah lama Pak..."jawabku sedikit cemberut. "Widya sama Kifli mana Pak??? ko ngga kelihatan???" tanyaku pada Bapak. Karena semenjak aku datang anak-anak tak terlihat.

"Lagi mandi...udah sore juga...!!" jawab Bapak santai. "Nah tu....udah pada Selesai..." ucap Bapak lagi sambil menunjuk ke dua anakku yang baru saja datang. Mereka sudah rapi dan wangi.

"Bundaaaaaaa....Ade sama Mba, udah mandi dan Uda wangi...cium dong Bundaaa..!!" Pinta Kifli dengan manja sambil menyodorkan pipinya untuk ku cium.

Aku pun menuruti kemauannya. Ku cium pipi kifli kanan kiri, begitu pula Widya. Ku rangkul ke dua anakku ke dalam pelukanku." hmmmm harum...wangi...sekarang nonton ya...nanti waktu magrib baru shalat bareng...oke sayang..!!" pintaku pada kedua anakku. Mereka pun segera menuju ruang TV.

"Neng....duduk sini sama Bapak...!!" pinta Bapak. Trus terang ingin sekali aku memeluk bapak dan mencurahkan isi hati ini padanya. Namun ku tahan. Aku ingin kuat aku tak mau cengeng.

"I-iya Pak..." aku pun duduk tepat di samping Bapak. Ia pun menggenggam kedua tanganku sambil mengusapnya.

"Neng...punya masalah itu harus di bagi, jangan di pendam sendiri...entar kalau Neng sakit kan kasian anak-anak...!!!"

"Iya Pak....!!" jawabku menunduk kan wajah. Aku tak mau menatap mata Bapak Aku tak sanggup.

"Neng....." seru Bapak.

"Bapak.... huhuhuhuhuhu... huhuhuhuhuhu..." Aku pun tak sanggup lagi menahan sesak di dada. Kupeluk erat tubuh Bapakku dan ku tumpahkan tangisnya di dalam pelukannya.

"Bapak udah denger semuanya dari anakmu Widya...tapi Itu menurut versi anakmu... sekarang tolong jelasin ke bapak..biar kita bisa mengambil keputusan yang terbaik Neng...!!! biar bagaimanapun semua ini yang menjadi korban adalah anak-anak kalian Neng...!!" Bapak mengatakan hal yang benar...dalam hal ini anak-anaklah yang harus aku pikirkan.

"Pak.... sebenarnya tiga Minggu yang lalu aku bertengkar dengan Mas Fatir....Aku menemukan buku rekening gajinya yang di selipkan di bawah album di ruang penyimpanan. Sebenarnya selama ini aku curiga Pak, Berapa sih gaji Mandor itu??" sebelum ku katakan yang sebenarnya kepada Bapak tentang uang bulanan yang di berikan Mas Fatir, aku harus tahu dulu berapa gaji seorang Mandor di perusahaan sawit.

"Lho...gaji Mandor itu sekitar enam sampai tujuh juta perbulan Neng..!! emang kenapa?? Bapak pikir kamu kan tau Neng!!!" Kening Bapak berkerut, Ia terlihat sedikit bingung.

"Berarti selama ini Mas Fatir bohongin Aku Pak. Katanya gajinya hanya tiga juta perbulan. Jadi selama tujuh tahun membina rumah tangga, Mas Fatir hanya memberiku Satu juta rupiah saja per bulannya Pak..!!!" jelasku pada Bapak

"Astagfirullah...Neng...!!! jadi selama ini kau dan kedua anakmu tak si nafkahi dengan wajar??? trus kemana uang yang Lima jutaan itu Neng??? apa jangan-jangan suami kamu punya wanita lain???" Bapak semakin geram, terdengar dari ucapannya yang seakan menahan emosi.

Mendengar Bapak menanyakan wanita lain aku hanya bisa mengangguk.

" Astagfirullah hal 'Azim... bener-bener tu suami kamu...Kamu hanya si nafkahi satu juta rupiah, Lalau selingkuhannya itu mendapat lebih??? Astagfirullah....dimana pikiran suamimu itu sih Neng" Tak henti-hentinya banyak mengucap Istighfar mengingat perilaku Mas Fatir.

" Uangnya gaji Mas Fatir bukan cuma buat wanita selingkuhan nya Pak, tapi Mertua Viana juga menguasai uang Mas Fatir. Kata mereka, bahwa merekalah yang lebih berhak dari pada Aku yang secuil daki bagi Mas Fatir." Aku tak mau lagi menyembunyikan permasalahan ini. Sudah cukup aku ditindas oleh mertua dan Mas Fatir.

"Bahkan Viana, rela banting tulang untuk buat keripik pisang, agar dititipkan ke warung-warung terdekat. Semua itu Viana lakukan untuk menutupi kebutuhan kami bertiga Pak..!!!" tambahku lagi.

"Ya Allah Neng...!!! ternyata hidupmu begitu tertekan...!! Jadi mereka menganggap dirimu hanya secuil daki??? Astagfirullah... bener-bener ya...orang tua dan anak sama saja!!" Ayah semakin terlihat marah. Aku tak tau apa jadinya kelanjutan rumah tanggaku kedepannya.

"Kemarin Viana mengantarkan anak-anak untuk menemui Mas Fatir karena mereka rindu Pak!! tapi setelah sampai Mas Fatir begitu tega membentak Widya, hanya karena Widya menarik rambut yang mungkin wanita selingkuhan nya itu Pak!!! Aku sakit hati Pak... anak-anak ku dibentak seperti itu bahkan kami di usir Pak... Bahkan Ibu mertua sampai teriak padaku, Kalau Mas Fatir akan menceritakan diriku Pak.... huhuhuhuhuhu..." Mengingat kejadian si rumah mertua membuatku tak kuasa untuk menahan tangisku.

"Astagfirullah....Neng...mereka benar-benar tak tau diri...apa mereka tak memikirkan kedua cucuku, yang juga cucu mereka????" Bapak sangat terkejut mendengar perkataan ku. Sungguh Bapak tak percaya jika besannya itu mampu melakukan hal yang memalukan seperti itu hanya karena uang gaji yang dimiliki oleh Mas Fatir

"Ya sudah...besok bapak akan datang ke tempat Mertuamu. Bapak tak terima anak Bapak di perlakukan tidak adil seperti ini..Bapak ingin mereka menjelaskan semuanya...enak saja mereka mempermainkan anak bapak..!! Jika tidak ada itikad baik dari mereka lebih baik kalian berpisah...!!! Bapak tak ingin kamu menderita Neng..!!!" ucap Bapak dengan tegas.

"Viana juga pengennya berpisah Pak, Viana udah terlanjut sakit Pak...!!!" Aku pun mengutarakan keinginanku ke Bapak, bahwa aku ingin berpisah. Bapak langsung menyetujuinya.

"Oh ya Neng, bagaimana usaha kripikmu.. Bapak lihat karyawan mu banyak..!!" tanya Bapak.

"Alhamdulillah Pak...lancar dan banyak yang menyukai nya...!!! Oh ya Pak, Viana hampir lupa, tadi Mpok Atik, Mba warung langganan Viana ngasih kartu nama seorang pemilik tokoh makanan Pak, katanya mau pesan banyak!!!" Aku pun antusias, seakan lupa dengan permasalah besar yang saat ini ku hadapi.

"Alhamdulillah...Neng..!!! Rejeki anak-anak itu....jangan si sia-siakan....!!! Oh Neng, bapak punya saran....Gimana kalau tempat produksinya di buat deket rumah Bapak!!! kamu kan punya bagian sebidang tanah tuh di samping rumah Bapak... gimana???"

"Waaaaaahhhh...bener Pak...!!! yah udah nanti aku sampaikan sama karyawan Viana. Lagian kalau di rumah bapak...Viana bisa sedikit tenang, sekolahan anak-anak kan dekat dari rumah Bapak kan..!!!" Aku pun setuju dengan saran Bapak. Lagian Aku juga ngga mau jika tiba-tiba Mas Fatir datang trus bikin ribut. Aku ngga mau masalah rumah tanggaku jadi konsumsi publik.

"Kalau gitu, Bapak pulang dulu...Bapak juga harus membicarakan masalah kamu sama Ibumu." ucap Bapak. Lalu beranjak untuk pamit pulang.

"Mba...adek....Kakek mau pulang ni...!!! Salim dulu sama Kakek sayang...!!" seru ku pada kedua anakku. Keduanya pun datang menghampiri Aku dan Kakeknya. Mereka lalu mencium tangan Bapak dengan takzim.

"Kakek pulang dulu ya sayang..." pamit Bapak pada kedua anakku. "Oh ya...entar bapak suruh Rahima nemenin kalian ya..!!!" ucap Bapak lalu keluar menuju motornya.

Aku sangat lega bisa mengutarakan isi hatiku pada Bapak. Pikiran dan beban ku sedikit berkurang. Saat ini, hanya dukungan orang tua lah yang ku harapkan. Karena mereka lah yang paling memahami diriku dan paling tau apa yang terbaik untukku. Dan merekalah orang pertama yang paling mendukung keputusan ku.